Semua Bab Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar: Bab 21 - Bab 30

62 Bab

21. Penjelasan

Yasa menarik napas panjang, mencoba meredam kegelisahan yang bergemuruh di dadanya. Shalimah, yang menatap suaminya dengan sorot mata penuh tanya, merasakan ada sesuatu yang besar dan berat akan diungkapkan. Malam itu, angin berhembus pelan menerobos jendela yang terbuka, seakan ikut merasakan ketegangan yang melingkupi ketiga insan yang kini duduk di ruang tamu rumah mereka.Shalimah memegang tangan Disti dengan lembut, berusaha menyalurkan ketenangan meskipun hatinya sendiri dilanda kecemasan. Disti, yang biasanya terlihat kuat, kini terisak pelan. Pikirannya buntu, dan hanya ada satu kalimat yang terus berputar di kepalanya, Mbak Shali pasti sangat kecewa padaku."Shali," Yasa memulai dengan suara serak, memecah keheningan yang menyesakkan. "Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, tapi kami—aku dan Disti—mungkin telah dijebak. Aku yakin semua ini adalah rekayasa yang dirancang untuk menghancurkan kita."Shalimah mengerutkan alisnya, kebingungan dan kekhawatiran bercampur menj
Baca selengkapnya

22. Fitnah yang Menghancurkan

Keesokan harinya, Yasa duduk di sebuah kafe mewah yang terletak di tengah kota, menunggu kedatangan David. Jantungnya berdebar kencang saat ia membayangkan percakapan yang akan terjadi. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan David, tapi yang pasti, Yasa tidak ingin terjebak dalam permainan licik pria itu.Beberapa menit kemudian, David masuk dengan senyum yang tampak tidak bersalah, wajahnya santai seperti tidak ada yang terjadi. Ia mengenakan setelan mahal yang sempurna, menegaskan statusnya sebagai pria yang sukses dan berpengaruh. Begitu ia melihat Yasa, senyumnya semakin lebar, dan ia melangkah mendekat dengan kepercayaan diri yang seakan tak tergoyahkan."Yasa! Lama tidak bertemu," sapa David sambil menjabat tangan Yasa dengan hangat. "Apa kabar?"Yasa menatap David dengan mata yang menyiratkan ketegangan. "David, kita tidak perlu basa-basi. Aku ingin bicara langsung soal sesuatu yang penting."David tersenyum kecil, lalu duduk di hadapan Yasa. "Oh, tentu saja. Aku mendengarkan."
Baca selengkapnya

23. Murka Orang Tua Yasa

Langit pagi di rumah keluarga Sapta Aji Wijaya tampak cerah, tetapi suasana di dalam rumah megah itu begitu berbeda. Awan murka menggelayuti setiap sudut, menyelimuti dinding-dinding berlapis marmer dengan kekesalan yang membara. Sapta Aji, seorang pria dengan karisma dan kekuatan yang begitu dominan, berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya yang dipenuhi berbagai penghargaan dan foto-foto masa lalunya yang penuh kejayaan. Namun, tidak ada senyuman dalam potret-potret tersebut yang bisa meredakan amarahnya saat ini.Gosip murahan yang melibatkan putranya, Yasa, telah menyebar bak api di tengah hutan kering. Kabar itu menggerogoti reputasi keluarga besar mereka, yang selama ini dikenal tak pernah tercela. Sapta Aji tidak bisa menerima kenyataan bahwa nama baiknya, yang ia bangun dengan susah payah, kini dipermainkan oleh rumor kotor yang menyebar tanpa kendali. "Laila, di mana anak kita? Aku ingin bicara dengan Yasa sekarang!" suaranya terdengar tegas, menggetarkan udara di sekitar, m
Baca selengkapnya

