Share

3. Bertemu Istri Yasa

Penulis: Alice Gio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sekali lagi hantaman yang diberikan Yasa hampir meruntuhkan sisi tegar Disti. Disti menunduk menahan sakit yang menyeruak dan bergejolak di hatinya. Apakah benar ia tidak becus merawat dan membesarkan Arjuna selama ini? pikirnya. 

"Masih banyak tempat karaoke yang bersih dari praktik prostitusi. Seharusnya kamu bisa lebih bijak memilih pekerjaan," tandas Yasa.

Seandainya aku punya pilihan, Disti membatin.

Yasa mengangkat sisi kanan pinggulnya untuk menarik  ke luar  dompet kulit hitam yang terkubur di saku belakang celananya. Ia mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam sana lalu memberikannya pada Disti. "Kalau kamu masih mau bekerja di tempat yang lebih baik, datang saja ke alamat yang ada di kartu. Siapa tahu istriku masih membutuhkan karyawan untuk butiknya."

Disti memandangi kartu nama yang terbuat dari art carton dengan tulisan yang diukir oleh tinta emas yang berkilat. Ia tidak bisa membaca dengan jelas karena minimnya cahaya yang menyinari ruang di dalam mobil Yasa. 

"Kamu pikirkan saja dulu. Selamat malam," tutur Yasa lagi, memberikan kode bahwa percakapan mereka sudah selesai.

Disti menangkap sinyal yang diberikan Yasa. Ia tahu memaknai  ucapan selamat malam yang dilontarkan Yasa.

"Terima kasih, Mas. Aku akan pertimbangkan tawaran Mas ini. Aku pamit. Selamat malam. Salam untuk istri Mas." Disti melepas sabuk pengamannya. Beberapa saat ia menunggu reaksi Yasa, namun pria itu tetap menjaga pandangannya untuk tetap menatap jalanan dan tak mengucapkan sepatah kata pun. 

Disti keluar dari mobil Yasa lalu berjalan menyusuri gang sempit menuju rumah kontrakannya dengan langkah gontai. Ucapan Yasa yang seolah menghakiminya tadi masih terngiang di telinga sampai Disti tiba di rumah. Disti memutar kunci cadangan yang selalu dibawanya pelan-pelan. wanita itu sedikit mengangkat  gagang pintu agar daun pintu ikut terangkat dan tidak menimbulkan suara saat pintu dibuka lebih lebar. Ia menatap tubuh wanita tua yang tidur di atas kasur busa tak beranjang berukuran 200 x 90 sentimeter dan berselimut kain sarung di ruang tamu. Rumah kontrakan yang hanya memiliki empat ruangan termasuk dapur dan kamar mandi, tak memberinya pilihan  untuk memberi ruangan lain yang lebih layak sebagai kamar untuk ibunya. Batinnya menjerit menyesali keterbatasannya untuk bisa membahagiakan wanita yang sudah banyak berkorban untuknya itu. 

Dengan penyesalan yang masih menyelimuti hatinya, Disti kembali langkah ke satu-satunya ruangan yang disebut kamar di rumah itu. Ia melihat Arjuna tertidur pulas. Anak itu tidur berselimutkan selimut wol yang warnanya sudah memudar dengan jahitan  yang sudah terlepas di sepanjang sisinya. Wajah tanpa dosa Arjuna meremas-remas hatinya. Sekelebat bayangan masa depan Arjuna mendadak menghantuinya. Ia tidak bisa membesarkan Arjuna dengan stigma dan stereotip negatif yang melekat padanya sebagai pemandu lagu di tempat karaoke plus-plus. Seharusnya Arjuna bisa mendapatkan yang lebih baik dari itu, pikirnya. Namun, kemampuannya untuk merawat dan membesarkan Arjuna hanya sebatas itu. Tak terasa air mata sudah membanjiri pipinya.

Tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan, Disti berganti pakaian lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudu untuk melaksanakan salat malam. Dengan kedua tangan terangkat di depan dada, ia berserah diri dan memohon petunjuk kepada Yang Maha Abadi. 

