Semua Bab Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa: Bab 161 - Bab 170

355 Bab

BAB 160 : Periksa Dompetmu

“Apakah ini milikmu?”Elara menoleh lalu mendongak dan sesaat terpaku pada mata biru indah di sana.“Ini,” Pria itu menyodorkan satu dompet kulit berwarna marun.“Ah.. iya. Ini milikku,” gegas Elara mengambil dompet itu dari tangan pria itu. “Bagaimana--”“Sepertinya terjatuh saat kau turun dari taksi, Nona.”“Oh..” Elara lalu mengangguk kecil dan berterima kasih.“Apa kau menunggu pesanan?” Pria bermata biru itu bertanya lagi dan Elara menjawab dengan anggukan canggung.“Aku juga,” kata pria tersebut lalu duduk di kursi meja yang bersebelahan dengan meja Elara.Elara hanya tersenyum canggung lalu kembali memandang ke arah jendela, menghindari percakapan yang tidak perlu dengan pria asing tersebut.Kekhawatiran Elara tidak terjadi, karena pria bermata biru itu langsung terlihat asyik dengan ponselnya. Mungkin pria itu paham, Elara tidak ingin diganggu.Namun di meja yang berada di pojok coffee shop, Guez dan rekan
Baca selengkapnya

BAB 161 : Itu Tidak Aneh

“Tampan sekali…” desah Jeanne dengan kedua mata tak kunjung berkedip saat memandangi pria bermanik biru yang kini duduk berhadapan dengan dirinya dan juga Elara.Pria itu memutar kursi yang diduduki, hingga mereka kini mampu berbicara dengan saling melihat raut wajah masing-masing tanpa harus memiringkan kepala.Dengan posisi itu pula, Jeanne bisa melihat jelas beberapa kali sang pria bermanik biru terus menerus mencuri pandang pada Elara.“Apa kau tinggal di sini?”“Tidak,” jawab si pria pada Jeanne. “Aku ada urusan bisnis di sini.”“Kau pengusaha rupanya.” Jeanne mengangguk puas. Tebakannya bahwa pria itu adalah seorang pengusaha ternyata benar.“Oh iya, aku Jeanne. Dan temanku yang pemalu ini Elara,” Jeanne memperkenalkan diri dan juga Elara.“Ethan,” tanggap pria itu yang menyambut uluran tangan Jeanne, lalu ia juga menyodorkan tangan pada E
Baca selengkapnya

BAB 162 : Lembaran Yang Menempel

“Elara sialan,” maki Dianne.Ia melihat layar ponsel dan mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari nomor Elara.“Mengapa dia gak sabar banget sih!” Dianne lalu melihat pesan masuk dari Nyonya Besar White yang menyuruhnya agar segera menghubungi Elara dan menyerahkan peninggalan mendiang Annie pada Elara.Ia pun mendengkus kesal dan mengabaikan pesan dari neneknya itu, begitu pula beberapa pesan masuk yang berasal dari Elara sendiri --Dianne bahkan tidak repot-repot membuka pesan itu.Ia merebahkan diri dengan bersandar pada kepala ranjang di suatu motel di San Francisco. Dianne memang tidak pulang setelah bertemu pria tampan dan terlihat kaya di jalan Sansome dan mencari motel yang tidak terlalu mahal untuk memikirkan rencana selanjutnya terhadap pria itu.“Dia sangat tampan,” desah Dianne. “Dan yang lebih penting, dia benar-benar terlihat kaya.”Tangannya kemudian meraih tas dan mengeluarkan kartu nama yang ia dapatkan dari pria bermata biru itu.“Ethan Wayne…” gumam Dianne deng
Baca selengkapnya

