Home / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN: Chapter 111 - Chapter 120

148 Chapters

BAB 111. Pilihan Terakhir

Mendengar ancaman Rio, Edgar menoleh ke arah kanan dan kiri dengan waspada. Namun, sepertinya tak ada siapa-siapa di sekitarnya. Rio, dengan santai melangkah mendekati Edgar, seakan melupakan pistol yang tengah Edgar arahkan padanya. Senyum sinis terukir di wajah Rio, menunjukkan betapa yakinnya dia bahwa Edgar tak akan berani menembak."Jangan mendekat. Atau aku akan menembakmu!" ancam Edgar dengan tegas. Namun, Rio seakan tak takut dengan ancaman itu. "Jika kamu tidak ingin Natasha terluka, maka serahkan dia padaku," ucapnya dengan tenang, sambil mengepalkan tangannya di saku celananya."Dia istriku! Apa kau gila?!" teriak Edgar, merasa kehilangan kendali atas situasi yang semakin memburuk. Wajahnya memerah, dan napasnya mulai tersengal-sengal."Aku tahu. Tapi, dia tidak aman jika bersamamu." Kata Rio, masih dengan nada tenang yang membuat Edgar semakin geram. "Kamu tidak bisa melindunginya. Aku bisa.""Sampai kapan pun aku tidak akan menyerahkan istriku kepada siapa pun. Apalagi
Read more

BAB112. Antara Cinta dan Ambisi

"Kamu tidak apa-apa, sayang?"Natasha mengangguk cepat, dengan kedua tangan yang menutupi telinganya dan tubuh yang bergetar hebat. Rasa takut yang mendalam terpancar dari matanya, saat ia mencoba menguatkan diri untuk menghadapi situasi yang semakin genting.Rio, yang sudah tidak tahan melihat Natasha ketakutan, tiba-tiba merebut pistol dari tangan Edgar dan mengarahkannya pada kepalanya sendiri. "Jika kalian membunuh Natasha, aku tidak segan-segan untuk menarik pelatuk pistol ini di kepalaku sendiri."Mendengar itu, mata Edgar membulat sempurna, tatapannya terkejut dan bingung. "Siapa yang memerintahkan semua orang-orang ini? Kenapa mereka tunduk dengan ucapan Rio?" gumam Edgar dalam hati.Para pembunuh bayaran itu saling pandang, kemudian salah satu dari mereka memberi isyarat dengan mengangkat tangannya. Mereka mengangguk seolah-olah telah memiliki kesepakatan, lalu melangkah pergi meninggalkan bangunan tua itu.Rio kini bernapas lega. Ia menurunkan pistol yang sempat terarah pada
Read more

BAB 113. Jebakan di Pertigaan

Tangan Rio merogoh saku celana dan menggenggam erat gantungan kunci berbentuk beruang milik Natasha. Ia memandangi gantungan itu dengan tatapan sayu dan senyuman yang tak bisa dipahami oleh orang lain. Entah mengapa, hanya dengan memegang benda kecil itu, hati Rio yang kacau mulai merasa sedikit lebih tenang."Apakah aku benar-benar jatuh cinta padanya?" gumam Rio pada diri sendiri, merasa bingung dengan perubahan sikapnya yang begitu drastis belakangan ini.Rio bahkan rela melawan Dini, ibunya sendiri, demi melindungi Natasha dari bahaya yang mengancamnya. Meski ia sadar bahwa Natasha adalah istri dari adik tirinya, namun perasaan Rio terhadap wanita itu terus tumbuh dan semakin kuat. Tak bisa dipungkiri lagi, Rio telah jatuh cinta.Brak!Suara keras tiba-tiba terdengar saat mobil milik Rio ditabrak oleh mobil hitam dari arah lain di pertigaan. Beruntungnya, mobil itu tidak rusak parah, hanya bumper bagian depannya saja yang hancur lebur akibat benturan tersebut. Namun, secara keselu
Read more