Disti melipat mukena setelah ia puas mencurahkan semua isi hatinya pada Sang Pencipta. Matanya mulai terasa berat dan tubuh lelahnya menuntut untuk diistirahatkan, padahal beberapa puluh menit lagi adzan subuh akan segera berkumandang. Disti berbaring di samping Arjuna, tapi sebelum ia menutup mata ia teringat kartu nama yang diberikan Yasa tadi. Ia memikirkan matang-matang tawaran Yasa dan akhirnya tertidur setelah menjalankan ibadah salat subuh.

***

"Ibu sudah ada janji dengan Bu Shali?" tanya seorang wanita muda yang mengenakan kemeja hijau muda berlengan panjang dengan tulisan Riza Boutique di dada kiri kemejanya.

"Belum, Mbak, tapi Pak Yasa memberikan ini pada saya untuk menemui istrinya." Disti menunjukkan kartu nama yang diberikan Yasa semalam pada wanita itu.

wanita itu tersenyum ramah, lalu mengangguk-angguk. "Sebentar, saya beritahu Bu Shali dulu."

wanita itu meninggalkan mejanya dan Disti yang duduk di seberang meja. Disti diam meragu. Tatapannya beredar ke sekeliling butik yang memiliki desain interior berkonsep  klasik  ala timur tengah yang dipadukan dengan ornamen-ornamen khas beberapa suku di Indonesia. Tiang-tiang penyangga yang dipernis sempurna memancarkan kilat yang menakjubkan. Kebaya-kebaya pengantin yang dipajang di lemari display dan hanger kayu panjang membuat Disti berdecak kagum. Pakaian-pakaian ini pasti sangat mahal, pikirnya. Semuanya tampak mewah dan sempurna. 

Apakah istri Mas Yasa yang belum pernah kutemui akan menerimaku sebagai karyawan di butik ini? tanya Disti dalam hati. Ah, setidaknya ia sudah mencoba untuk datang ke tempat ini. Jika istri Yasa tidak menerimanya di sini, toh ia masih bisa bekerja di karaoke, pikirnya kemudian.

"Disti." Suara lembut nan bening menyapa telinga Disti dan membuyarkan lamunannya.

Disti terkesiap. Ia segera berdiri dan merapikan kemeja putihnya yang sedikit kusut lantaran terlipat saat duduk tadi. Ia memandang seorang wanita berpenampilan anggun dengan hijab ungu dan gamis yang berwarna senada. wanita itu tersenyum kepadanya.

Masya Allah, cantik sekali istri Mas Yasa. Disti menatapnya takjub.

"Kamu Disti, 'kan?" Pemilik suara lembut itu kini melantunkan pertanyaan.

Disti masih menatap takjub wanita itu. Ia membuka mulutnya, tetapi semua kata yang hendak terucap tiba-tiba melebur oleh pesona anggun nan santun yang menutupi pandangannya. Bahkan ketika wanita itu berjalan mendekat, Disti tak kuasa untuk mengalihkan pandangan darinya.

"Kenalkan, aku Shalimah." Uluran tangan Shalimah membuyarkan keterkejutan Disti.

Disti menyambut uluran tangan Shalimah. Mereka berjabat tangan. "Aku Disti, Mbak."

Disti merasakan kulit Shalimah yang seputih pualam begitu lembut dan halus. Tiba-tiba saja Disti merasa ia begitu kecil di hadapan wanita itu. Sangat kecil. Wanita yang berdiri di hadapannya begitu memesona, terlihat cerdas dengan segala pencapaiannya yang terukur pandangan, dan sangat santun. Wangi manis dan menyegarkan menyapa cuping hidung Disti saat Shalimah tanpa canggung menempelkan pipinya ke pipi Disti. Ia memperlakukan Disti seperti saudara yang sesungguhnya, berbeda dengan orang tua Varen yang sangat memusuhi dan tidak ingin disentuhnya. Segala ketegangan yang dirasakan Disti sebelumnya menguap dengan sikap hangat yang ditunjukkan Shalimah.