BAB 163 : Jantungmu Tidak Baik Baik Saja

“Dari mana?” Arion bertanya dengan suara dalam dan rendah yang sangat familiar di telinga Elara.“Ya ampun Tuan Arion! Kau mengagetkan kami…” keluh Jeanne --kesal, tapi tidak berani membentak.Pria tampan itu tidak menanggapi Jeanne. Ia berdiri dari duduk dan menghampiri Elara dengan langkahnya yang tenang, namun sukses membuat jantung kedua gadis yang baru masuk itu, mendadak berpacu.Jeanne mereguk saliva sedikit alot.Ia memiliki dugaan, bahwa mungkin Arion kesal karena Elara keluar rumah tanpa seizin pria itu, sementara mereka berdua masih berada dalam keadaan yang kurang baik.Sahabat Elara itu pun berdiri canggung di sana dan tanpa berkedip memperhatikan pria tampan beraura intimidatif itu kian mendekat pada Elara.Demikian halnya dengan Elara. Gadis bermanik zamrud tersebut berdiri kaku dengan dada yang berdebar cepat dari normal.Namun ia menolak untuk gentar dan menatap lurus manik kelabu suaminya yang kian mengikis jarak antara mereka.Hasil dari itu, Elara merasakan satu gel
Baca selengkapnya

BAB 164 : Ingin Dicintai Seperti Itu

“Apa tadi kau bilang?” Arthur menghentikan gerakan kakinya yang semula melangkah stabil sejak ia memasuki Grand Haven.Kepalanya menoleh ke arah Lenora dengan kening sedikit berkerut.“Arion membatalkan acara malam besok.” Lenora mengulang kalimat yang telah ia katakan beberapa detik lalu, begitu suaminya tiba di mansion mereka.“Aku mengatur kegiatan ku untuk pulang, hanya untuk tahu acara ini tidak jadi?”Lenora terpaku sesaat.Ia tidak mengira bahwa reaksi Arthur saat mendengar pembatalan jamuan makan malam besok dengan keluarga Goldwin, akan mendapatkan reaksi seperti ini.Arthur bukannya merasa kecewa karena sikap Arion yang serampangan membatalkan acara yang telah disepakati kedua keluarga, justru kesal karena kedatangannya pulang ke Grand Haven adalah serupa kesia-siaan.Bukan ini yang Lenora harapkan. Namun dirinya tahu dengan baik, ia tidak bisa mengeluh atau memprotes sang suami, Arthur Ellworth.Kedua tangan Lenora terangkat dan mengalungkannya ke lengan kanan Arthur. “M
Baca selengkapnya

BAB 165 : Singkirkan Seseorang Untukku

Arthur menghentikan kegiatannya membaca dokumen.Kedua matanya melirik ke arah ranjang besar, di mana Lenora terlihat telah tidur dengan membelakangi dirinya.Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu kemudian meraih ponsel di atas meja lalu menekan satu nomor.Ia tidak perlu menunggu lama, panggilan itu langsung terhubung.“Periksa kegiatan Arion di San Francisco.” Usai mengatakan demikian, Arthur menutup telepon dan menurunkan tangan untuk meletakkan ponselnya.Melihat Lenora yang lesu, setelah mengabarkan batalnya acara jamuan esok malam, memang sedikit membuat Arthur memperhatikan istrinya itu.Namun bukan itu alasan terbesar dirinya kemudian menyuruh seseorang untuk memeriksa Arion.Arion selama ini dibiarkan oleh Arthur untuk mengelola kerajaan bisnisnya karena ia telah melihat kemampuan Arion.Ia bahkan tidak peduli, jika pun Arion hendak bersenang-senang, selama putranya itu menjalankan perusahaan dengan baik.Perkara urusan dengan keluarga Goldwin, Arthur hanya menganggap
Baca selengkapnya

BAB 166 : Tamu Di Pagi Hari

Beberapa saat Isabelle terpaku dengan tangan yang gemetar. Pikirannya kacau, sekacau penampilannya saat ini.Wajah pucat yang biasanya ia buat sedemikian rupa agar merebut simpati Arion, saat ini betul-betul pias.Semua ancaman Byron yang tadi dikatakan lelaki itu, membuat tubuh Isabelle bergidik ngeri.Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika semua rahasia kelam dan semua rencana yang dulu tersusun teramat rapi dan penuh perhitungan itu, kelak diketahui Arion.Bukan tanpa alasan Isabelle melakukan apa yang ia lakukan dan nekad membuat jebakan seperti itu.Isabelle mendengar tanpa sengaja percakapan Arion dengan seseorang yang belakangan ia ketahui, adalah seorang psikiater.Ia menangkap beberapa kalimat yang menyebutkan soal trauma masa lalu Arion yang menyebabkan Arion tidak bisa melihat tubuh telanjang wanita.Isabelle juga mendengar kalimat lain, yang ia jadikan sebagai kalimat kunci bagi dirinya kemudian untuk menjebak Arion, yakni, Arion terkena serangan panik setiap
Baca selengkapnya