24. Melangkah Bersama

Laila menggeleng keras, matanya membelalak penuh ketidakpercayaan. “Tidak, Shalimah! Mama tidak akan membiarkan Yasa menikahi wanita itu! Kamu pikir ini solusi? Ini justru akan memperburuk semuanya. Disti sudah cukup membawa bencana bagi keluarga ini. Aku tidak akan membiarkan dia menghancurkan lebih banyak lagi!”Shalimah, meskipun hatinya berat, tetap teguh pada pendiriannya. Wajahnya yang lembut tapi tegas menatap langsung ke arah mertuanya. “Ma, menjauhi Disti hanya akan membuat gosip semakin liar. Kita harus menunjukkan bahwa Yasa bertanggung jawab. Ini bukan hanya tentang perasaan kita, tapi juga tentang menyelamatkan nama keluarga.”“Dan kamu rela berbagi suami? Kau benar-benar tidak punya harga diri, Shalimah?” Laila mencemooh, suaranya sarat akan kemarahan yang tak terpendam.Shalimah menarik napas panjang, mencoba menahan lahar yang hampir meledak di dadanya. “Ma, ini bukan soal harga diri. Ini soal menjaga kehormatan keluarga. Shali tahu ini sulit, tapi Shali lebih memilih
Baca selengkapnya

25. Lamaran Terpaksa

"Apakah Mas dan Mbak jadi melapor—""Tidak. Bukan itu," potong Shalimah dengan lembut tapi tegas. Wajahnya menyiratkan ketenangan yang berusaha ia pertahankan. "Sebelumnya, aku dan Mas Yasa minta maaf kalau kami mengganggu waktumu dan Ibu." Matanya beralih menembus bahu Disti, mencari sosok yang lebih tua di dalam rumah sederhana itu. "Ibu ada di rumah, ‘kan?"Disti mengangguk pelan, hatinya tak tenang. "Ada, Mbak. Silakan masuk."Begitu mereka semua duduk di atas karpet plastik lusuh yang menutupi lantai ruang tamu, Disti memanggil ibunya, Sari. Wanita baya itu segera muncul, langkahnya berat tapi sarat akan kasih sayang. Sari pun bergabung bersama mereka. Dengan raut wajah lelah, Sari langsung menyapa Shalimah.“Nak Shalimah, Ibu minta maaf. Kejadian yang heboh di media sosial itu—”“Bu, sudahlah,” potong Shalimah, “aku tahu itu bukan salah Disti. Kami datang ke sini justru untuk meluruskan gosip tersebut supaya tidak ada lagi yang menghujat Disti dan Mas yasa.”“Syukurlah kalau Nak
Baca selengkapnya

26. Menikah

Yasa melafalkan kalimat ijab kabul dengan lantang, suaranya menggema di dalam ruangan kecil Kantor Urusan Agama. Di hadapannya, penghulu dan wali hakim dari KUA mengawasi proses ini dengan khidmat, sementara Disti duduk di sebelahnya dengan hati yang berdebar-debar. Pernikahan sederhana itu hanya dihadiri oleh Shalimah, Sari, dan dua orang tetangga dari rumah kontrakan Disti beserta serta istri-istri mereka. Meskipun sederhana, suasana di sana terasa sakral, penuh dengan perasaan yang bercampur aduk.Dengan mengenakan kebaya putih yang dipilihkan oleh Shalimah, Disti tampak anggun meski hanya dengan riasan wajah dan sanggul sederhana. Yasa, dalam jas hitam yang membalut tubuh atletisnya, sesekali melirik mempelainya. Namun, ada ketegangan di balik ketenangan yang ia coba tunjukkan. Ia tahu, menjaga hati dua istrinya nanti akan menjadi tantangan besar.Tidak ada kecupan di kening Disti saat proses ijab kabul selesai. Dengan perasaan yang canggung, Disti hanya menempelkan punggung tanga
Baca selengkapnya

27. Bertemu David Lagi

Shalimah mendekat, meraih dan memegang bahu Disti dengan lembut. "Jangan terlalu dipikirkan, ya. Mas Yasa memang begitu orangnya.""Tapi, Mbak—""Mas Yasa suka sama kamu, Dis," potong Shalimah dengan suara lirih, nyaris bergetar.Disti menengadah, memandang Shalimah dengan tatapan tak percaya. "Mbak ....""Aku kenal suamiku, Dis. Dia bukan tipe orang yang mudah jatuh hati. Kalau dia masih tetap berada di sisi kamu meski dilarang oleh mamanya, itu artinya perasaannya serius," lanjut Shalimah dengan nada sedih, membuat Disti merasa tersayat oleh rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap."Mbak, aku nggak bisa terus seperti ini. A-aku nggak mencintai Mas Yasa, setidaknya bukan dengan cara seperti itu. Aku menghormati dia sebagai kakaknya Mas Varen. Maaf, Mbak, aku sama sekali nggak berniat merusak—"Shalimah memeluk Disti erat-erat, seakan berusaha menyalurkan kekuatan melalui dekapannya. "Sudahlah, Dis. Biarkan semua berjalan seperti air. Kamu nggak perlu merasa bersalah. Aku dan Mas Yasa
Baca selengkapnya

