"Irish! Irish!" Deven mengguncang tubuh Irish yang bersimbah darah. Saat ini Irish sudah pingsan. Wajahnya yang cantik sebelumnya telah dipenuhi bekas luka.Deven menyentuh hidungnya sekilas, napas Irish telah melemah. Dia membungkuk untuk menggendong Irish, lalu masuk ke pesawat pribadinya. Deven tidak tahu apa yang telah terjadi dan siapa yang telah melukai Irish sampai seperti ini.Saat ini, Irish tiba-tiba tersadar. Begitu melihat Deven, dia langsung menangis tersedu-sedu. Air mata membasahi lukanya, membuat wajahnya terasa perih."Deven, terima kasih sudah datang untuk menolongku. Menurutmu, apa aku sudah hampir mati?""Nggak akan." Deven mengulurkan tangan untuk menyeka air matanya. Jelas sekali, dia tampak sangat tersentuh sekarang.Irish tersenyum getir, "Aku nggak takut mati. Deven, asalkan kamu hidup dengan baik, aku nggak menyesal kalaupun harus mati.""Jangan bicara sembarangan. Nggak boleh ada apa pun yang terjadi padamu, aku nggak akan biarkan kamu celaka begitu saja," la
Read more