Beberapa saat Isabelle terpaku dengan tangan yang gemetar. Pikirannya kacau, sekacau penampilannya saat ini.Wajah pucat yang biasanya ia buat sedemikian rupa agar merebut simpati Arion, saat ini betul-betul pias.Semua ancaman Byron yang tadi dikatakan lelaki itu, membuat tubuh Isabelle bergidik ngeri.Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika semua rahasia kelam dan semua rencana yang dulu tersusun teramat rapi dan penuh perhitungan itu, kelak diketahui Arion.Bukan tanpa alasan Isabelle melakukan apa yang ia lakukan dan nekad membuat jebakan seperti itu.Isabelle mendengar tanpa sengaja percakapan Arion dengan seseorang yang belakangan ia ketahui, adalah seorang psikiater.Ia menangkap beberapa kalimat yang menyebutkan soal trauma masa lalu Arion yang menyebabkan Arion tidak bisa melihat tubuh telanjang wanita.Isabelle juga mendengar kalimat lain, yang ia jadikan sebagai kalimat kunci bagi dirinya kemudian untuk menjebak Arion, yakni, Arion terkena serangan panik setiap
Arion mengerjapkan matanya pelan lalu berkata, “Aku juga belum sarapan.”Gerakan tangan Elara yang mengupas telur, terhenti. Kepalanya terangkat sedikit dengan kedua bola mata zamrud-nya melirik Arion.‘Apa dia minta dibuatkan sarapan?’ Elara mengerutkan kening.“Jika kau tidak bersedia membuatkan satu lagi untukku, biarkan aku berbagi denganmu.” Usai mengucapkan itu, Arion menarik kursi yang ada di samping Elara dan mengempas bokongnya dengan cepat lalu mengambil garpu yang belum digunakan Elara dan mencomot muffin di atas piring Elara.Gadis itu kian mengerut dan melempar tatapan sewot pada Arion. “Ini makanan ku. Yang benar adalah aku berbagi denganmu, bukan kau berbagi denganku!” ralatnya.Arion mengangguk, “Terima kasih.” Kemudian ia menusuk bacon sebagai sasaran selanjutnya untuk dimasukkan ke dalam mulut.“Hey!”“Apa?” Arion mengerjap lagi dengan mulut asyik mengunyah.“Kau ini--” Sebenarnya Elara ingin menyemburkan kalimat amarah yang panjang, namun menyadari manik kelabu itu
Dianne mengedarkan pandangan dan berhenti di satu sudut yang cukup luas.Di sana telah duduk pria bermata biru yang terlihat asyik membaca sesuatu di layar ponselnya.Gadis berambut pirang itu melirik ke sekitar, dan sedikit heran karena mendapati cafe itu amat lengang untuk jam makan siang seperti ini.Mungkin karena ini di lantai dua, pengunjung hanya memadati lantai bawah --Dianne tidak peduli.Setelah merapikan rambut serta dress yang ia kenakan, dengan tanpa tergesa Dianne berjalan menuju meja tempat pria bermanik biru itu berada.“Maaf menunggu lama, Mr. Wayne,” ucap Dianne begitu tiba di depan meja tempat Ethan Wayne duduk.Pria itu mengangkat wajah lalu tersenyum ramah. Ia berdiri dan mengulurkan tangan bersalaman dengan Dianne.Dianne pun duduk setelah Ethan memberi isyarat tangan mempersilakan dirinya.“Tidak, Nona. Aku juga belum lama sampai sini.” Ethan tersenyum, lalu memanggil pelayan cafe untuk memesan.“Silakan,” ucap Ethan mempersilakan Dianne.Dianne membalas dengan s
Dada Dianne berdentum luar biasa kencang.Ia amat antusias, setelah mendengar penuturan Ethan. Mendiang Annie --mantan bibi tirinya, apakah sama dengan ‘seseorang’ yang disebut Ethan sebagai istri paman pria itu?“Is..tri?”Ethan mengangguk. “Cerita lama. Dan seharusnya tetap sebagai istri pamanku.”“Maksudmu?” Sungguh, Dianne masih belum paham maksud dibalik perkataan Ethan baru saja.“Dia pergi bertahun-tahun lalu. Mereka bercerai.”“Oh…” Kini Dianne mendapatkan gambarannya. Jika orang yang dimaksud oleh Ethan adalah mendiang Annie, maka itu menjadi masuk akal.Mendiang Annie memiliki simpanan yang banyak. Pantas saja jika saat itu mendiang Annie bahkan bisa memberikan modal besar untuk mendirikan Whitley Inc bersama pamannya, Tony.Tapi Annie selalu menyebut uang simpanan miliknya saat itu sebagai peninggalan mendiang suaminya.Itu membuat
