Home / Romansa / Melahirkan Anak Kembar CEO Buta / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Melahirkan Anak Kembar CEO Buta : Chapter 101 - Chapter 110

180 Chapters

Dukungan yang Dibutuhkan

"Janice, apa kau baik-baik saja?" tanya Jefry cemas saat akhirnya ia berhasil menemui Janice di ruang kerjanya. "Eh, memangnya Janice kenapa? Mengapa kau sampai bisa tahu kalau dia sedang tidak sehat?" celetuk Wina yang mendengar kecemasan Jefry. "Itu ... dilihat dari wajahnya saja aku sudah tahu kalau dia sedang tidak sehat. Pulang saja kalau kau tidak sehat, Janice! Tidak usah bekerja!" seru Jefry lagi berusaha menunjukkan wibawanya. Namun, Janice masih terlalu tegang untuk menjawab. Ia pun tetap terdiam mendengarkan perdebatan kecil antara Jefry dan Wina sampai akhirnya ia bisa bernapas normal dan kembali bicara. "Kepalaku pusing. Aku pulang dulu ya! Wina, tolong urus ijin untukku ya, aku ijin sakit!" "Eh, Janice, kau baik-baik saja kan? Janice?" Wina memanggil Janice, namun Janice hanya melangkah gontai keluar dari ruangan. Namun, begitu ia keluar dari ruangan itu, Janice mendadak seperti tersentak kaget dan kembali mengawasi sekelilingnya, takut masih ada Harlan di sana.
Read more

Mulai Parno

"Dia pulang duluan karena tidak enak badan, Bos." "Apa? Janice sakit?" "Kepalanya pusing dan aku sudah meminta sopir mengantarnya pulang." Edgard bernapas lega mendengarnya. "Seharusnya kau memberitahuku, Jefry. Aku bisa mengantarnya pulang." "Eh, maaf, Bos!" Edgard pun mengembuskan napas panjangnya. "Aku juga tidak bisa berkonsentrasi bekerja karena masalah ini, Jefry." Jefry mengangguk mengerti. "Oh ya, Bos, kau tahu siapa yang kutemui di depan ruang kerja Janice tadi?" Edgard mengernyit mendengarnya. "Siapa?" "Harlan," jawab Jefry singkat. Edgard pun langsung menegang mendengarnya. "Apa yang dia lakukan di sana, Jefry? Mengapa dia bisa ada di depan ruang kerja Janice?" Jefry yang mendengarnya pun langsung menceritakan pembicaraan singkatnya dengan Harlan dan juga ia menceritakan bagaimana Janice yang ketakutan. "Janice sudah mengatakan dengan jelas kalau dia difitnah, Bos. Tapi kami tidak sempat bicara banyak. Yang jelas dia ketakutan. Aku yakin Harlan mengatakan sesuat
Read more

Menceritakan Semuanya

Edgard terus berdecak gelisah saat menyetir mobil pulang ke rumahnya. Pikirannya mendadak memutar banyak hal dan ini sangat sulit dipercaya. Mungkin orang akan menganggapnya bodoh dan terlalu lama galau, tapi sungguh siapa pun yang berada di posisinya pasti akan mengalami kegalauan yang sama dalam memutuskan siapa yang harus ia percayai. "Sial! Sial! Kurasa sebentar lagi aku bisa gila! Janice, kau harus menceritakan padaku apa yang Harlan katakan tadi! Ya, harus!" Edgard menggenggam erat setirnya dan melajukan mobilnya makin kencang. Begitu Edgard tiba di rumahnya, Edgard pun langsung masuk ke rumah dan mendengar keributan di ruang makan sampai ia pun segera ke sana.Edgard pun begitu kaget melihat Janice sedang memarahi seorang pelayan apalagi mengatakan akan memecatnya. "Ada apa ini, Janice? Apa yang dia lakukan sampai harus dipecat?" seru Edgard sambil memicingkan matanya. Sontak semua orang yang ada di sana pun menoleh ke arah Edgard. Namun, belum sempat Janice menceritaka
Read more

