Home / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN: Chapter 121 - Chapter 130

148 Chapters

BAB 121. Ayah Biologis

"Semuanya," jawab Rio dengan nada dingin. Kata-katanya seakan membekukan suasana di sekitarnya. Dia berdiri di depan Dini, tatapannya tajam dan penuh penilaian, seolah menunggu penjelasan yang tidak kunjung datang.Dini, yang berdiri di hadapannya, segera menggelengkan kepala dengan cepat. Gerakannya tidak bisa menutupi kegugupannya, meskipun ia sudah tertangkap basah. "Rio, semua yang kamu dengar itu sama sekali tidak benar," katanya dengan suara yang hampir tak terdengar, berusaha untuk tersenyum dengan keyakinan yang jelas-jelas tidak ada. Senyum itu terpaksa, menampakkan kedok ketidakpastian di baliknya.Dada Dini naik turun dengan cepat, napasnya tersendat-sendat seakan kesulitan memompa oksigen ke paru-parunya. Setiap hembusan napasnya terdengar seperti desahan lelah, menandakan betapa dalamnya tekanan yang dirasakannya saat ini. Keringat mulai membasahi dahinya, membentuk butir-butir kecil yang meluncur perlahan ke pipinya.Rio memandang Dini dengan intens, matanya tak berkedip
Read more

BAB 122.

Danu duduk di sisi kemudi sambil meremas jari-jarinya sendiri. Sesekali ia menatap Rio yang tengah fokus menyetir, matanya penuh dengan perasaan campur aduk. Ini adalah kali pertamanya Danu duduk bersama Rio dengan jarak dekat, sehingga tangannya berkeringat dingin. Ia benar-benar sangat gugup berada dalam satu mobil bersama putranya, perasaan canggung dan tegang menguasainya."Terima kasih sudah mengantarkan Pap–tidak, maksudnya, Om, pulang," kata Danu, sempat meralat ucapannya sendiri karena bingung memanggil dirinya apa. Suaranya terdengar ragu-ragu, mencerminkan kebingungan yang dirasakannya.Tanpa menatap ke arah Danu, Rio kembali meralat ucapan pria paruh baya itu, meskipun suaranya terdengar dingin dan seperti orang asing. "Papa," ucapnya singkat, tetapi dengan penekanan yang jelas. Kata itu keluar dengan tegas, meskipun nada bicaranya tidak mengandung kehangatan.Danu terkejut mendengar kata itu, meskipun diucapkan dengan nada dingin. Namun, cukup terasa hangat di hatinya. Ada
Read more

BAB 123. Ancaman Terbesar

Cahaya pagi menjelang siang yang menerobos masuk ke dalam gudang melalui jendela, membuat Edgar terbangun dari tidurnya. Ia menyipitkan matanya saat cahaya itu cukup menyilaukan. Debu-debu yang beterbangan terlihat jelas dalam sinar matahari, memberikan kesan magis. "Kenapa aku bisa ketiduran di sini," gumam Edgar saat menyadari jika dirinya masih berada di dalam gudang. Ia meraba kepalanya yang sedikit pusing.Gudang itu dipenuhi dengan barang-barang lama yang berdebu, tumpukan kotak-kotak kardus, dan perabotan usang yang sudah lama tidak terpakai. Bau kayu lapuk dan udara pengap membuat Edgar merasa sedikit mual. Edgar menoleh ke sisi kanannya, yang ia yakini ada Natasha di sana, dan berkata, "Selamat pagi say–" Seketika ucapan Edgar terhenti saat istrinya tak di tempatnya. Perasaan panik mulai merayapi pikiran Edgar.Ia buru-buru menegakkan tubuhnya dan menatap sekeliling. "Sayang!" panggil Edgar, namun, tidak ada sahutan apa pun dari panggilan tersebut. Gudang itu begitu sunyi, h
Read more

BAB 124.

