All Chapters of Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar: Chapter 1 - Chapter 10

62 Chapters

1. Bertemu Lagi

Beberapa bulan yang lalu "Bunda!"Senyuman manis seketika menghias wajah lelah Disti saat suara bening itu memanggilnya. Disti segera turun dari sepeda motor, lalu membuka helm dan meletakkannya di atas jok. Secepatnya, Disti berjalan ke arah Arjuna, putra semata wayangnya, yang tengah menanti di teras. Wanita yang masih mengenakan seragam kerja itu kemudian merengkuh Arjuna ke dalam pelukan dan mengecup pipinya dengan lembut. "Bunda kok tumben pulangnya malam banget?" tanya anak laki-laki berusia empat tahun itu."Bunda kan lembur, Juna." Disti kembali memeluk erat Arjuna selama beberapa saat. "Juna kangen sama Bunda, ya?""Iya. Juna kangen sama Bunda," ucap Arjuna manja.Disti membelai lembut punggung Arjuna. Pancaran matanya meredup dan perasaan sedih mulai menyelimuti. Malam ini Disti harus membohongi Arjuna. Kenyataannya, Disti tidak lembur. Ia hanya sedang memperjuangkan haknya sebagai buruh pabrik karena pemecatan sepihak oleh pihak pabrik. Dua tahun bekerja sebagai penjahi
Read more

2. Tawaran Yasa

Gelombang masa lalu kembali menghantamnya. Tepatnya dua tahun silam, beberapa hari setelah Varen dimakamkan. Saat itu, orangtua Varen dan Yasa datang ke rumah kontrakannya. Mereka berniat mengambil alih hak asuh Arjuna. Namun, Disti menentang keras. Masih terngiang di telinganya ucapan ibunda Varen yang mengatakan bahwa ia tidak mungkin bisa membesarkan Arjuna dengan cara baik. Sekarang di hadapan Yasa, ia membuktikan ketidakbecusannya. Berada di tempat hiburan dan menghibur para pria yang mencari kesenangan di mana seharusnya ia menemani malam Arjuna. Namun, bantahan tajam segera muncul di kepalanya. Ia tidak salah. Ia sudah berjuang sangat keras untuk merawat dan membesarkan Arjuna. Jika pekerjaannya dianggap salah, lalu apa bedanya dengan Yasa yang datang ke tempat itu? Semua pertanyaan dan jawaban yang ia ciptakan sendiri memenuhi kepalanya. Gelegar suara sound system mengembalikan Disti ke hingar bingar ruangan karaoke. Disti tersenyum kaku. Ia memilih duduk di ujung di samping
Read more

3. Bertemu Istri Yasa

Sekali lagi hantaman yang diberikan Yasa hampir meruntuhkan sisi tegar Disti. Disti menunduk menahan sakit yang menyeruak dan bergejolak di hatinya. Apakah benar ia tidak becus merawat dan membesarkan Arjuna selama ini? pikirnya. "Masih banyak tempat karaoke yang bersih dari praktik prostitusi. Seharusnya kamu bisa lebih bijak memilih pekerjaan," tandas Yasa.Seandainya aku punya pilihan, Disti membatin.Yasa mengangkat sisi kanan pinggulnya untuk menarik ke luar dompet kulit hitam yang terkubur di saku belakang celananya. Ia mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam sana lalu memberikannya pada Disti. "Kalau kamu masih mau bekerja di tempat yang lebih baik, datang saja ke alamat yang ada di kartu. Siapa tahu istriku masih membutuhkan karyawan untuk butiknya."Disti memandangi kartu nama yang terbuat dari art carton dengan tulisan yang diukir oleh tinta emas yang berkilat. Ia tidak bisa membaca dengan jelas karena minimnya cahaya yang menyinari ruang di dalam mobil Yasa. "Kamu pik
Read more