28. Bertemu David Lagi 2

Setelah hampir satu jam di toko mainan, Arjuna akhirnya mendapatkan beberapa mainan edukatif favoritnya. Disti membawa kantong karton berisi mainan baru itu sambil tetap berjalan beberapa langkah di belakang Yasa. Sementara itu, Yasa dengan santainya menggendong Arjuna agar anak itu tidak terpisah di tengah ramainya pengunjung mall.Namun tiba-tiba—Buuuk!"Aduh!" seru Disti saat seseorang tak sengaja menabraknya dari samping, membuat kantong plastik yang dipegangnya jatuh berantakan ke lantai.Dengan cepat, Disti membungkuk, memunguti kantong plastik yang terjatuh. Namun, pandangannya tertumbuk pada sosok pria di depannya saat berdiri kembali. Sosok itu yang tak pernah ia duga akan bertemu di sini.Jantungnya serasa berhenti berdetak. "Pak David."David tersenyum sinis, tatapannya perlahan menjelajahi wajah Disti yang tampak tegang. "Kita bertemu lagi," ucapnya dengan nada dingin.Disti merasakan ketakutan yang menyesakkan dada. Tangannya bergetar halus saat ia melayangkan pandangan
Baca selengkapnya

29. Aku Cinta Kamu dan Dia

“Terima kasih, Mas,” ucapnya lirih, nyaris tanpa disadari.Yasa menoleh, menatap Disti dengan bingung. “Apa, Dis?” tanyanya.Disti terkesiap, lalu mengerjap gugup. “Te-terima kasih, Mas.”Yasa tersenyum tipis. “Untuk apa?”“Untuk memperlakukan Arjuna dengan sangat baik,” jawab Disti, berusaha menahan suaranya agar tetap stabil meskipun dadanya mulai sesak.Yasa menatapnya dalam, sorot matanya hangat tapi penuh penyesalan. “Itu sudah kewajibanku. Arjuna juga anakku. Ada pertalian darah antara kami, meski dia bukan anak kandungku.”Disti menunduk, berusaha menyembunyikan perasaannya. Jantungnya berdebar kencang saat Yasa melangkah lebih dekat, kehadiran pria itu terasa begitu intens hingga setiap saraf dalam tubuhnya menegang.“Maafkan aku yang seakan mengabaikan kalian selama dua tahun ini,” ucap Yasa, suaranya rendah dan penuh rasa bersalah. “Aku bohong kalau bilang aku tidak peduli. Setiap saat, aku ingin bertemu kalian, tapi ada tanggung jawab lain yang harus aku jaga—rumah tanggaku
Baca selengkapnya

30. Akan Ada Hati yang Patah

Yasa terdiam sejenak, merasa terpukul oleh perasaannya sendiri. Detak jantung Yasa bertambah cepat. Apakah benar yang ia rasakan untuk Disti? Apakah ini artinya ia mengkhianati Shalimah? Kehadirannya Disti sukses membuat perasaannya jungkir balik, memporak-porandakan logika yang selama ini ia pertahankan.“Kita hanya perlu bersabar beberapa minggu lagi,” lanjut Yasa, berusaha tenang. “Kalau Disti tidak hamil, pernikahan ini bisa kita akhiri dengan baik-baik.”Shalimah menggeleng pelan. Tatapannya penuh harap, penuh kepasrahan. “Aku ingin Disti hamil, Mas.” Ia menatap Yasa lekat-lekat, matanya berkaca-kaca. “Aku ingin dia mengandung anakmu.”Yasa mengeraskan rahangnya, menahan emosi yang berkecamuk. Tatapan lembutnya berubah tajam. “Aku tidak akan memanfaatkan pernikahanku dengan Disti hanya untuk itu, Shali. Aku tidak sekejam itu, menikahinya hanya demi seorang anak.”Shalimah menunduk, suaranya lirih dan penuh keyakinan. “Mas, aku tahu kamu menyukai Disti.”Yasa terdiam, menelan kali
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status