Share

40. Aku Cayden Evans

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Semakin lama Emily memikirkan Prince, semakin banyak duri yang tumbuh di hati. Ketika ia tidak tahan mengatasi nyeri, tangannya terangkat mencengkeram dada.

"Tapi itu tidak seperti sandiwara. Aku merasa dia tulus—"

"Itu hanya akal-akalannya saja, Emily. Dia mahir melakukan itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia berhasil menggaet banyak perempuan di luar sana? Dia berpura-pura menjadi diriku."

Sementara Emily terjebak dalam kebingungan, Cayden berkata lembut, "Prince yang bersamamu selama beberapa hari terakhir ini palsu. Dia hanya sedang berusaha memenuhi misi terakhirnya untuk menghancurkan hidupku. Dia tahu betapa pentingnya dirimu bagiku. Dia ingin merebutmu, memilikimu seutuhnya sehingga aku patah."

Emily tanpa sadar menggelengkan kepala. Ia masih kesulitan mencerna informasi yang terlalu mengejutkan baginya.

"Kau adalah motivasiku untuk bertahan, Emily. Kalau sampai kau jatuh dalam pelukannya, aku tidak bisa membayangkan hidupku akan menjadi seperti apa. Aku tidak pun
Pixie

Jreng jreng jreeeng .... Apa yang terjadi selanjutnya? Tunggu besok pagi yaa. Terima kasih sudah membaca!

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Dewi Novita
aduhhh bingunggg.. yg mn ini yg benar
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
terusss itu makam siapa yah.. jahat bener
goodnovel comment avatar
puji amriani
semakin penasaran. cayden sih gak ngaku dari awal tuh Emily udah dihasut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   41. Di Mana Emily?

    "Cayden Evans?" Summer menyipitkan mata. Kedua tangannya masih menempel di pinggang. "Aku tidak pernah mendengar nama itu. Siapa kamu, Cayden Evans?" "Aku seorang fotografer yang telah mengenal Emily jauh sebelum ibumu mengenalnya. Kami sudah lama terpisah, tapi baru sekarang kami bisa bertemu lagi. Aku bahkan bisa ada di NZ karena mengikutinya." Bibir Summer mengerucut. Pipinya sedikit menggembung. "Apa buktinya kalau kau teman Bibi Emily?" Prince berlari mengambil kameranya. Ia tunjukkan foto dirinya dan Emily di Mont Saint Michel. Summer pun memperhatikan dengan saksama. "Laki-laki ini tampak sepertimu," gumamnya sembari membandingkan. "Mata, hidung, mulut. Kurasa ini memang dirimu. Kau juga terlihat akrab dengan Bibi Emily. Kalau begitu, sekarang aku percaya kau berteman dengan Bibi." Merasa gemas, Prince mengelus kepala Summer. "Kalau begitu, bisa tolong kau panggil Emily sekarang? Ada hal penting yang perlu kubicarakan dengannya." "Bibi tidak ada di sini, Tuan. Dia

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   42. Dia Pembunuh

    "Emily ...." Prince tampak senang telah menemukan Emily. Namun, melihat siapa yang berdiri di belakang sang gadis, wajahnya berubah cemberut. Ia cepat-cepat menghampiri. Sayangnya, pria bertopeng maju ke depan Emily. Sambil mengacungkan tongkat ke arah Prince, ia menggertak, "Jangan mendekat!" Kemudian, ia menoleh tipis ke balik pundaknya. "Jangan takut, Emily. Aku akan melindungimu." Prince mendengus mendengar itu. Sambil memiringkan kepala, menatap gadis yang mengintip di belakang musuh, ia berkata lembut, "Nona Harper, cepat kemari. Menjauhlah dari laki-laki itu. Dia pembunuh." Alis Emily berkerut. Ia terjebak lagi dalam kebingungan yang membuatnya mematung. Siapa yang harus ia percaya? Prince atau "Cayden"? "Nona Harper?" Suara Prince menggetarkan hati Emily. Selang satu helaan napas, ia akhirnya buka suara. "Kalian berdua, bisakah kalian berdamai saja? Kalian bersaudara. Kalian tidak seharusnya bermusuhan." Prince terbelalak menatap Emily. "Kau bilang kami berdua ber

