"Aku akan nyalakan kembang api di pemakamanmu nanti! Aku akan gunakan bunga segar warna merah muda di acaramu. Bukannya kamu suka merah muda? Foto dan pakaian terakhirmu adalah warna kesukaanmu! Aku akan buat acara pemakamanmu semegah mungkin agar kamu nggak malu!""Kyra, kamu mati saja! Mati saja sana! Kamu pantas mati! Temui orang tuaku dan berlututlah minta maaf pada mereka!"Kepala Kyra terasa semakin berat. Sekujur tubuhnya juga terasa sangat lelah. Dia hanya bisa melihat Deven mentertawakannya dengan hina, apakah ini adalah ilusinya? Tiba-tiba, Kyra melihat kembali adegan saat dia bertemu dengan Deven dulu.Saat itu Deven mengenakan celana jeans yang warnanya telah luntur dan memakai sebuah tas hitam. Pakaiannya sangat sederhana. Sebagai ketua BEM yang bertanggung jawab untuk acara penyambutan mahasiswa, Kyra bisa langsung melihat Deven yang mencolok di antara kerumunan orang.Semua orang memperhatikan Kyra dengan hormat dan berusaha mendekatinya. Hanya Deven seorang yang tidak t
Tetap tidak ada respons apa pun dari dalam kamar. Deven melihat sekilas jam tangannya. Ini sudah pukul sembilan, dia tidak bisa menunggu lagi. Jika masih terus ditunda, masakannya akan jadi dingin semua dan rasanya juga pasti tidak enak lagi.Memikirkan hal ini, Deven membuka pintu kamar itu. Tak disangka, ternyata pintu kamar itu tidak dikunci! Setelah memasuki kamar, Deven melihat bahwa tidak ada seorang pun di kamar itu! Sudut mata Deven berkedut karena merasakan firasat buruk. Dia membuka pintu lemari untuk mengecek, di dalamnya masih ada koper, tetapi tas hitamnya sudah menghilang. Termos Kyra juga sudah tidak terlihat lagi!Kyra sudah pergi? Sejak kapan dia pergi?Deven merasa agak panik, dia buru-buru menelepon ponsel Kyra. Namun, nomornya masih tetap diblokir oleh Kyra."Ke mana perginya?!" Sambil menahan amarah dan keterkejutan dalam hatinya, Deven mengirimkan sebuah pesan. Sejak kemarin malam, Kyra tidak pernah membalas pesannya sama sekali. Seberapa bencinya Kyra sampai tida
Sebuah pesawat pribadi berhenti di hadapan Deven. Alex turun dari pesawat itu untuk menyambutnya. Alisnya berkerut dengan dalam saat melihat luka di tangan Deven. Untungnya, mereka menyediakan kotak obat di pesawat. Alex pernah belajar medis dulunya, sehingga dia bisa membalut luka Deven dengan mahir."Pak Deven, Anda bertengkar lagi dengan Nyonya?" tanya Alex sembari memeriksa ekspresi Deven.Deven melihatnya sekilas dengan tatapan bengis, "Nyonya sudah pulang?""Nggak ada orang di vila Keluarga Scott, tapi belum ada kabar dari pihak apartemen. Aku sudah menyuruh Bi Maya untuk memeriksanya, tapi dia belum mengabariku," jawab Alex.Sorot mata Deven semakin dingin. Saat pesawat hendak lepas landas, ponsel Deven tiba-tiba berdering."Pak Deven, telepon dari Nyonya!" teriak Alex dengan bersemangat.Hati Deven langsung tersentak. Apakah itu benar-benar Kyra? Kyra masih berani meneleponnya? Atau dia jadi ketakutan setelah melarikan diri?Namun, saat melihat nama yang tertera di ponselnya, e
"Irish! Irish!" Deven mengguncang tubuh Irish yang bersimbah darah. Saat ini Irish sudah pingsan. Wajahnya yang cantik sebelumnya telah dipenuhi bekas luka.Deven menyentuh hidungnya sekilas, napas Irish telah melemah. Dia membungkuk untuk menggendong Irish, lalu masuk ke pesawat pribadinya. Deven tidak tahu apa yang telah terjadi dan siapa yang telah melukai Irish sampai seperti ini.Saat ini, Irish tiba-tiba tersadar. Begitu melihat Deven, dia langsung menangis tersedu-sedu. Air mata membasahi lukanya, membuat wajahnya terasa perih."Deven, terima kasih sudah datang untuk menolongku. Menurutmu, apa aku sudah hampir mati?""Nggak akan." Deven mengulurkan tangan untuk menyeka air matanya. Jelas sekali, dia tampak sangat tersentuh sekarang.Irish tersenyum getir, "Aku nggak takut mati. Deven, asalkan kamu hidup dengan baik, aku nggak menyesal kalaupun harus mati.""Jangan bicara sembarangan. Nggak boleh ada apa pun yang terjadi padamu, aku nggak akan biarkan kamu celaka begitu saja," la
