Isabelle tersenyum.
Kedua manik matanya bergerak, seiring laporan yang masuk di layar ponsel miliknya.
Seperti yang ia perintahkan pada Paul.
Gambar-gambar berisi tubuh-tubuh Isabelle yang penuh luka kini bertebaran internet. Wajahnya memang tidak ditampakkan.
Namun Isabelle sangat yakin, bahwa begitu Arion melihat gambar-gambar itu, pria itu akan tahu itu adalah tubuh Isabelle. Dan saat Arion tahu, Arion akan kembali mengalami panic attack, persis seperti yang Isabelle ingat dua tahun lalu, begitu Arion terbangun dan melihat dirinya polos dan penuh luka di sekujur tubuhnya.
Perempuan cantik pucat itu menyeringai puas.
Ia telah begitu banyak berkorban hanya untuk mengikat Arion padanya.
Bahkan ia rela membuat dirinya sendiri terluka dan babak belur, hanya agar itu terlihat meyakinkan dan benar-benar bisa mengingatkan Arion pada masa lalunya.
Entah apa masa lalu itu, Isabelle hanya tahu Arion memiliki trauma dan tidak sanggup me
Gadis itu merasakan denyut nyeri di dalam hati. Selintas cepat, memori bagaimana Arion menenangkan dirinya setelah penculikan itu, terbayang.Pria itu dengan lembut mengalihkan perhatian Elara yang saat itu kembali teringat kejadian saat dirinya diculik.Kedua tangan pria itu juga digunakan untuk menenangkan Elara dengan memasangkan headset di telinganya, sehingga Elara tidak lagi ‘mendengar’ desingan peluru, jeritan kematian orang-orang yang tertembak, serta segala suara menakutkan itu lagi.Entah apa yang pernah dialami Arion, yang sanggup membuat pria tangguh dan dingin ini terlihat teramat rapuh saat ini.Elara merasa, ini saatnya ia melakukan hal yang sama pada pria itu.Menenangkannya.“Ya… seperti itu. Lihat aku. Bukankah kau dalam keadaan sadar? Apa kau ingin menyakitiku? Tidak kan?” Bibir gadis itu terbuka dan meluncurkan serangkaian kalimat membujuk.“Tidak kan?” Tangan Elara kembali mengerat dan mempertahankan posisi, saat Arion hendak berpaling lagi.Kepala gadis itu mendek
Garvin menatap layar ponsel sekian kali.Tidak ada perintah apa pun dari sang CEO AE Group sejak tadi, setelah ia mengirimkan berita tentang foto-foto ‘yang diduga’ nona dari keluarga Goldwin.Garvin memang mengetahui insiden di hotel milik keluarga Goldwin dua tahun lalu, yang membuat Tuan Muda-nya dalam posisi harus bertunangan dengan nona Goldwin tersebut.Ia tahu, karena dirinyalah yang membersihkan pemberitaan miring dari media. Saat itu Garvin hanya mendapat perintah untuk mengatasi rumor insiden Arion bermalam dengan Isabelle, sebelum Arion pergi ke Carolina Utara selama beberapa hari.Itu memang terkesan tergesa --Garvin tidak tahu banyak apa yang dilakukan Tuan-nya itu di negara bagian tersebut. Yang jelas, tidak ada pekerjaan atau proyek di sana yang berkaitan dengan AE Group.Meski ia mengetahui insiden sang CEO dengan nona Goldwin, Garvin tidak tahu menahu soal trauma dan masa kelam Arion.Itulah yang membuat asisten Arion tersebut termenung menunggu perintah dari sang Bos,
Dear ReeFellows!Terima kasih atas doa-doa dari kalian semua kemarin.. Maaf Author tidak membalas satu per satu, fokus istirahat agar bisa segera kembali menulis lagi.Thanks again yah.. semua.Hari ini Author lanjut lagi...Enjoy!! ^,^=== * * * ===Garvin melirik berulang melalui kaca spion tengah dan mendesah dalam hati.Entah kesalahan apa yang telah Garvin lakukan, ia hanya menelepon Arion untuk mengingatkan bos-nya itu pada pertemuan petang hari ini dengan pihak G&P Ltd yang berasal dari negara bagian Wisconsin.Pihak G&P Ltd telah bersedia melakukan rescheduleatau penjadwalan ulang pertemuan dengan Arion, setelah sebelumnya Arion sendiri yang membatalkan.Garvin juga sudah menyampaikan peringatan dari pihak G&P Ltd bahwa jika kali ini pihak Triton Land membatalkan kembali, bisa dikatakan Triton harus melupakan kerjasama ini.Karena itu, Garvin tentu saja dengan sangat bersem
“Bagaimana tentang sampel untuk uji DNA?”Asisten Ethan mengangguk hormat dan menjawab. “Sudah dikirimkan ke Rumah Sakit di Madison, Tuan. Mereka mengatakan akan butuh waktu lima sampai enam hari setelah sampel milik mendiang sampai juga di sana.”“Begitu lama?” Ethan mengernyit.Asisten itu mengangguk lagi. “Jika menggunakan darah, bisa kita ketahui dalam dua puluh empat jam atau paling lama tujuh puluh dua jam.”“Itu konyol,” dengkus Ethan. “Bibi Melanie sudah tidak ada. Dan sampel mendiang bibi Melanie yang akan dipakai beruntung kami masih memilikinya.”“Mengapa Anda tidak meminta sampel dari Tuan Besar Wayne saja?”“Tidak,” Ethan menggeleng. “Paman James terlalu terluka sejak kepergian bibi Melanie dulu. Aku ingin merahasiakan ini dulu, sampai nanti kita mendapatkan hasil yang jelas. Setelah itu, Paman James akan mendapatkan kejutan man