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   43. Berkorban Demi Cinta

    "Emily, ayo pergi dari sini!" desak pria bertopeng sambil menariknya pergi. Akan tetapi, Emily enggan bergerak. Ia sama sekali tidak bergeser dari posisi. "Kau mau meninggalkan Prince sendirian di sini? Dia bisa mati!" "Tidak usah pedulikan dia. Luka tembak itu sudah biasa baginya. Dia hanya berpura-pura kesakitan demi mendapatkan simpatimu." Emily mendesah tak percaya. Ia menarik lengannya dari genggaman "Cayden", berbisik, "Tidak. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian." Emily kembali membungkuk, membantu Prince berdiri. Namun, lagi-lagi, ia dihalangi. "Emily, dengarkan kata-kataku. Ikut aku dan tinggalkan laki-laki ini." "Dia adikmu, Cayden! Meskipun benar dia pernah mencelakaimu, kau tidak berhak membunuhnya. Di mana nuranimu?" timpal Emily dengan suara serak. Hidungnya kembang-kempis mengimbangi emosi. Sementara Cayden mendesah tak percaya, Emily kembali memperhatikan pria yang masih menekan luka. "Ayo, Prince. Jangan sampai kau kehabisan darah." "Kau le

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   44. Harus Berpisah

    "Cayden berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkanmu. Dia bahkan membahayakan nyawanya sendiri, tapi kau malah memasrahkan diri di hadapan pembunuh itu? Kau seharusnya lari menyelamatkan hidupmu! Tapi apa yang kau lakukan di sini?" Emily tertunduk sembari mengepalkan tangan. Ia tidak perlu bertanya siapa wanita yang berani menampar dan memarahinya. Ia tahu. Itu pasti Grace Evans. "Aku tidak bisa meninggalkan Cayden sendirian di sini," gumamnya lirih. "Memangnya apa yang bisa kau lakukan dengan tetap berada di sini? Lukanya bisa sembuh sendiri? Kau hampir membuat pengorbanannya sia-sia. Kau beruntung kami tiba tepat waktu. Kalau tidak? Kau mau Cayden terbangun dalam penyesalan dan kemarahan yang teramat besar?" Tiba-tiba, Emily menegakkan kepala. Matanya berbinar kecil memantulkan harapan. "Cayden pasti akan bangun, kan? Dia pasti sembuh dan sehat lagi?" Grace menghela napas tak percaya. Ia sudah mengomeli Emily panjang lebar. Namun, hanya bagian itu yang dicerapnya? "Aku

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   45. Hiburan Singkat

    Setibanya di L City, Emily bukan disambut oleh keluarganya sendiri, melainkan panggilan video dari Summer. Balita itu merengek ingin menghubungi Emily. Mau tidak mau, Sky memenuhi permintaannya lewat ponsel Orion. "Halo, Bibi Emily. Bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja? Kudengar kau sedang mendapat masalah. Kau sampai harus pulang lebih cepat dan mengingkari janjimu padaku. Padahal, aku sudah sangat bersemangat untuk mengajakmu ke gua. Aku bahkan menyiapkan bekal lebih banyak dari biasanya. Tasku menjadi jauh lebih berat sampai-sampai talinya mau lepas. Tapi aku terpaksa membongkarnya lagi karena rencana itu batal." Emily tersenyum kecut mendengar ocehan itu. "Maaf, Summer. Aku terpaksa meninggalkan NZ tanpa berpamitan denganmu. Apakah kau marah padaku?" "Ya, sedikit. Aku kesal karena kamu sudah harus pergi di saat masih ada banyak hal yang harus kita lakukan bersama. Aku bahkan sudah menyusunnya dalam daftar." "Begitukah? Apa saja yang kau tulis di sana?" Bibir Summ

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   46. Pulang

    Begitu memasuki gerbang rumahnya, Emily langsung menelan ludah. Beberapa orang telah berkumpul di depan pintu utama. Ia bisa menebak siapa saja yang ada di sana. "Orion, kenapa mereka semua berkumpul di situ? Apakah mereka sudah bersiap untuk memarahiku?" bisik Emily, gugup. Orion mendengus kecil. "Mungkin mereka mau menyambutmu. Berpikir positif saja," celetuknya santai. Ketika mobil berhenti, ia bergegas turun meninggalkan Emily. "Orion, tunggu! Kita turun bersama. Orion!" Tidak digubris, Emily hanya bisa meringis. Ia sudah mau menangis. "Aku belum menyiapkan alasan untuk membela diri," batinnya seraya mendesah pasrah. Mau tidak mau, ia keluar dari pintu yang dibukakan oleh sopirnya. "Emily ...." Kara Harper langsung menyambutnya dalam dekapan. Matanya terpejam. Helaan napasnya dalam. Ia lega sang putri berhasil pulang dengan selamat. "Mama," bisik Emily seraya mengepalkan tangan. Rasa bersalah telah menggumpal dalam tenggorokannya. "Maafkan aku." Sambil mengusap ram