Bab terkait

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   4. Pertemuan Canggung

    "Maaf ya, saat Varen meninggal aku tidak bisa ikut ke pemakaman. Saat itu aku sedang sakit," tutur Shalimah. Beruntung Mbak tidak ikut. Jika saja saat itu Mbak ikut, Mbak akan melihat betapa mertua Mbak sangat tidak pantas disebut sebagai mertua. "Tidak apa-apa, Mbak. Aku mengerti, kok." Disti tersenyum gugup. Shalimah meraih tangan Disti, lalu menariknya pelan. "Kita ngobrol di ruanganku saja, yuk." Disti mengikuti langkah Shalimah ke ruangannya. Di dalam ruangan berpintu kaca, Disti dipersilakan duduk di sofa khusus untuk tamu. Belum habis kekaguman Disti akan indahnya penataan ruang kerja Shalimah yang sangat rapi dan bersih, Disti kembali dikejutkan oleh keakraban yang diciptakan Shalimah. "Kamu mau minum apa? Jus, kopi atau yang lainnya?" "Apa saja, Mbak." "Oke, deh. Sebentar, ya." Shalimah berjalan ke arah meja kerjanya. Ia mengangkat gagang telepon dan menghubungi bagian pantry butik besar dan megah tersebut. "Bu Nah, tolong buatkan dua jus jeruk dan bawa ke ruangan saya,

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   5. Apakah Ada Yang Salah?

    Setelah salat zuhur, Yasa dan Shalimah mengajak Disti makan siang di sebuah restoran Italia. Untuk pertama kalinya Disti makan di sebuah restoran mahal dan mewah. Kemampuan table manner-nya terbatas mengingat ia datang dari keluarga sederhana yang terbiasa makan dengan peralatan makan berupa piring, mangkuk, dan sendok. Disti hanya menunggu Shalimah untuk memulai makan dan melihat cara wanita anggun itu menggunakan garpu dan pisau. Beruntung Disti diberi kecerdasan lebih hingga ia bisa belajar dengan cepat."Besok jangan lupa Arjuna diajak, ya." Shalimah kembali mengingatkan Disti.Disti tersenyum. "Iya, Mbak.""Sayang, apa tidak sebaiknya Disti memulai pekerjaannya dulu. Arjuna bisa diajak saat Disti sudah bisa menguasai pekerjaannya nanti," cegah Yasa."Aku tidak sabar ingin melihat keponakanku, Mas. Apa Mas tidak merasa—""Baiklah, Disti bisa membawa Arjuna besok." Yasa memotong ucapan Shalimah dengan nada terpaksa."Jika saya mengajak Arjuna besok, mungkin Mbak Shalimah juga bisa

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   6. Alhamdulillah

    "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab Arjuna. Anak itu bangkit dari duduknya lalu menyambut Disti dengan berlari ke pelukannya. "Bunda, pulang kelja?" tanya bocah itu dengan suara cadelnya. "Belum, Sayang. Bunda baru melamar kerja. Besok Bunda baru mulai kerja," jelas Disti, meskipun ia ragu Arjuna kecilnya bisa mengerti penjelasannya. Sari muncul dari dapur. Wanita tua berdaster biru itu menghampiri Disti dengan tatapan hangat yang lembut. "Bagaimana tadi, Ti? Apakah kakak iparmu memberimu pekerjaan?" tanya Sari was-was. "Alhamdulillah, Bu. Mbak Shali memberi Disti pekerjaan. Kebetulan dia sedang butuh penjahit." "Syukur. Alhamdulillah." Sari menangkup wajah keriputnya dengan kedua tangan. "Lalu, gimana sikap kakak iparmu itu sama kamu?" "Mbak Shali sangat baik, Bu. Mas Yasa juga." "Bukannya si Yasa itu—" "Sepertinya Disti salah menduga, Bu,” potong Disti, “Mas Yasa tidak seangkuh ayah dan ibunya." Disti memberi pembelaan, meskipun ia sebenarnya tidak tahu bagaimana s

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   7. Kembali ke Dunia Malam