“Siapa dia Bos?” Si lelaki kurus bertanya dengan raut wajah serius.“Ya! Siapa dia bos?” Rekannya di samping mengeluarkan belati dan memainkannya, seakan itu adalah mainan tak berbahaya dan amat menyenangkan.Arion mendengkus kesal. “Aku bertanya apa yang kalian lakukan!”Si lelaki kurus dan rekannya saling berpandangan.“Apa yang akan kami lakukan kalau seseorang mengetahui dan melihat kelemahan kami?”“Ya.”Keduanya saling bertukar pandang lagi.Mereka merasa Bos Besar-nya tengah memberi pertanyaan ujian. Kilatan kejam melintas di kedua mata mereka. Lalu dengan seringai jahat, mereka berkata…“Kita culik dia. Kita cabut satu per satu kukunya!”“Kita buat dia minta ampun! Potong lidahnya, lalu--”“Hentikan.” Arion menggeleng dongkol. “Percuma bicara dengan kalian!”Ia pun meninggalkan ruangan dengan kesal.Si kurus dan rekannya saling berpandangan lagi. Bingung melihat kekesalan Bos Besar mereka.“Apakah kita kurang kejam?”Rekan si kurus mengangguk cemas. “Ya, sepertinya Bos kecew
“Tuan.”Arthur mengangkat wajahnya sekilas dari dokumen pada sang asisten di depan. “Apa hasilnya?”“Pengunggah berita tersebut awalnya telah melarikan diri, namun kita berhasil menangkapnya di perbatasan Nevada dan Utah.” “Teruskan.”“Itu nona Goldwin,” ujar sang asisten hati-hati.Mengetahui bahwa putri dari keluarga Goldwin itu akan menjadi anggota keluarga Ellworth, sang asisten tentu tidak bisa bicara secara sembrono dan tanpa bukti akurat.Karena itu, setelah ia mendelegasikan pembersihan media pada Garvin, ia memburu pengunggah berita yang menyenggol putra dari keluarga Ellworth.Memang cukup sulit, karena setelah melakukan pengunggahan berita dan foto-foto itu, si pembuat menghilangkan jejak. Ia memakai IP palsu, namun tentu saja Ellworth pun memiliki tim IT yang canggih sehingga dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, menemukan si pelaku yang ternyata berasal dari negara bagian tetangga, Nevada.“Ada lagi?” Arthur tidak tampak terkejut dengan penemuan oleh asisten-nya
Elara memindai sekeliling.Hatinya terasa tenggelam. Oleh rasa hangat yang memang akan ada setiap mengingat segala sesuatu tentang sisi baik Arion dan oleh rasa sedih yang juga masih menyelimuti dirinya.Tidak semudah itu untuk mempercayai seseorang yang telah jelas-jelas membohongi dirinya.Apalagi ketika ia pernah merasakan arti diri yang tidak dihargai, sehingga orang-orang yang ia pikir menyayangi dan peduli, sanggup begitu saja membuang dan menyingkirkan dirinya.Itu pun sama artinya dengan melukai kepercayaan Elara.Apakah seorang asing seperti Arion lantas layak menerima kepercayaan dari Elara? Setelah ia sekian kali menemukan satu demi satu kebohongan dan dusta pria itu?Entah berapa tabir lagi yang akan tersingkap, sebelum ia bisa betul-betul mengenal diri Arion secara seutuhnya.Kebenaran yang terungkap paling akhir itulah, yang membuat kepercayaan Elara kian terkikis.Siapalah dirinya, untuk mendapatkan semua kepedulian dan perhatian seorang Arion? Di sinilah ia juga harus c
Isabelle yang berlutut, memohon dengan terisak pilu. “Ku mohon… tinggalkan Arion… Ku mohon…”“A-apa…” Elara tersedak ludahnya sendiri. “Bangunlah.. jangan begini.”“Aku tidak akan bangun, sebelum kau berjanji untuk meninggalkan Arion… Aku… aku tidak bisa hidup tanpanya…”“Nona Goldwin, tolong jangan lakukan ini.”“Katakan kau akan meninggalkan Arion… tolong…” Isabelle meraih kedua tangan Elara dan meremasnya kuat dengan tatapan permohonan.Perempuan itu meraung dalam hati, mengutuk dan membenci Elara sepenuh hati. Tidak pernah sekalipun ia mengatakan ‘tolong’ pada orang lain, apalagi hingga memohon seperti ini.Namun ini ia lakukan untuk membuat gadis itu mundur dengan kesadaran diri.“Aku.. tidak bisa,” Elara menggeleng. “Maaf Nona Goldwin. Itu bukan terserah padaku,” ujarnya lagi pelan.“Aku tidak akan bisa pergi dari Arion, jika Arion tidak menginginkannya.”Isabelle berhenti terisak dan mengeratkan rahangnya.Kalimat Elara itu memang tidak salah. Isabelle tahu seberapa keras kepala
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e