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   47. Disambut Wartawan

    "Kenapa Louis melarangku untuk tahu? Apa yang terjadi pada Cayden? Dia baik-baik saja, kan? Operasinya pasti lancar. Grace bilang dia mengusahakan yang terbaik untuk Cayden." Emily berkedip-kedip menghalau air mata. Ia tidak mau menangis. Ia hanya ingin tertawa menerima kabar baik. "Operasinya memang berjalan lancar. Kondisi Cayden juga stabil. Tapi, hingga Grace mengabariku sekitar satu jam yang lalu, dia masih belum bangun." Mata Emily membulat tak percaya. Helaan napas berembus cepat dari mulutnya. "Kenapa dia belum bangun? Bukankah semuanya lancar? Tim medis macam apa yang menanganinya? Mereka serius dan profesional, kan?" Orion menggenggam kedua lengan Emily. Sorot matanya penuh simpati. "Emily, tenang. Cayden adalah orang yang kuat. Buktinya, dia sanggup bertahan meskipun tubuhnya menyerap banyak racun dan kehilangan banyak darah. Para dokter bahkan kagum padanya. Kalau Cayden orang biasa, dia pasti sudah lumpuh atau mungkin mati otak."

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   48. Kedatangan Tamu

    Mendapat pertanyaan semacam itu, Emily mematung. Otaknya berputar cepat memilah jawaban yang pantas diutarakan. Semua wartawan kompak menjaga hening. Beberapa orang bahkan menahan napas. "Apakah sudah ada seseorang yang saya cinta?" Emily mengulang pertanyaan dengan kepala yang dimiringkan sedikit. Sembari mengembalikan senyum, Emily menegakkan kepala lagi. "Maaf. Sepertinya, saya belum bisa menjawab pertanyaan ini." Para wartawan langsung ramai menggumamkan kekecewaan. Hanya segelintir yang masih menaruh harap. "Apakah Anda menolak untuk menjawab karena khawatir menyinggung perasaan Tuan Young?" Semua orang sontak melirik wartawan muda yang memegang pensil. Sebagian dari mereka mencibir. Akan tetapi, Emily tetap menjawab pertanyaan tak berbobot itu dengan wajah ramah. "Bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga perasaan orang lain? Saya menolak untuk menjawab agar kalian berhenti berspekulasi. Apakah kalian sadar? Kalian memiliki kuasa untuk menggiring opini publi

Bab terbaru

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 3. Pengalaman Terbaik

    Setibanya di ketinggian 186 meter dari muka jalan, mata Emily langsung berbinar. Ruangan yang baru dimasukinya itu berdinding kaca. Pemandangan kota Auckland terpampang indah di baliknya. "Selamat datang di menara tertinggi di NZ, Paman dan Bibi. Menara ini adalah ikon kota Auckland, dibangun pada tahun 1994 dengan ketinggian total mencapai 328 meter. Dari lantai ini, Paman dan Bibi bisa menikmati pemandangan kota sejauh 360 derajat. Makan malam kalian pasti akan menjadi sangat romantis dan mengesankan," terang Summer dengan penuh antusiasme. Emily tersenyum manis. Sambil merangkul pinggang Cayden, ia berbisik, "Kita tidak salah memilih pemandu." Kemudian, ia kembali menatap si pemandu cilik. "Terima kasih, Nona Hills Kecil. Aku suka sekali tempat ini." Summer mengulum senyum. Rasa bangga memenuhi hatinya. Sambil berkacak pinggang, ia mengangguk mantap. "Kalau begitu, selamat menikmati makan malam, Bibi. Silakan menempati meja yang kami siapkan khusus untuk kalian. Setelah kalian

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 2. Bulan Madu

    "Paman Cayden! Bibi Emily!" sapa Summer begitu pengantin baru itu keluar dari gerbang kedatangan. Tangannya yang memegang selembar karton terayun-ayun. Nama Cayden dan Emily yang tertempel di situ nyaris melayang ke udara. Dari kejauhan, Emily melambai ke arahnya. Tawa sang balita pun bergema. Kakinya melompat-lompat girang. Namun, melihat bagaimana si pengantin baru berjalan, keceriaannya berganti menjadi keheranan. "Oh, Mama? Ada apa dengan kaki Bibi? Kenapa dia berjalan seperti itu?" Mendengar celetukan sang putri, Sky mematung. Lengkung bibirnya ikut membeku. "Mama rasa tidak ada yang salah dengan Emily," sangkalnya ragu. "Tidak, Mama. Biasanya Bibi tidak berjalan seperti itu. Dia jadi terlihat aneh. Apakah kakinya masih sakit karena terlalu banyak berdiri di pernikahannya minggu lalu? Atau mungkin, gaunnya terlalu berat? Kakinya jadi kelelahan?" Sky meringis. "Summer, bagaimana kalau kita berhenti membahas itu? Emily adalah seorang perfeksionis. Mood-nya bisa rusak kala