    Setelah berpamitan pada ibunya, Disti dan Arjuna pergi dengan Yasa. Di butik, Shalimah menyambut kedatangan Disti dan Arjuna penuh sukacita. wanita cantik berhijab itu seperti mendapat mainan baru dengan hadirnya Arjuna. Ia tampak sangat bahagia. Sementara itu, dari tempat duduknya Yasa bersedekap sambil tersenyum puas melihat wajah semringah istrinya."Sudah waktunya aku pergi ke kantor." Yasa bangkit dari duduk, kemudian mengenakan jas abu-abunya yang tersampir di punggung kursi.Shalimah mengecup punggung tangan Yasa saat pria itu berpamitan. Wanita itu pun meminta Arjuna melakukan hal yang sama. Untuk kesekian kalinya Disti harus menahan napas dan membuang jauh-jauh rasa sakit yang berkelebat di hatinya menyaksikan kemesraan Yasa dan Shalimah. Bukan karena iri, melainkan pemandangan itu mengingatkan Disti pada masa-masa bahagianya bersama Varen. Pemandangan itu membuatnya selalu ingin tenggelam ke sungai es. Ia bahkan tidak bisa lebih lama menikmati kebahagiaan bersama Varen dan A

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   8. Alasan Disti Mulai Terkuak

    Disti merasa ingin mati saat itu juga ketika seorang pengunjung karaoke yang terhipnotis pesonanya pada pandangan pertama berani membayar dengan harga fantastis untuk mengajaknya ke tempat tidur. Pria itu membawa Disti ke sebuah hotel berbintang tidak jauh dari pub dan tempat karaoke."Pak, saya tidak bisa melakukan ini. Saya mau pulang saja." Disti menghentikan langkah setelah berpikir berulang-ulang selama dalam perjalanan.Pria berambut hitam berpotongan buzz cut yang berjalan beberapa langkah di depan Disti pun menghentikan langkahnya. Ia berbalik. Raut wajah dan kilat matanya menyiratkan amarah yang terpendam. "Apa maksudmu? Aku sudah membayar mahal untuk membawamu ke sini. Kamu pikir kamu bisa seenaknya memutuskan?"Tubuh Disti merespon dengan cepat tatapan tajam pria itu. Tangan dan kakinya mulai dingin dan jantungnya berdegup kencang. Otaknya pun berputar mencari alasan, meskipun napasnya tersengal-sengal."Saya akan mengganti uang yang sudah Bapak keluarkan. Saya janji." Dist

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   9. Diminta Menikah Lagi

    "Ti-tidak ada apa-apa, Mas," jawab Disti gugup. Shalimah akhirnya angkat bicara membujuk Disti. "Dis, aku sedih kamu tiba-tiba memutuskan berhenti bekerja dari butikku. Awalnya aku berpikir kamu memang tidak mau membantuku di butik. Namun, kenyataan yang kulihat tadi saat kamu bersama David membuatku berasumsi lain. Ada apa sebenarnya?" Disti menelan ludah dengan susah payah. Ia mengumpulkan keberanian untuk mengatakan semuanya pada Shalimah dan Yasa. "Pihak karaoke mengancam akan memenjarakanku jika aku tidak menuntaskan masa kerja yang tertera dalam kontrak kerja. Bodohnya aku, dulu aku asal menandatangani tanpa membaca isi kontrak itu terlebih dahulu." Disti menunduk. "Berapa lama masa kerja kamu yang tertera dalam kontrak itu?" selidik Yasa. Disti masih menunduk. "Satu tahun, Mas. Aku baru bekerja tiga bulan." "Berapa penalti yang harus dibayar agar mereka tidak menyeretmu ke kantor polisi?" Disti mengangkat wajahnya. Lagi-lagi masalah uang. Yasa sudah mengeluarkan banyak u

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   10. Yasa VS David

    Yasa bersandar pada punggung ranjang di kamarnya di sebelah kamar Shalimah. Ucapan Shalimah terus terngiang di telinganya. Yasa hanya mampu menatap album foto yang terbentang di tangannya. Deretan kebahagiaan yang tergambar dari senyumnya dan Shalimah dalam foto-foto tersebut kian menyayat hati. Seandainya ia tidak melakukan kesalahan yang membuat Shalimah hari itu mengalami kecelakaan, malam dingin ini tidak akan menjadi miliknya sekarang. Yasa sangat menyesalinya. Wajah Shalimah dengan balutan kebaya putih dan kilat mata yang berbinar dalam foto yang ditatapnya membuatnya ingin berteriak mengutuki dirinya sendiri. Selama enam tahun mereka tidak putus asa berjuang untuk mendapatkan momongan, tapi karena satu kesalahan dua tahun lalu, mereka harus kehilangan semua harapan.Tidak Yasa sadari bayangan wajah tanpa dosa Arjuna berkelebat mengganggu lamunannya. Ia tersenyum getir mengingat wajah menggemaskan dan tanpa dosa bocah itu. Varen sangat beruntung. Meskipun Yang Maha Kuasa memangg