Edgar menghela napas panjang, berusaha menahan kegembiraan yang menggelora di dadanya. Setelah semalaman ia mencari barang-barang miliknya yang hilang, akhirnya dia mendengar berita yang sangat dinantikannya. Suara Natasha, yang lembut dan penuh kasih, melayang ke telinganya, membuat matanya bersinar dengan antusias yang tak tertahan. "Benarkah, kamu sudah menemukan semua barang-barang milikku?" tanya Edgar dengan tidak sabar.Natasha, dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, mengangguk lembut. "Bibi Nur yang telah menyimpannya untukmu. Kau harus berterima kasih padanya," jawab Natasha.Edgar segera merasakan gelombang kebahagiaan meluap di dalam dirinya. "Pasti!" jawabnya.Natasha menyelesaikan tugasnya, memasangkan dasi pada kemeja suaminya dengan teliti. "Sudah," ucapnya, mengusap lembut kerah kemeja Edgar. "Kau tampak sangat tampan," tambahnya dengan senyum hangat, mencoba meringankan kekhawatiran suaminya sebelum ia pergi.Padahal, hari ini Edgar berniat istirahat di rumah s
Read more

BAB 125. Tindakan Mendesak

"Natasha. Kau mendengarku, kan?" tanya Rio cemas, dengan telinga yang ia tempelkan pada daun pintu. Hatinya berdegup kencang, menciptakan irama yang semakin tak beraturan seiring dengan kekhawatirannya. Saat tak ada suara apa pun yang terdengar dari dalam sana, Rio segera meraih gagang pintu, namun, saat ia hendak membukanya, Rio mengurungkannya kembali.Ia bergegas turun ke lantai satu, langkahnya cepat dan penuh kegelisahan. Tujuannya adalah dapur, di mana ia berharap bisa menemukan salah satu asisten rumah tangga Abraham untuk membantunya. Dini, yang memperhatikan Rio sejak tadi, menatapnya dengan pandangan tidak suka. Rasa tidak senang itu terpancar jelas di wajahnya. Sebagai ibu, Dini merasa sakit hati karena Rio, putra semata wayangnya, tidak pernah memperlakukannya dengan perhatian yang sama seperti yang ia tunjukkan kepada Natasha. Rasa cemburu dan marah berkecamuk di dalam hatinya, namun ia memilih diam dan hanya mengamati dari kejauhan."Bi, kemarilah," ajak Rio tergesa-ges
Read more

BAB 126. Runtuhnya Kepercayaan

***Tidak seperti biasanya, hari ini Abraham pulang lebih awal. Bukan tanpa alasan, tetapi kejadian akhir-akhir ini yang menyangkut tentang Dini membuat kesehatan Abraham sedikit menurun. Tekanan dan stres yang terus-menerus mengganggu pikirannya mulai memberikan dampak pada tubuhnya yang sudah tidak muda lagi."Kita sudah sampai, Tuan," ucap sopir pribadi Abraham yang baru saja membukakan pintu mobilnya. Suaranya penuh hormat dan perhatian, menyadari kondisi majikannya yang tampak lelah.Mata Abraham yang semula terpejam kini terbuka. Tanpa berlama-lama di sana, Abraham bergegas turun dari mobil, ingin segera mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Namun, saat langkah Abraham hendak sampai pintu utama, salah satu bodyguardnya mendekat dengan cepat."Tuan," panggil bodyguard itu dengan nada serius. "Ada sesuatu yang perlu Anda ketahui segera."Abraham mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit serak karena kelelahan.N
Read more

BAB 127. Kejutan Pahit

"P-Papa..," gumam Dini terkejut saat suaminya sudah berada di ambang pintu. Entah sejak kapan Abraham berada di sana, Dini pun tak tahu. Yang pasti, wajah Dini kini sudah pucat pasi. Jantungnya berdebar kencang, seakan waktu berhenti dan hanya suara denyut nadi yang terdengar di telinganya. Dengan langkah berat, Dini perlahan mendekati Abraham yang tengah menatapnya tajam. Tatapan itu penuh dengan amarah dan kekecewaan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Bibir Abraham bergetar, seolah menahan kata-kata yang ingin meluap keluar."Kau.. benar-benar wanita berhati iblis!" ucap Abraham dengan suara terputus-putus karena denyut jantung dan sesak napasnya yang semakin tak beraturan. Sementara tangannya meremas kuat dadanya yang seperti tertusuk duri. "Apa yang Papa bicarakan? Memangnya apa yang telah Mamah lakukan?" tanya Dini berpura-pura tidak mengerti ucapan suaminya. Tapi Abraham hanya menggelengkan kepala, matanya menyala penuh kebencian. "Tidak ada lagi yang bisa disembunyikan,
Read more

