Home / CEO / Pengawal Misterius Nona Pewaris / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pengawal Misterius Nona Pewaris: Chapter 31 - Chapter 40

111 Chapters

31. Bukan Pacar Bayaran

Selang satu anggukan, Jasper pergi lebih dulu ke lift. Tampak jelas bahwa dirinya memang pemilik hotel. Sementara itu, Prince berbisik, "Kau yakin mau memenuhi undangan laki-laki itu? Dia bisa saja mengetahui identitasmu, dan kalau ada orang yang mengenalimu di ruang makan, kita bisa viral. Seluruh dunia bisa gempar kalau mereka tahu kau punya calon suami sepertiku." "Tenang. Kita berada di negara paling terisolasi secara geografis di muka bumi. Tidak akan ada yang mengenaliku. Sekarang yang terpenting adalah membungkam mulut pria sombong itu. Aku paling tidak suka kalau seseorang membuatku malu." "Dia meremehkan aku. Kenapa kau yang malu?" Mata Prince menyipit. Emily membalas tatapannya dengan mata bulat. "Apakah kau lupa? Kau sedang berperan sebagai calon suamiku. Dengan dia menghinamu, itu artinya dia menghina seleraku. Aku tidak bisa membiarkan itu. Sebelum melanjutkan misi, aku perlu memberinya pelajaran terlebih dahulu." Sementara Prince tersenyum simpul, Emily menep
Read more

32. Prince dan Princess

"Nona Cantik, tidakkah kau lihat? Dia jelas bukan dari kalangan atas. Dia bukan pebisnis seperti kita. Aroma miskinnya bahkan begitu kentara sekalipun kau sudah berusaha untuk menutupinya dengan pakaian mahal." Jasper melirik Prince dengan tatapan meledek. Melihat itu, wajah Emily berubah cemberut. Namun, saat ia hendak bicara, Prince menyela. "Mengapa Anda bisa menilai saya miskin, Tuan? Kalau bukan dari tuksedo ini, apakah dari pakaian yang saya kenakan di pesawat?" Gaya bicaranya santai. "Itu terpancar jelas dari wajahmu. Apakah kau tidak pernah bercermin? Kau terlihat lusuh." Tanpa terduga, Prince mendengus. "Kalau begitu, Anda bicara tidak berdasarkan fakta ataupun data. Itu hanya asumsi Anda. Apakah karena Anda iri?" Jasper tersentak. "Apa kau bilang?" "Aku punya kehidupan yang fleksibel. Tidak ada bisnis yang perlu kuawasi. Aku bisa bebas berekspresi. Meskipun hanya mengandalkan royalti, hidupku sudah lebih dari cukup dan terasa berarti." "Bukankah itu artinya
Read more

33. Kebenaran Mulai Terungkap

"Quebracha adalah perusahaan properti?" gumam Emily setelah membaca website dari perusahaan tersebut. Sambil berkedip-kedip, ia mengumpulkan memori. Saat itulah, suara Cayden kecil terngiang dalam benaknya. "Perusahaan keluargaku bergerak di bidang properti. Karena itulah, aku tertarik pada bangunan. Aku ingin mengikuti jejak ayah dan pamanku. Tapi sepertinya, aku akan lebih fokus ke desain interior nanti." Emily mendesah lirih. Ia sudah sering mencari informasi mengenai perusahaan properti di T City. Ia juga pernah membaca tentang Quebracha sekilas. Karena tidak menemukan nama Cayden, ia melewatinya. Namun kini, ia tidak mau lagi gegabah. Dengan petunjuk dari Jasper, mustahil ia rela membiarkan Quebracha lolos dari pantauannya. "Apa yang membuat keluarga itu menghilang? Mungkinkah karena perebutan kekuasaan? Tapi kenapa mereka benar-benar lenyap dari peredaran?" Emily pun melakukan pencarian lain di ponsel. Sayangnya,
Read more