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   11. Tantangan David

    "Ya Allah, Pak. Aku tidak pernah berbuat seperti itu. Aku memang kerja di karaoke, tapi tidak seperti yang Bapak kira." Disti membela harga dirinya yang terinjak-injak. Tentunya, si bapak yang terlanjur menyatakan ketidaksukaannya pada Disti tetap berbicara lantang. "Ah, banyak alasan kamu. Semua orang juga tahu, yang kerja di tempat begituan ujung-ujung ngelonte!""Astagfirullah. Itu tidak benar, Pak." Disti mulai merasa terpojok dan air bening mulai meluncur ke pipi dari sudut matanya."Sabar, Pak. Kami bukan pria-pria seperti yang Bapak tuduhkan," jelas Yasa."Pria macam apa yang mendatangi rumah wanita sundal?" Si bapak berbaju koko yang merupakan salah satu warga di tempat itu berkacak pinggang. Pria itu tampak punya pengaruh besar di lingkungan tersebut hingga hampir semua warga yang berkerumun hanya mengiakan semua ucapannya. Namun, tidak untuk beberapa orang yang baru saja tiba di sana. Seorang pria berbaju batik dan berkopiah melangkah maju dan berusaha menenangkan kegaduha

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   62. Menangis di Pelukanmu

    Plaaak! Tamparan Disti mendarat di pipi Yasa. Wanita itu tidak menduga Yasa akan berkata yang menyakitkan hatinya seperti tadi. Apa yang bisa Disti lakukan jika Yasa benar-benar membawa masalah hak asuh Kieran ke ranah hukum? Yasa punya segalanya. Jelas ia akan memenangkan hak asuh itu, meskipun anak di bawah umur seharusnya dibesarkan oleh ibunya. Yasa bisa melakukan apa saja untuk merebut hak asuh Kieran.Disti terdiam. Semua kata tertahan di tenggorokannya. Hanya air mata yang membasahi pipi yang mewakili kehancuran hati dan harapannya. Begitupun, dengan Yasa. Pria itu tertegun merenungi bagaimana ia dengan bodohnya melayangkan kalimat intimidasi pada Disti. Wanita yang pernah mengisi hati dan telah memberinya seorang putri. Dorongan yang tak terbendung memberikan kekuatan pada Yasa. Mengabaikan semua permasalahan yang ada, Yasa merengkuh Disti ke dalam pelukannya.

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   61. Nekat Menjemput

    Wanita berkulit putih yang mengenakan gaun merah selutut itu tersenyum. Mata sebiru lautannya berbinar terang seolah tidak ada beban sedikit pun di pundaknya ketika ia harus berhadapan dengan mantan istri Yasa."Halo, aku Azra. Yasa pasti sudah memberitahukanmu bahwa aku yang akan menjemput anak-anak." Azra mengulurkan tangannya.Tidak mau terlihat gugup Disti menjabat tangan Azra. Entah Azra bisa merasakan kegugupannya atau tidak, Disti hanya ingin terlihat kalau ia tidak gentar dengan penampilan sempurna wanita itu."Halo, aku Disti. Iya, Mas Yasa sudah memberitahuku."Pertemuan sekaligus perkenalan canggung itu berlangsung singkat. Sebelum Azra membawa kedua anaknya, ia meminta perempuan cantik itu untuk menyampaikan pesannya pada Yasa agar ia tidak lupa untuk mengant