Mulai Waspada

"Aku harus membawa mereka bersamaku!" Janice berseru begitu lantang saat Edgard mengatakan tidak bisa membawa anak-anak menjenguk adik Nara yang kecelakaan di desa. "Janice, tapi kita akan menghabiskan waktu di rumah sakit dan tidak akan ada yang menjaga mereka nantinya." "Aku tetap tidak akan meninggalkan anak-anakku dan memberikan kesempatan pada Harlan atau siapa pun untuk menyakiti mereka, Edgard!""Janice, kalau begitu kau tidak usah ikut! Kau di sini saja bersama anak-anak! Biar Ibu yang pergi!" sela Nara tiba-tiba. "Tidak, Ibu! Aku harus ikut! Aku harus melihat Tante, bisa saja ini perbuatan orang jahat! Kecelakaan itu pasti direkayasa!" pekik Janice lantang dengan air mata yang masih terburai. Dan Edgard pun terdiam mendengarnya. Kecelakaan yang direkayasa. Kata direkayasa rasanya langsung berputar di otaknya. Enam tahun yang lalu, Edgard merasa kecelakaannya juga direkayasa. Edgard terus meyakinkan semua orang kalau ada orang jahat yang ingin mencelakainya, tapi Tante
Read more

Berjasa untuk Keluarganya

"Ibunya mengalami patah tulang kaki tapi anaknya mengalami pendarahan otak."Janice begitu syok saat mendengar berita itu sampai tubuhnya terhuyung. Mereka akhirnya tiba di rumah sakit tempat adik Nara dirawat dan langsung dikejutkan oleh kondisi keluarga mereka yang ternyata parah. Nara sendiri juga begitu syok. Keponakannya menjelaskan kalau ibu dan kakaknya sedang mengendarai sepeda motor saat mereka ditabrak oleh sebuah mobil pick up yang melaju begitu kencang. Sopir pick up juga mengalami luka, namun tidak separah adik Nara dan anaknya. "Sopir pick upnya mengaku mengantuk karena belum tidur sejak semalam dan terus memuat barang." Janice begitu frustasi mendengarnya sampai ia terus menangis. Edgard pun mengajak Janice duduk di kursi dan terus memeluknya sambil ia sendiri berpikir keras. Namun, Janice membuyarkan pikirannya saat ia mulai berceloteh. "Aku tahu sepupuku selalu membawa sepeda motor dengan hati-hati, apalagi karena dia membonceng ibunya. Sopir pick up itu benar
Read more

Kelegaan dan Rasa Aman

"Anak-anak itu ada di rumah Bu Elizabeth."Harlan melapor hasil kerjanya pada Miriam malam itu termasuk melaporkan bahwa anak-anak Janice dititipkan di rumah Elizabeth. Miriam yang mendengarnya langsung mendengus kesal. "Pintar sekali ide menitipkan anak-anak sialan itu di rumah ibuku!"Harlan pun mengangguk. "Sebelum mereka pergi, mereka mengantar anak-anak itu dulu." "Huh, apa mereka pikir aku tidak bisa menjangkaunya? Itu rumah ibuku, tidak sulit bagiku untuk masuk ke sana! Dasar wanita sialan! Tidak akan kubiarkan kau mempengaruhi ibuku juga!" Miriam mengepalkan tangannya dan menggebraknya ke meja ruang kerjanya dengan wajah menahan emosinya. "Berani sekali dia buka mulut dan menyebut nama kita, Harlan!""Kita lihat saja apa dia bisa bertahan dengan tekanan yang kita buat! Dia harus tahu kalau sedikit saja dia buka mulut, maka satu persatu orang yang dikenalnya akan menerima akibatnya!" "Aku tidak akan membuatnya hidup tenang sampai dia pergi selamanya dari hidup Edgard dan
Read more

Pilih Kasih

Beberapa hari berlalu sejak kecelakaan dan hari kembali tenang. Kondisi adik Nara dan anaknya pun berangsur membaik dan Janice yang mendengar beritanya pun begitu senang. Edgard dan Janice sendiri sudah pulang ke kota, sedangkan Nara tetap tinggal di desa bersama keluarganya. "Jaga anak-anak, Janice! Jangan khawatirkan Ibu! Semuanya baik-baik saja di sini!" kata Nara di telepon." "Syukurlah, Ibu! Besok aku juga akan ke sekolah bersama Edgard. Grandma akhirnya mendaftarkan anak-anak sekolah dan anak-anak juga begitu antusias." "Iya, mereka sudah bercerita pada Ibu. Jadi besok adalah hari pertama mereka bersekolah?" "Hmm!" Janice mengangguk. "Rasanya masih seperti mimpi, Ibu. Dulu aku berpikir begitu keras bagaimana menyekolahkan anak-anak dan sekarang mereka malah masuk ke sekolah yang bergengsi. Aku bersyukur sekali!" "Ibu juga bersyukur, Janice. Tapi tetap saja kalian harus segera melakukan pernikahan yang sah agar nama anak-anak jelas dan semua dokumennya juga jelas. Lagipula
Read more

