"Terima kasih, Brandon. Kau sangat baik. Sangat-sangat baik," suara Emily mendadak tipis dan serak. "Ya, aku tahu. Kalau Cayden sudah sembuh nanti, mari berkumpul. Kita rayakan kemenanganmu." "Kuharap kau sudah bisa mengajak seorang gadis saat itu," ujar Emily, sedikit ragu. Ia takut menyinggung. Sesuai dugaan, Brandon menggeleng. "Kurasa tidak secepat itu. Butuh gadis yang luar biasa untuk menggeser posisimu." Emily tersenyum kecut. "Omong-omong, aku punya satu permintaan untukmu." "Apa?" "Tolong jangan meninju Cayden saat kalian bertemu." Tawa Brandon akhirnya terdengar lepas. Sambil menyembunyikan air mata, ia menatap Emily dengan penuh kerinduan. "Aku tidak mungkin melakukan itu. Aku tidak mau kau membenciku." Tak ingin kesedihannya terendus, Brandon cepat-cepat menghela napas. "Ah, aku jadi tidak sabar menunggu momen itu. Tapi, laki-laki itu tidak akan menghajarku, kan? Siapa tahu, dia kesal k
Read more