BAB 114. Titik Balik

Mendapati pertanyaan itu, Rio menatap Edgar sejenak, namun tak memberikan jawabannya. Kemudian, ia kembali menatap ke depan, dengan pistol di genggamannya. Sementara Edgar, yang memiliki intuisi tinggi, bisa menyimpulkan jika dugaannya benar bahwa ibu tirinya merupakan dalang dari semua peristiwa yang terjadi."Ternyata dugaanku benar. Ibumu lah yang menyewa semua pembunuh bayaran ini," gumam Edgar dengan sinis, menatap Rio dengan tajam yang masih tetap diam.Edgar mendorong tubuh Rio dengan kasar. "Kenapa kau masih berdiri di sini? Bukankah seharusnya kamu bergabung dengan mereka?!" seru Edgar dengan suara keras, menuding Rio dengan jari telunjuknya. "Ini bukan waktunya bertengkar, Edgar!" bentak Rio. "Apa kau tidak lihat mereka semua sedang mengarahkan pistolnya pada kita?!" Edgar memperhatikan sekelilingnya dan menyadari betapa gentingnya situasi ini. Namun, alih-alih menuruti Rio, Edgar malah membuat keputusan yang nekat. Dalam sekejap, Edgar menarik Rio dan mengarahkan pistol m
Read more

BAB 115. Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya

Setelah Edgar memutuskan untuk tidak memberitahu kasus ini kepada orang lain, ia dan Natasha bergegas kembali ke kota. Namun, sepanjang perjalanan itu, pikiran Edgar terus disibukkan untuk mencari jalan keluar, agar istrinya terbebas dari bahaya.Natasha, yang duduk di sisi kemudi terus memperhatikan Edgar yang sejak tadi diam. "Mas?" panggil Natasha pelan.Edgar menatap Natasha dan menjawab. "Ya, sayang?""Maaf, karena sudah banyak merepotkanmu," ucap Natasha sambil menundukkan kepalanya. Suara Natasha terdengar lemah, namun penuh penyesalan. Dia merasa telah menjadi beban bagi Edgar selama ini.Edgar tersenyum dan menggenggam tangan Natasha dengan lembut. Dia bisa merasakan betapa rapuhnya wanita yang dia cintai. "Kamu tidak perlu minta maaf. Ini sama sekali bukan salahmu. Justru, aku lah yang seharusnya minta maaf karena telah membuatmu dalam bahaya."Perlahan, Edgar melepaskan genggaman tangannya dan menatap lurus ke depan, menghindari tatapan Natasha. Ada rasa bersalah yang menye
Read more

BAB 116. Puing Kenangan

"Aku sudah menikah, mana mungkin aku mempertimbangkan perasaan pria lain," jawab Natasha dengan tegas.Mendengar jawaban istrinya, Edgar tersenyum lega. "Terima kasih," ucapnya seraya mengusap pucuk kepala Natasha.Perjalanan yang terasa panjang akhirnya tiba ketika mobil Edgar sampai di mansion Abraham. Bangunan megah itu berdiri kokoh, dikelilingi taman yang luas dan penjagaan ketat. Mereka segera turun dari mobil dan memasuki rumah mewah tersebut.Namun, tiba-tiba Natasha menahan tangannya sejenak, tampak ragu. Sementara Edgar yang menggenggam tangan Natasha menatapnya bingung. "Ada apa, sayang?""Aku takut Papa akan mengusir kita, Mas," jawab Natasha dengan suara pelan namun penuh kekhawatiran.Namun sebelum Edgar sempat menjawab, suara Abraham terdengar lebih dulu dari kejauhan. "Meskipun saya belum menerimamu sebagai menantu. Tapi, saya tidak sejahat itu. Bagaimanapun, Edgar adalah putra saya, dan saya tidak mungkin mengusirnya," suaranya terdengar tegas, diiringi dengan derap l
Read more