4. Pertemuan Canggung

"Maaf ya, saat Varen meninggal aku tidak bisa ikut ke pemakaman. Saat itu aku sedang sakit," tutur Shalimah. Beruntung Mbak tidak ikut. Jika saja saat itu Mbak ikut, Mbak akan melihat betapa mertua Mbak sangat tidak pantas disebut sebagai mertua. "Tidak apa-apa, Mbak. Aku mengerti, kok." Disti tersenyum gugup. Shalimah meraih tangan Disti, lalu menariknya pelan. "Kita ngobrol di ruanganku saja, yuk." Disti mengikuti langkah Shalimah ke ruangannya. Di dalam ruangan berpintu kaca, Disti dipersilakan duduk di sofa khusus untuk tamu. Belum habis kekaguman Disti akan indahnya penataan ruang kerja Shalimah yang sangat rapi dan bersih, Disti kembali dikejutkan oleh keakraban yang diciptakan Shalimah. "Kamu mau minum apa? Jus, kopi atau yang lainnya?" "Apa saja, Mbak." "Oke, deh. Sebentar, ya." Shalimah berjalan ke arah meja kerjanya. Ia mengangkat gagang telepon dan menghubungi bagian pantry butik besar dan megah tersebut. "Bu Nah, tolong buatkan dua jus jeruk dan bawa ke ruangan saya,
Read more

5. Apakah Ada Yang Salah?

Setelah salat zuhur, Yasa dan Shalimah mengajak Disti makan siang di sebuah restoran Italia. Untuk pertama kalinya Disti makan di sebuah restoran mahal dan mewah. Kemampuan table manner-nya terbatas mengingat ia datang dari keluarga sederhana yang terbiasa makan dengan peralatan makan berupa piring, mangkuk, dan sendok. Disti hanya menunggu Shalimah untuk memulai makan dan melihat cara wanita anggun itu menggunakan garpu dan pisau. Beruntung Disti diberi kecerdasan lebih hingga ia bisa belajar dengan cepat."Besok jangan lupa Arjuna diajak, ya." Shalimah kembali mengingatkan Disti.Disti tersenyum. "Iya, Mbak.""Sayang, apa tidak sebaiknya Disti memulai pekerjaannya dulu. Arjuna bisa diajak saat Disti sudah bisa menguasai pekerjaannya nanti," cegah Yasa."Aku tidak sabar ingin melihat keponakanku, Mas. Apa Mas tidak merasa—""Baiklah, Disti bisa membawa Arjuna besok." Yasa memotong ucapan Shalimah dengan nada terpaksa."Jika saya mengajak Arjuna besok, mungkin Mbak Shalimah juga bisa
Read more

6. Alhamdulillah

"Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab Arjuna. Anak itu bangkit dari duduknya lalu menyambut Disti dengan berlari ke pelukannya. "Bunda, pulang kelja?" tanya bocah itu dengan suara cadelnya. "Belum, Sayang. Bunda baru melamar kerja. Besok Bunda baru mulai kerja," jelas Disti, meskipun ia ragu Arjuna kecilnya bisa mengerti penjelasannya. Sari muncul dari dapur. Wanita tua berdaster biru itu menghampiri Disti dengan tatapan hangat yang lembut. "Bagaimana tadi, Ti? Apakah kakak iparmu memberimu pekerjaan?" tanya Sari was-was. "Alhamdulillah, Bu. Mbak Shali memberi Disti pekerjaan. Kebetulan dia sedang butuh penjahit." "Syukur. Alhamdulillah." Sari menangkup wajah keriputnya dengan kedua tangan. "Lalu, gimana sikap kakak iparmu itu sama kamu?" "Mbak Shali sangat baik, Bu. Mas Yasa juga." "Bukannya si Yasa itu—" "Sepertinya Disti salah menduga, Bu,” potong Disti, “Mas Yasa tidak seangkuh ayah dan ibunya." Disti memberi pembelaan, meskipun ia sebenarnya tidak tahu bagaimana s
Read more

7. Kembali ke Dunia Malam

Setelah berpamitan pada ibunya, Disti dan Arjuna pergi dengan Yasa. Di butik, Shalimah menyambut kedatangan Disti dan Arjuna penuh sukacita. wanita cantik berhijab itu seperti mendapat mainan baru dengan hadirnya Arjuna. Ia tampak sangat bahagia. Sementara itu, dari tempat duduknya Yasa bersedekap sambil tersenyum puas melihat wajah semringah istrinya."Sudah waktunya aku pergi ke kantor." Yasa bangkit dari duduk, kemudian mengenakan jas abu-abunya yang tersampir di punggung kursi.Shalimah mengecup punggung tangan Yasa saat pria itu berpamitan. Wanita itu pun meminta Arjuna melakukan hal yang sama. Untuk kesekian kalinya Disti harus menahan napas dan membuang jauh-jauh rasa sakit yang berkelebat di hatinya menyaksikan kemesraan Yasa dan Shalimah. Bukan karena iri, melainkan pemandangan itu mengingatkan Disti pada masa-masa bahagianya bersama Varen. Pemandangan itu membuatnya selalu ingin tenggelam ke sungai es. Ia bahkan tidak bisa lebih lama menikmati kebahagiaan bersama Varen dan A
Read more