BAB 167 : Pria Yang Iseng

Arion mengerjapkan matanya pelan lalu berkata, “Aku juga belum sarapan.”Gerakan tangan Elara yang mengupas telur, terhenti. Kepalanya terangkat sedikit dengan kedua bola mata zamrud-nya melirik Arion.‘Apa dia minta dibuatkan sarapan?’ Elara mengerutkan kening.“Jika kau tidak bersedia membuatkan satu lagi untukku, biarkan aku berbagi denganmu.” Usai mengucapkan itu, Arion menarik kursi yang ada di samping Elara dan mengempas bokongnya dengan cepat lalu mengambil garpu yang belum digunakan Elara dan mencomot muffin di atas piring Elara.Gadis itu kian mengerut dan melempar tatapan sewot pada Arion. “Ini makanan ku. Yang benar adalah aku berbagi denganmu, bukan kau berbagi denganku!” ralatnya.Arion mengangguk, “Terima kasih.” Kemudian ia menusuk bacon sebagai sasaran selanjutnya untuk dimasukkan ke dalam mulut.“Hey!”“Apa?” Arion mengerjap lagi dengan mulut asyik mengunyah.“Kau ini--” Sebenarnya Elara ingin menyemburkan kalimat amarah yang panjang, namun menyadari manik kelabu itu
Baca selengkapnya

BAB 168 : Terngiang Lagi

Dianne mengedarkan pandangan dan berhenti di satu sudut yang cukup luas.Di sana telah duduk pria bermata biru yang terlihat asyik membaca sesuatu di layar ponselnya.Gadis berambut pirang itu melirik ke sekitar, dan sedikit heran karena mendapati cafe itu amat lengang untuk jam makan siang seperti ini.Mungkin karena ini di lantai dua, pengunjung hanya memadati lantai bawah --Dianne tidak peduli.Setelah merapikan rambut serta dress yang ia kenakan, dengan tanpa tergesa Dianne berjalan menuju meja tempat pria bermanik biru itu berada.“Maaf menunggu lama, Mr. Wayne,” ucap Dianne begitu tiba di depan meja tempat Ethan Wayne duduk.Pria itu mengangkat wajah lalu tersenyum ramah. Ia berdiri dan mengulurkan tangan bersalaman dengan Dianne.Dianne pun duduk setelah Ethan memberi isyarat tangan mempersilakan dirinya.“Tidak, Nona. Aku juga belum lama sampai sini.” Ethan tersenyum, lalu memanggil pelayan cafe untuk memesan.“Silakan,” ucap Ethan mempersilakan Dianne.Dianne membalas dengan s
Baca selengkapnya

BAB 169 : Dugaan Yang Fakta

Dada Dianne berdentum luar biasa kencang.Ia amat antusias, setelah mendengar penuturan Ethan. Mendiang Annie --mantan bibi tirinya, apakah sama dengan ‘seseorang’ yang disebut Ethan sebagai istri paman pria itu?“Is..tri?”Ethan mengangguk. “Cerita lama. Dan seharusnya tetap sebagai istri pamanku.”“Maksudmu?” Sungguh, Dianne masih belum paham maksud dibalik perkataan Ethan baru saja.“Dia pergi bertahun-tahun lalu. Mereka bercerai.”“Oh…” Kini Dianne mendapatkan gambarannya. Jika orang yang dimaksud oleh Ethan adalah mendiang Annie, maka itu menjadi masuk akal.Mendiang Annie memiliki simpanan yang banyak. Pantas saja jika saat itu mendiang Annie bahkan bisa memberikan modal besar untuk mendirikan Whitley Inc bersama pamannya, Tony.Tapi Annie selalu menyebut uang simpanan miliknya saat itu sebagai peninggalan mendiang suaminya.Itu membuat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
36
DMCA.com Protection Status