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 1. Malam Pertama (+18)

    "My Prince, kau yakin tidak akan menyesal pulang ke sini? Kita masih bisa menyewa hotel untuk malam pertama kita kalau kau mau," bisik Emily saat Cayden menggendongnya menuju kamar. Cayden tertawa lirih. Desah napasnya terdengar menggelitik di telinga Emily. "Bukankah ini rumah kita juga? Apa salahnya pulang kemari?" "Memang tidak ada yang salah. Hanya saja," Emily tertunduk menutupi malu, "orang tua dan saudaraku juga tinggal di sini. Apakah tidak masalah kalau kita melakukannya di dekat kamar mereka?" "Kita akan melakukannya di kamar kita sendiri, Emily. Mereka tidak mungkin mengintip. Lagi pula, kita sudah pernah membahas ini, kan? Kau tidak keberatan." Cayden diam-diam merasa gemas pada sang istri. Emily meringis kecil. "Ya, memang. Saat itu, aku tidak berpikir sejauh ini." "Sejauh apa?" Cayden menaikkan alis. Sekarang mereka sudah tiba di lantai atas. Melihat pintu kamar mereka, jantung Emily semakin berdebar. Ia tanpa sadar menelan ludah. "Aku tidak memperhit

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   108. Kemenangan Sejati

    "Berbahagialah dalam kehidupan barumu nanti. Jangan cengeng lagi," bisik Louis. "Aku sudah tidak cengeng, Louis," sanggah Emily. "Buktinya kau sekarang menangis." Louis memeriksa mata Emily. "Kau juga menangis." Louis menggeleng. "Aku tidak menangis. Mataku terkena hawa AC." Sementara Emily mendesahkan tawa lagi, seorang staf WO datang menghampiri. "Tuan Harper, waktunya beraksi." Emily tercengang melihat boneka lemon yang diberikan staf itu kepada Louis. "Kenapa Yemon ada di sini?" Louis tersenyum usil. "Bukankah dia boneka kesayanganmu? Dia akan sedih kalau melewatkan momen spesialmu. Jadi, dia juga harus ikut andil." "Ikut andil bagaimana?" Louis mengeluarkan kotak cincin dari sakunya. Setelah menggoyang-goyangkannya sejenak, ia masukkan kedua cincin ke dalam saku rahasia Yemon. "Kantong ajaibnya selalu berguna." Ia kedipkan sebelah mata. Emily mendesah tak percaya. Saat Louis mengenakan kacamata hitamnya dan pergi menjalankan tugas, ia hanya bisa menggeleng-geleng t

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   107. Pernikahan Cayden dan Emily

    "Bagaimana kalau kita menepati janji yang sempat tertunda?" bisik Emily, membuat Cayden mengangkat alis. "Maksudmu NZ?" Emily mengangguk. Cayden pun tersenyum. Ia menoleh ke arah ponsel. "Apakah kau keberatan kalau mengunjungi cacing yang menyala dalam gua lagi, Summer?" tanyanya. "Paman dan Bibi mau berbulan madu di NZ?" Suara Summer semakin ringan. Mendapat anggukan dari kedua calon pengantin, tawanya mengudara. "Aku suka pilihan itu. Paman dan Bibi bisa berfoto bersama cacing yang menyala. Lalu, aku akan mengajak kalian menjelajahi pulau utara dan selatan. Kita bisa rafting, bungee jumping, hiking. Semua hal seru bisa kita lakukan bersama. Maksudku, kalian berdua sedangkan aku dan Mama. Kita lakukan bersama-sama tapi secara terpisah!" Emily tersenyum manis membayangkan keseruan itu. "Oh, aku jadi tidak sabar ingin bulan madu." "Menikah saja dulu, baru pikirkan bulan madu," celetuk Sky geli. "Tapi, kuharap kalian tidak menyesal memilih Summer sebagai pemandu." "Kenapa haru