Isabelle tersenyum.Kedua manik matanya bergerak, seiring laporan yang masuk di layar ponsel miliknya.Seperti yang ia perintahkan pada Paul.Gambar-gambar berisi tubuh-tubuh Isabelle yang penuh luka kini bertebaran internet. Wajahnya memang tidak ditampakkan.Namun Isabelle sangat yakin, bahwa begitu Arion melihat gambar-gambar itu, pria itu akan tahu itu adalah tubuh Isabelle. Dan saat Arion tahu, Arion akan kembali mengalami panic attack, persis seperti yang Isabelle ingat dua tahun lalu, begitu Arion terbangun dan melihat dirinya polos dan penuh luka di sekujur tubuhnya.Perempuan cantik pucat itu menyeringai puas.Ia telah begitu banyak berkorban hanya untuk mengikat Arion padanya.Bahkan ia rela membuat dirinya sendiri terluka dan babak belur, hanya agar itu terlihat meyakinkan dan benar-benar bisa mengingatkan Arion pada masa lalunya.Entah apa masa lalu itu, Isabelle hanya tahu Arion memiliki trauma dan tidak sanggup me
Gadis itu merasakan denyut nyeri di dalam hati. Selintas cepat, memori bagaimana Arion menenangkan dirinya setelah penculikan itu, terbayang.Pria itu dengan lembut mengalihkan perhatian Elara yang saat itu kembali teringat kejadian saat dirinya diculik.Kedua tangan pria itu juga digunakan untuk menenangkan Elara dengan memasangkan headset di telinganya, sehingga Elara tidak lagi ‘mendengar’ desingan peluru, jeritan kematian orang-orang yang tertembak, serta segala suara menakutkan itu lagi.Entah apa yang pernah dialami Arion, yang sanggup membuat pria tangguh dan dingin ini terlihat teramat rapuh saat ini.Elara merasa, ini saatnya ia melakukan hal yang sama pada pria itu.Menenangkannya.“Ya… seperti itu. Lihat aku. Bukankah kau dalam keadaan sadar? Apa kau ingin menyakitiku? Tidak kan?” Bibir gadis itu terbuka dan meluncurkan serangkaian kalimat membujuk.“Tidak kan?” Tangan Elara kembali mengerat dan mempertahankan posisi, saat Arion hendak berpaling lagi.Kepala gadis itu mendek
Garvin menatap layar ponsel sekian kali.Tidak ada perintah apa pun dari sang CEO AE Group sejak tadi, setelah ia mengirimkan berita tentang foto-foto ‘yang diduga’ nona dari keluarga Goldwin.Garvin memang mengetahui insiden di hotel milik keluarga Goldwin dua tahun lalu, yang membuat Tuan Muda-nya dalam posisi harus bertunangan dengan nona Goldwin tersebut.Ia tahu, karena dirinyalah yang membersihkan pemberitaan miring dari media. Saat itu Garvin hanya mendapat perintah untuk mengatasi rumor insiden Arion bermalam dengan Isabelle, sebelum Arion pergi ke Carolina Utara selama beberapa hari.Itu memang terkesan tergesa --Garvin tidak tahu banyak apa yang dilakukan Tuan-nya itu di negara bagian tersebut. Yang jelas, tidak ada pekerjaan atau proyek di sana yang berkaitan dengan AE Group.Meski ia mengetahui insiden sang CEO dengan nona Goldwin, Garvin tidak tahu menahu soal trauma dan masa kelam Arion.Itulah yang membuat asisten Arion tersebut termenung menunggu perintah dari sang Bos,
Dear ReeFellows!Terima kasih atas doa-doa dari kalian semua kemarin.. Maaf Author tidak membalas satu per satu, fokus istirahat agar bisa segera kembali menulis lagi.Thanks again yah.. semua.Hari ini Author lanjut lagi...Enjoy!! ^,^=== * * * ===Garvin melirik berulang melalui kaca spion tengah dan mendesah dalam hati.Entah kesalahan apa yang telah Garvin lakukan, ia hanya menelepon Arion untuk mengingatkan bos-nya itu pada pertemuan petang hari ini dengan pihak G&P Ltd yang berasal dari negara bagian Wisconsin.Pihak G&P Ltd telah bersedia melakukan rescheduleatau penjadwalan ulang pertemuan dengan Arion, setelah sebelumnya Arion sendiri yang membatalkan.Garvin juga sudah menyampaikan peringatan dari pihak G&P Ltd bahwa jika kali ini pihak Triton Land membatalkan kembali, bisa dikatakan Triton harus melupakan kerjasama ini.Karena itu, Garvin tentu saja dengan sangat bersem