BAB 128. Teka-Teki

Edgar memandang bodyguard Abraham dengan tatapan yang penuh intensitas. Suasana di ruang tunggu yang tenang seakan menambah ketegangan dalam percakapan mereka. "Apa hubungannya kecelakaan itu dengan kondisi Papa sekarang?" tanya Edgar dengan nada serius. Keningnya berkerut dalam-dalam, matanya menatap tajam seolah ingin merobek rahasia yang tersembunyi di balik jawaban yang mungkin diberikan.Pertanyaan itu bergema dalam pikiran Edgar, mengangkat kembali kenangan tentang kecelakaan yang merenggut nyawa Kirana beberapa waktu lalu yang tenggelam di pantai dengan tidak wajar. Kematian Kirana meninggalkan jejak kejanggalan yang tak kunjung terpecahkan. Kasus tersebut telah ditutup, tetapi teka-teki yang mengitarinya masih menghantui Edgar. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres, namun semua usaha untuk membongkarnya tampaknya sia-sia.Bodyguard Abraham menoleh ke kanan dan kiri, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendengar percakapan mereka. Suasana di ruangan itu menjadi semakin te
Read more

BAB 129. Sorotan Media

Di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari gedung kantor Abraham, Rio duduk dengan gelisah. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir dengan irama yang tak menentu. Udara di dalam mobil terasa panas dan pengap, meskipun AC telah diatur pada suhu rendah. Rio menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengambil langkah besar ini.Sesuai dengan janjinya pada Edgar, Rio telah menghubungi banyak pers, mengumpulkan mereka di depan gedung kantor Abraham. Langkah ini bukanlah keputusan yang mudah, tapi Rio tahu, demi kebenaran, dia harus melakukannya.Ceklek!Pintu mobil terbuka, dan Rio bergegas turun. Kilatan lampu kamera langsung menyambutnya, membutakan pandangannya sejenak. Wartawan-wartawan dengan mikrofon dan alat perekam di tangan mereka berdesakan, saling mengajukan pertanyaan tanpa henti. "Rio! Rio! Apa benar Tuan Abraham masuk rumah sakit?""Apa yang terjadi dengan Tuan Abraham?""Apa yang akan Anda lakukan sekarang?"Rio berusaha tetap tenang meskipun kerumunan itu
Read more

BAB 130. Penyesalan Terbesar

Sesampainya Dini di depan kamar Natasha, ia menoleh ke kanan dan kiri dengan hati-hati. Setelah memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda kehadiran Rio maupun Edgar, ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar tersebut.Tok.. Tok.. Tok.."Siapa?" tanya Natasha dari dalam kamar. Suaranya terdengar ragu. Ia masih mengingat jelas nasehat Edgar, bahwa dirinya tidak boleh keluar dari dalam ruangan tersebut apa pun yang terjadi. Mengingat sebelumnya Dini berusaha mencelakainya, membuat Natasha semakin waspada.Dini berdehem pelan sebelum mulai berbicara. "Ini Mamah, Nat. Boleh Mamah masuk? Mamah dengar kamu sedang sakit," jawab Dini dari balik pintu dengan suara yang dibuat agar terdengar sangat lembut.Seketika di dalam kamar Natasha mendadak hening. Ia terkejut mendengar suara Dini berada di depan kamarnya, apalagi saat ini Edgar tidak ada di rumah. Natasha takut jika wanita paruh baya itu akan mencelakai dirinya lagi. Dini, yang sudah tidak sabar, kembali bersuara. "Jika kamu tidak mem
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status