8. Alasan Disti Mulai Terkuak

Disti merasa ingin mati saat itu juga ketika seorang pengunjung karaoke yang terhipnotis pesonanya pada pandangan pertama berani membayar dengan harga fantastis untuk mengajaknya ke tempat tidur. Pria itu membawa Disti ke sebuah hotel berbintang tidak jauh dari pub dan tempat karaoke."Pak, saya tidak bisa melakukan ini. Saya mau pulang saja." Disti menghentikan langkah setelah berpikir berulang-ulang selama dalam perjalanan.Pria berambut hitam berpotongan buzz cut yang berjalan beberapa langkah di depan Disti pun menghentikan langkahnya. Ia berbalik. Raut wajah dan kilat matanya menyiratkan amarah yang terpendam. "Apa maksudmu? Aku sudah membayar mahal untuk membawamu ke sini. Kamu pikir kamu bisa seenaknya memutuskan?"Tubuh Disti merespon dengan cepat tatapan tajam pria itu. Tangan dan kakinya mulai dingin dan jantungnya berdegup kencang. Otaknya pun berputar mencari alasan, meskipun napasnya tersengal-sengal."Saya akan mengganti uang yang sudah Bapak keluarkan. Saya janji." Dist
Read more

9. Diminta Menikah Lagi

"Ti-tidak ada apa-apa, Mas," jawab Disti gugup. Shalimah akhirnya angkat bicara membujuk Disti. "Dis, aku sedih kamu tiba-tiba memutuskan berhenti bekerja dari butikku. Awalnya aku berpikir kamu memang tidak mau membantuku di butik. Namun, kenyataan yang kulihat tadi saat kamu bersama David membuatku berasumsi lain. Ada apa sebenarnya?" Disti menelan ludah dengan susah payah. Ia mengumpulkan keberanian untuk mengatakan semuanya pada Shalimah dan Yasa. "Pihak karaoke mengancam akan memenjarakanku jika aku tidak menuntaskan masa kerja yang tertera dalam kontrak kerja. Bodohnya aku, dulu aku asal menandatangani tanpa membaca isi kontrak itu terlebih dahulu." Disti menunduk. "Berapa lama masa kerja kamu yang tertera dalam kontrak itu?" selidik Yasa. Disti masih menunduk. "Satu tahun, Mas. Aku baru bekerja tiga bulan." "Berapa penalti yang harus dibayar agar mereka tidak menyeretmu ke kantor polisi?" Disti mengangkat wajahnya. Lagi-lagi masalah uang. Yasa sudah mengeluarkan banyak u
Read more

10. Yasa VS David

Yasa bersandar pada punggung ranjang di kamarnya di sebelah kamar Shalimah. Ucapan Shalimah terus terngiang di telinganya. Yasa hanya mampu menatap album foto yang terbentang di tangannya. Deretan kebahagiaan yang tergambar dari senyumnya dan Shalimah dalam foto-foto tersebut kian menyayat hati. Seandainya ia tidak melakukan kesalahan yang membuat Shalimah hari itu mengalami kecelakaan, malam dingin ini tidak akan menjadi miliknya sekarang. Yasa sangat menyesalinya. Wajah Shalimah dengan balutan kebaya putih dan kilat mata yang berbinar dalam foto yang ditatapnya membuatnya ingin berteriak mengutuki dirinya sendiri. Selama enam tahun mereka tidak putus asa berjuang untuk mendapatkan momongan, tapi karena satu kesalahan dua tahun lalu, mereka harus kehilangan semua harapan.Tidak Yasa sadari bayangan wajah tanpa dosa Arjuna berkelebat mengganggu lamunannya. Ia tersenyum getir mengingat wajah menggemaskan dan tanpa dosa bocah itu. Varen sangat beruntung. Meskipun Yang Maha Kuasa memangg
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status