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   106. Kondisi Summer

    Begitu giliran Louis yang diinterogasi, Emily bergegas masuk ke mobil. Ia sudah tidak sabar ingin menghubungi Alice. Hatinya tidak tenang semenjak polisi mengatakan bahwa Sky dan Summer tidak jadi terbang. "Nyonya Hills?" Perasaannya semakin tidak karuan saat melihat Alice berada di rumah sakit. "Apa yang terjadi? Di mana Sky dan Summer? Mengapa mereka tidak jadi terbang ke sini?" Alice tersenyum kecil. "Maaf kalau putri dan cucuku terpaksa membatalkan janji. Sesuatu terjadi tadi, tapi kau jangan khawatir. Masa kritisnya sudah lewat." Emily terkesiap. "Siapa yang kritis?" "Summer. Seseorang memberinya susu almond di bandara. Alerginya kambuh. Epipennya mendadak hilang, tapi untunglah, Sky cepat membawanya ke ruang medis. Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit." Emily menutupi mulut dengan sebelah tangan. Dadanya sesak. Air matanya nyaris tumpah. Cayden yang baru saja masuk ke mobil terbelalak melihatnya. Sambil memegangi pundak Emily, ia berbisik, "Ada apa?" Emily pun men

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   105. Pahlawan

    "Berani-beraninya kau melukai calon istriku?" hardik Cayden dengan kebencian yang membara. Seth membalas tatapan Cayden dengan sorot mata yang lebih tajam. Rahangnya berdenyut-denyut. Ia geram rencananya tak satu pun berjalan lancar. "Mengapa nasib tidak pernah berpihak kepadaku? Mengapa?" Putus asa, Seth akhirnya mengeluarkan pistol dari saku. Melihat itu, Cayden dan Emily terkesiap. "Hei? Tolong jangan gegabah. Hukumanmu bisa bertambah berat kalau kau membunuh kami dengan senjata," tutur Cayden sembari mengangkat sebelah tangan ke depan. Tawa Seth semakin terdengar menyeramkan. "Kau pikir aku peduli? Apa bedanya membunuh kalian dengan tongkat, racun, atau peluru? Semuanya sama saja. Semuanya sama-sama bisa mengirim kalian ke neraka!" Seth mengacungkan pistol ke arah Emily. Jarinya sudah siap menekan pelatuk. Menyaksikan hal itu, Cayden menelan ludah. Jaraknya terlalu jauh untuk bisa melindungi Emily. Sekarang, ia hanya bisa berharap kalau Seth membidiknya saja. "Kau pi

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   104. Serangan yang Membabi-Buta

    Tiba-tiba, Cayden menyentak seluruh badan. Ia berusaha bangkit dari kursi. Sayangnya, tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Dasar pengecut! Lawanmu adalah aku, bukan Emily. Kenapa kau terus melibatkan dia dalam urusan kita, heh? Lepaskan dia!" Emily hanya bisa menghela napas iba di tempat persembunyiannya. Sementara itu, Seth yang sempat diam kini tertawa terpingkal-pingkal. "Kau pikir ancamanku selama ini main-main? Menghancurkanmu adalah tujuan hidupku. Aku tidak akan pernah berhenti sampai kau mendapatkan apa yang seharusnya kau dapatkan. Glen ...." Seth melirik rekan kejahatannya. "Biarkan pertunjukan dimulai." "Oke, Bro." Pria berseragam layaknya petugas kebersihan itu kembali mengotak-atik laptop. Napas Cayden semakin menderu dibuatnya. Sementara itu, Seth menempati sofa bekas. Ia sudah siap menyaksikan kemarahan Cayden. Senyum jahatnya terus merekah sampai akhirnya, alis Glen berkerut dan wajah Cayden berubah bingung. "Hei! Apakah ini tayangan yang dijeda? Kenapa ka

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   103. Terikat di Kursi

    Begitu keluar dari lift, Emily langsung menghampiri petugas keamanan. Ia ceritakan kejadian secara singkat, lalu bertanya di mana ruang CCTV. Tim keamanan pun langsung berbagi tugas. Sebagian mengamankan pria yang menyamar sebagai Cayden. Sebagian lagi mulai menyisir area. Sisanya mengawal Emily ke ruang CCTV. "Bagaimana?" tanya Emily yang sudah tak sabar. Orang-orang di situ terlalu lambat. "Maaf, Nona. Semua CCTV di lantai 3 mati. Kami memeriksa CCTV di lantai lain, tapi tidak ada yang mencurigakan." "Bagaimana dengan tangga darurat?" "Maaf, Nona. Kami tidak memasang CCTV di area tersebut." Emily meringis. "Bagaimana dengan tempat parkir di basement? Kalian tidak mungkin membiarkan area itu tidak terpantau, kan?" Petugas itu mengotak-atik lagi. Belum sempat ia menemukan petunjuk, rekannya buka suara. "Nona, saya menemukan kejanggalan." Emily bergeser ke monitor yang ditunjuk petugas yang lebih muda. Dua orang pria sedang mendorong troli yang memuat beberapa plastik sampa

DMCA.com Protection Status