34. Tinggal Kenangan

Setibanya di sebuah peternakan, Emily langsung mengetuk pintu. Jantungnya berdebar hebat selagi menunggu. Ia tidak yakin bagaimana harus menyapa atau bertanya. Otaknya terlalu penuh dengan rasa takut dan cemas. Saat pintu terbuka, punggungnya tidak bisa lagi bertambah tegak. Kedua tangannya terkepal erat di sisi badan, sesekali meremas celana. "Sky?" sapanya spontan begitu seorang wanita muncul dari dalam. Namun, menyadari bahwa sosok di hadapannya itu bukanlah seorang gadis muda melainkan wanita paruh baya, ia cepat-cepat meralat. "Nyonya Hills." Alice Hills pun terperangah. Matanya berkedip-kedip mengamati wajah Emily. Sesekali ia melihat ke arah langit, memastikan bahwa hari memang sudah gelap. "Emily? Apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini?" desahnya lirih. Emily tersenyum tipis. Ia sadar pelupuknya telah memanas. Air mata pasti telah membutir di situ. "Maaf mengganggumu malam-malam begini. Aku sebenarnya berencana untuk datang besok pagi. Tapi ada hal pen
Read more

35. Kenyataan yang Mengejutkan

Saat terbangun, Emily langsung terbelalak melihat wajah bulat di depannya. Ia ingat dirinya telah bertemu Sky semalam. Ia juga ingat ketika semuanya berubah gelap. Namun kini, mengapa Sky mendadak kembali muda? "Apakah ini mimpi? Aku masih tertidur?" Sambil berkedip lemah, Emily memeriksa sekeliling. Ia sedang berada di sebuah kamar. Tubuhnya berbaring di atas ranjang. Pakaiannya masih sama dengan semalam. Ukuran tubuhnya juga. Lalu mengapa Sky jadi berbeda? "Sky?" tanyanya lirih. Tiba-tiba saja, gadis kecil berambut keriting itu tertawa. Suaranya mirip dengan Sky muda. "Aku bukan Sky, tapi Summer." Alis Emily terangkat lebih tinggi. "Summer? Orang yang menemani Sky pergi dari Perancis? Yang menamai seekor anjing dengan namaku? Kau masih anak-anak?" Gadis kecil itu mengangguk lucu. Dengan piama bermotif domba dan pose kedua tangan menekan paha, ia terlihat menggemaskan. "Ya, itulah namaku. Aku lahir di musim dingin, tapi Mama memberiku nama Summer. Mama bilang, ak
Read more

36. Terkurung dalam Kegelapan

"Ini yang kau temukan? Cayden ... telah berbaring di sini?" Emily tersedak oleh kesedihan. "Itulah yang pertama kali kupikirkan sebelum akhirnya, aku menemukan kejanggalan." Air mata Emily seketika membeku di pelupuk. "Kejanggalan?" Sky membuka halaman kedua. Potongan artikel berita tersusun rapi di sana. "Ini adalah hasil tangkapan layar yang dulu ingin kuperlihatkan padamu. Kau tahu? Saat itu, ini menjadi berita besar. Tapi hanya dalam beberapa jam, semua berita itu hilang." Bola mata Emily bergetar samar. Ia telusuri satu per satu artikel di depannya. “Quebracha Berduka. Kecelakaan maut telah merenggut nyawa putra terbaiknya.” “Cayden Evans meninggal setelah sempat dilarikan ke rumah sakit. Princeton Evans, sang adik, kini sedang berjuang melewati fase kritis." "Pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait penyebab kecelakaan. Pihak keluarga menduga itu adalah pembunuhan berencana." Kemudian, perhatian Emily beralih ke foto dua pria yang tampak serupa dan fami
Read more

37. Takdir dan Tujuan

"Domba Keriting, jangan nakal! Ayo pakai kalungmu! Kamu sudah kupilih untuk menjadi pemimpin. Kamu perlu ini supaya teman-temanmu mau menurut, dan supaya aku lebih mudah mengenalimu. Domba Keriting!" Summer berlari sambil melambai-lambai. Di tangannya, tergantung seutas tali yang telah diikat dengan sebuah lonceng. Entah karena takut pada bunyi gemerincing atau suara si gadis kecil, domba yang diincar terus menjauh. Alhasil, mereka berdua lari berputar-putar pada arena di dalam pagar. "Summer, berhentilah mengejar domba malang itu! Apakah kau tidak kasihan padanya? Dia ketakutan. Kalau dia stres, bulunya bisa rontok nanti." Bukannya mendengarkan, Summer malah berlari lebih kencang. Tawanya yang bergema menggelitik semua hati yang mendengar. "Tidak, Mama. Domba itu adalah calon pemimpin kawanannya. Dia tidak boleh takut menghadapi apa pun. Dia harus tegas dan pemberani. Karena itu, dia harus memakai kalung. Ini adalah lambang keberaniannya. Domba Keriting!" Sambil meng
Read more