BAB 117. Kenangan yang Terlupakan

"Apa Papa tidak memberitahumu jika sekarang kamar ini jadi milikku?" tanya Rio.Seketika, Edgar tersentak kaget mendengar pernyataan tersebut. Seluruh tubuhnya seakan membeku, matanya terbuka lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "P-Papah?" suaranya bergetar, kebingungannya jelas tergambar di wajahnya.Edgar memundurkan langkahnya dengan berat, seolah bumi di bawah kakinya menjadi tidak stabil. Kepalanya menggeleng pelan, seolah berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk."Lantas, di mana semua barang-barangku?" tanya Edgar dengan nada yang penuh kemarahan. Tanpa menunggu jawaban dari Rio, ia sudah melangkah keluar lebih dulu untuk menemui Abraham. Wajahnya memerah, dan gumpalan amarah terlihat jelas dari gerakan cepat kakinya yang menghentak-hentak lantai marmer.Natasha yang masih berada di kamar tersebut segera mengejar langkah Edgar, tidak ingin membiarkan situasi semakin memburuk. Namun, baru beberapa langkah, suara Rio yang dingin dan
Read more

BAB 118. Pria Misterius

Setelah Rio mengenakan pakaiannya, ia bergegas mencari Dini di kamarnya, sebelum wanita itu melihat keberadaan Natasha lebih dulu. Tanpa mengetuk pintu, ia melangkah masuk ke dalam kamar utama, merasa yakin bahwa saat ini Abraham tidak sedang bersama ibunya."Ada apa?" tanya Dini, menatap Rio melalui pantulan kaca meja riasnya. Tatapannya tajam, mencerminkan ketegasan dan otoritas yang selalu ia tunjukkan.Rio menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. "Mah, kita perlu bicara," ucapnya.Dini memutar kursinya perlahan, berbalik menatap Rio langsung. "Apa ada hal yang begitu penting sampai kamu masuk tanpa mengetuk?" tanyanya dengan nada dingin.Rio menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Natasha... dia ada di sini. Kuharap Mamah jangan mengganggunya." Ucapan Rio terdengar tegas dan mantap, menunjukkan bahwa ia serius dengan permintaannya.Dini melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Rio dengan pandangan sengit. "Kenapa kau berlagak seakan dia istrimu? Menjijikkan!" ser
Read more

BAB 119. Penyesalan di Balik Keputusan

"Semua itu hanya sampah, Pa! Mamah rasa lebih baik membuangnya. Lagipula, Edgar tidak semiskin itu untuk membeli yang baru," jawab Dini dengan nada tak peduli.Mendengar barang-barang pemberian mendiang istrinya disebut sampah, tatapan Abraham semakin tajam dari sebelumnya. "Apa? Sampah, katamu?" tanyanya, suaranya bergetar dengan kemarahan yang ditahan.Dini mengangguk tegas, tidak sedikit pun menunjukkan rasa bersalah. "Ya. Apa ucapan Mamah salah?!" serunya tak kalah tegas, menantang tatapan suaminya.Abraham menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak habis pikir dengan jawaban Dini yang seakan tak memiliki empati. "Percuma Papa bicara denganmu, Mah. Kamu pasti tidak akan mengerti, sebelum merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang penting bagimu," ucap Abraham dengan suara baritonnya, penuh dengan kekecewaan.Dini terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksud Papa?" tanyanya. Namun, Abraham tidak menjawab. "Mulai malam ini, sebaiknya
Read more

BAB 120. Masa Lalu

Dengan berjalan mengendap-endap, Dini keluar dari kamarnya untuk menemui pria yang masih berdiri di seberang jalan kediaman Abraham. Sesekali Dini menghamburkan pandangannya ke segala arah, memastikan jika tidak ada orang lain yang melihatnya, terutama suaminya sendiri.Udara malam terasa dingin dan sunyi, hanya suara angin yang berhembus lembut di antara dedaunan. Hati Dini berdebar kencang, bukan hanya karena takut ketahuan, tetapi juga karena perasaan tak menentu yang muncul setiap kali ia mendekati pria itu. Pria yang telah lama menjadi bayangan di hidupnya."Danu. Sudah berapa kali ku katakan, jangan pernah datang lagi kemari," seru Dini dengan suara penuh penekanan, saat langkahnya sudah berhenti di depan pria tersebut.Namun, Danu justru memainkan rambut Dini dan menciumnya, menikmati aroma yang selalu ia rindukan. "Apa kamu tidak merindukanku?" tanyanya dengan suara lembut yang terdengar mengiba.Dini menepis tangan pria itu dengan kasar. "Pergilah. Jangan sampai ada yang meli
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status