Hubungan Tanpa Status

"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang Harlan, Jefry?" Edgard mengajak Jefry ke ruang kerjanya malam itu untuk mendengarkan laporan Jefry. "Maaf, Bos, untuk saat ini belum ada. Aku meminta dua orang untuk mengikuti Harlan dan Bu Miriam, tapi beberapa hari ini mereka nyaris selalu bersama. Di mana ada Bu Miriam, di sana ada Harlan, sama sekali tidak ada yang mencurigakan dari pergerakan mereka." "Dan Bu Miriam pun kebanyakan berada di rumah. Kalau dia keluar pun, tempat yang dikunjunginya hanya Orion untuk mencari Pak Devan atau perusahaan lain yang masih dia urus. Ah, dia juga ke rumah Grandma satu kali tadi siang." Jefry melaporkan semua yang Harlan dan Miriam lakukan dan Edgard hanya mengangguk mengerti. "Lalu yang lain-lain? Aku memintamu menyelidiki apa yang Harlan lakukan dulu, apa kau sudah berhasil?" "Itulah yang belum berhasil, Bos. Tapi aku sedang dalam tahap pendekatan dengan manager finance di sana." Edgard memicingkan mata mendengarnya. "Manager finance? Wanit
Read more

Bukan Masuk Angin Biasa

"Dah, Mama ...." Janice terus tertawa, namun ada rasa sedih juga saat melepas Collin dan Calista masuk ke kelasnya untuk pertama kalinya. Guru di sekolah mengijinkan Janice dan Edgard masuk, tapi hanya mengantar sampai ke depan kelas saja karena pelajaran akan segera dimulai. Collin dan Calista memang masuk di pertengahan semester. Awalnya Janice berniat memasukkan anaknya sekalian waktu SD saja, tapi Grandma memaksa anak-anak itu harus sekolah di TK. Grandma pun menyiapkan semuanya dengan kilat dan di sinilah Collin dan Calista berada. Rasanya Janice begitu terharu sampai terus merekam anak-anaknya sampai masuk ke kelas untuk nanti diberikan pada Nara agar ibunya itu juga bisa melihat cucu-cucunya di hari pertama mereka bersekolah. Edgard sendiri ternyata juga sama antusiasnya mengantarkan anaknya bersekolah pada hari pertama. Jefry sendiri tidak ikut mengantar karena Jefry harus mengurus rapat yang ditinggalkan Edgard demi mengantar anak-anaknya sekolah, tapi Tito dan bebera
Read more

Kecemasan Calon Papa

"Uhuk ... uhuk ...." Edgard langsung menepuk-nepuk dadanya sendiri. "Eh, kau kenapa, Edgard? Hati-hati kalau minum!" tegur Elizabeth. "Ah, aku tidak apa, Grandma. Aku hanya terkejut mendengar ucapan absurd Grandma." "Apanya yang absurd? Siapa tahu saja Janice memang hamil dan si kembar akan punya adik." "Eh, Collin mau punya adik?" pekik Collin kaget."Calista juga mau punya adik? Calista mau adik girl, Mama ...." "Collin mau adik boy, Mama ...." Mereka pun terkikik karena tadi di sekolah mereka belajar tentang boy dan girl. "Girl saja, Collin!" seru Calista gemas. "Boy saja!" balas Collin tidak terima. "Girl saja! Collin kan sudah punya banyak teman bermain, ada Uncle Jefry, ada Uncle Tito! Jadi girl saja!" seru Calista lagi. "Boy saja!" Dengan cepat, Collin dan Calista pun terlibat perdebatan seperti biasa sampai Janice memutar bola matanya kesal. "Collin, Calista, sudah cukup, jangan bertengkar di depan Grandma buyut!" "Calista duluan, Mama ...." "Collin duluan ...."
Read more
PREV
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status