38. Undangan Pertemuan

"Ini ...." Emily menarik napas dalam-dalam. Matanya tidak bisa lepas dari nama si pengirim pesan. "Apakah ini Prince—maksudku Cayden? Karena dia tidak bisa memberitahuku secara langsung, dia terpaksa menghubungiku lewat email?" Dengan mata berkaca-kaca dan hati yang penuh harap, Emily membuka pesan. Saat itulah, jantungnya berdebar hebat. Paru-parunya mendadak penuh dengan emosi yang didominasi oleh kegembiraan. Cayden Evans melampirkan sebuah gambar! Pada badan teksnya, terdapat sebuah kalimat, "Fotografi human interest telah menjadi favoritku sejak foto ini." "Ini jelas kata-kata Prince. Tidak salah lagi. Ternyata dia memang benar-benar Cayden! Lalu apa ini? Mungkinkah ...." Emily menelan ludah. Dengan jemari yang gemetar, ia mengunduh file. Begitu gambar ditampilkan, ia cepat-cepat menutup mulutnya. Seiring dengan desah tawa, keharuan menetes dari sudut mata. Itu adalah foto dirinya yang berumur empat tahun di peternakan kuda! Foto yang diambil oleh Cayden tanpa sepengetah
Read more

39. Menemui Cayden

"K-kau siapa?" tanya Emily dengan suara tercekat. Sekujur sarafnya menegang. Ia seperti sedang melihat hantu di depannya. Mengetahui ketakutan sang gadis, pria bertopeng itu kembali bersembunyi dalam bayang-bayang. Saat itulah, Emily dapat melihat jalannya yang pincang meski telah dibantu oleh sebuah tongkat. "Apakah aku menakutimu?" Pria itu menunduk. Sebelah tangannya terangkat memastikan bahwa topengnya terpasang dengan benar. "Maaf, aku tidak bermaksud begitu. Kalau saja aku tahu kau tidak sanggup melihatku ...." Pria itu mendesah berat. "Aku seharusnya tidak menepati janjiku untuk menemuimu." Emily berkedip bingung. Matanya enggan berpaling dari sang pria. "Kau yang mengirimiku email itu? Kau ... sungguh Cayden?" Sang pria meruncingkan telunjuk. Alih-alih menjawab, ia malah masuk dan kembali bersama sebuah kotak berukuran agak besar yang tampaknya berat. "Apa itu?" tanya Emily was-was. "Kau sudah bersusah payah datang kemari. Sangat disayangkan kalau perjalana
Read more

40. Aku Cayden Evans

Semakin lama Emily memikirkan Prince, semakin banyak duri yang tumbuh di hati. Ketika ia tidak tahan mengatasi nyeri, tangannya terangkat mencengkeram dada. "Tapi itu tidak seperti sandiwara. Aku merasa dia tulus—" "Itu hanya akal-akalannya saja, Emily. Dia mahir melakukan itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia berhasil menggaet banyak perempuan di luar sana? Dia berpura-pura menjadi diriku." Sementara Emily terjebak dalam kebingungan, Cayden berkata lembut, "Prince yang bersamamu selama beberapa hari terakhir ini palsu. Dia hanya sedang berusaha memenuhi misi terakhirnya untuk menghancurkan hidupku. Dia tahu betapa pentingnya dirimu bagiku. Dia ingin merebutmu, memilikimu seutuhnya sehingga aku patah." Emily tanpa sadar menggelengkan kepala. Ia masih kesulitan mencerna informasi yang terlalu mengejutkan baginya. "Kau adalah motivasiku untuk bertahan, Emily. Kalau sampai kau jatuh dalam pelukannya, aku tidak bisa membayangkan hidupku akan menjadi seperti apa. Aku tidak pun
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status