Pada akhirnya, bahkan Nelson juga berpihak pada Kyra untuk membujuknya. Merasa tidak berdaya, Mia akhirnya menyetujui pernikahan mereka. Dulu Mia merasa dirinya yang terlalu sensitif sehingga berprasangka buruk pada Deven. Tak disangka, penilaiannya ini memang benar.Keterkejutan dalam pandangan Mia hanya berlangsung sekejap. Setelah itu, dia kembali menunduk dan mengusap tubuh suaminya yang sedang koma. "Kenapa orang sesibuk Pak Deven bisa sempat datang ke sini hari ini? Ini benar-benar kejadian langka."Deven bisa mendengar bahwa Mia sedang menyindirnya. Biasanya dia akan merasa keberatan diperlakukan seperti ini. Namun hari ini, tujuan kedatangannya adalah untuk mencari keberadaan Kyra. Oleh karena itu, dia berjalan ke arah Mia seraya bertanya, "Di mana Kyra?""Lucu sekali, bukannya putriku itu istrimu? Kamu tanya aku dia di mana? Mana aku tahu? Apa kamu bahkan nggak tahu di mana istrimu berada?" ujar Mia. Dia mengira Kyra sedang bertengkar dengan Deven, sehingga Mia terus menyindir
Sejak keluar dari rumah sakit, wajah Deven tampak sangat muram. Dia meminta kunci mobil pada Alex dan berencana untuk pulang sendirian. Mengetahui suasana hatinya yang sedang buruk, Alex juga tidak banyak berkomentar. Setelah menyerahkan kunci mobilnya, Alex langsung bergegas untuk menyelidiki masalah Irish.Deven duduk di kursi pengemudi. Dia membuka jendela mobil, lalu mengisap sebatang rokok dengan tanpa ekspresi. Angin dingin berembus melalui jendela, membuat rokok yang menyala di ujung jarinya berkedip-kedip.Ke mana sebenarnya Kyra? Apa dia marah hanya karena melihat foto Deven membantu Irish membawa kopernya? Deven merasa kesal, sekaligus lucu. Apa Kyra tidak tahu posisinya saat ini? Kyra hanya putri musuhnya! Padahal Kyra sendiri yang bilang mau bertransaksi dengannya untuk menebus kesalahan Keluarga Scott!Namun setelah menerima 50% saham Grup Scot, sejumlah besar uang, dan bahkan membuat Deven bersumpah untuk menjamin keluarganya, kini dia malah pergi begitu saja?Dulu, Kyra
"Pak Deven, aku harus datang. Nyonya beli burung kerak jambul dan tanaman, dia suka sekali sama dua-duanya. Aku harus beri makan burung kerak jambul itu dan siram tanaman. Kalau nggak, nanti Nyonya sedih melihatku nggak merawatnya dengan baik," balas Maya sambil tersenyum."Tanaman?" tanya Deven dengan heran."Ya, tanaman ini. Sebelum Nyonya pergi, tanamannya subur sekali. Kubawa Anda untuk melihatnya." Maya mengambil makanan dan penyiram sambil membawa Deven ke sudut ruangan. Melihat tanaman itu sudah agak layu, Deven mengerutkan keningnya."Wah, semalam masih baik-baik saja. Kenapa jadi layu sekarang? Gawat, nanti Nyonya akan marah kalau lihat tanamannya begini," seru Maya.Deven mengambil penyiram di tangan Maya, lalu berjongkok dan menyiram tanaman itu dengan saksama. Seolah-olah, menyiram tanaman itu adalah sebuah tugas besar baginya. Dia tidak boleh melakukan kesalahan sama sekali."Kalau Nyonya tahu Anda yang membantunya menyiram tanaman, dia pasti akan sangat senang.""Oh ya?"
Wajah Deven sontak semakin muram. Dia langsung menuangkan semua pakan di tangannya ke wadah makanan di kandang. Ternyata Kyra begitu membencinya sampai mengatakan begitu banyak hal buruk pada burung ini?Ponsel Deven tiba-tiba berbunyi. Dia mengira panggilan ini dari Kyra karena Mia telah berhasil menghubunginya dan Kyra akhirnya mau menunjukkan dirinya. Namun ternyata, nama yang tertera di layar ponsel bukan milik Kyra. Tebersit kekecewaan dan perasaan putus asa di mata Deven.Kyra benar-benar hebat kali ini!Telepon itu dari Alex. Deven mengangkatnya dengan ekspresi datar. Sebelum Deven sempat berbicara, Alex telah berkata dengan nada hormat, "Pak Deven, operasi Bu Irish sudah selesai. Tapi, emosinya sangat nggak stabil sekarang sampai mengusir semua dokter dan perawat yang mengobatinya. Sebaiknya Anda datang untuk melihatnya."Deven tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menutup panggilan itu diam-diam, lalu beranjak keluar.Setelah itu, dia mengemudikan mobil ke rumah sakit. Setibanya
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K