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   60. Mamanya Gyan

    Mata Disti mulai berkaca-kaca. Dahulu, ia sempat mengira David hanya pria egois yang ingin memanfaatkannya. Namun, seiring waktu, ia melihat sisi lain dari David—pria yang ternyata bijaksana dan tulus. Ia mulai sadar, bahwa di balik sikapnya yang flamboyan, David adalah seseorang yang memahami dirinya lebih dari yang ia duga.David mengulurkan tangan dan menyentuh bahu Disti dengan lembut. "Aku akan tetap di sini, menemanimu. Tapi, kamu perlu berdamai dengan hatimu dulu, Dis. Cari tahu apa yang benar-benar kamu inginkan. Aku nggak akan memaksamu untuk memilihku atau siapa pun. Kamu yang berhak menentukan jalanmu sendiri."Disti mengangguk, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. Kata-kata David menyentuh bagian terdalam hatinya, membuatnya merasa tenang, tapi juga tergugah untuk mencari kejelasan dalam perasaannya.David tersenyum hangat, lalu berkata, "Sekarang makan, ya. Nggak usah banyak pikir dulu. Biar hatimu nggak lelah sendiri."Disti tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   59.

    Yasa kembali menghela napas, pandangannya kosong. "Aku bingung, Dis. Saat itu, Shalimah ... kondisinya memburuk. Aku tahu aku yang salah karena membiarkannya merasa tersisihkan, karena aku terus memikirkanmu. Aku sudah jadi pria yang kejam, lebih mementingkan perempuan lain daripada istri yang selalu setia di sampingku. Aku larut dalam penyesalanku. Sampai tiba waktunya aku ingin menemui kalian, David sudah benar-benar menggantikan posisiku." Yasa tersenyum masam, “Aku pengecut, ya?”Disti hanya bisa memandang Yasa tanpa kata-kata. Semua kata-kata yang keluar dari mulut pria itu menusuk hatinya, menciptakan rasa bersalah yang kian menumpuk."Apa yang terjadi pada Mbak Shalimah, Mas?" tanyanya akhirnya, meskipun ia sudah tahu jawabannya. Pertanyaan itu mengandung harapan bahwa jawabannya mungkin berbeda dari apa yang ia duga.Yasa menunduk, suaranya terdengar serak. "Shalimah meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan Gyan, putra kami.""Innalillahi wa inna ilaihi ra'jiun," gumam

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   58. Alasan Yasa

    Disti menahan napas, kemudian membelai lembut tangan Kieran. "Sayang, Om ini papa kandung Kieran. Jadi, mulai sekarang, Kieran bisa panggil Om ini ‘Papa Yasa’, ya?"Mata Kieran membulat, lalu tersenyum cerah. "Jadi Kieran punya dua papa, ya, Bunda?"Disti mengangguk, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Iya, Sayang. Satu Papa David, satu lagi Papa Yasa."Yasa mencoba tersenyum, meskipun ada kegetiran yang tak bisa sepenuhnya ia sembunyikan. "Iya, Kieran. Kamu bisa panggil Om, ‘Papa Yasa’."Kieran tampak berpikir sejenak, lalu menatap Disti dengan wajah bingung. "Om ini temannya Bunda ya, Bunda?"Pertanyaan itu membuat Yasa spontan menatap Disti, pandangan mereka berserobok sejenak. Disti menelan ludah, lalu menjawab hati-hati, "Iya, Sayang. Papa Yasa ini teman Bunda."Yasa menunduk, menyembunyikan perasaan sakit yang bergemuruh di dadanya. Jawaban Disti mungkin untuk melindungi Kieran yang masih terlalu muda untuk memahami semua ini, tetapi tetap saja menyakitkan mendengarnya."Assa

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   57. Menelan Kenyataan Pahit

    Ketukan di pintu ruang kerjanya mengalihkan sejenak pikiran Disti yang tengah kalut, memaksanya kembali pada realitas di senja yang pekat."Assalamualaikum. Maaf, aku datang tanpa kabar," ucap David sambil mendorong pintu terbuka. Senyuman yang biasa menghiasi wajah orientalnya segera memudar ketika ia melihat Disti duduk tersedu-sedu. Tanpa berpikir panjang, David mendekati Disti, menaruh tangannya di pundak Disti untuk menenangkan. "Dis, ada apa? Kenapa kamu menangis?"Disti menunduk. Suaranya terdengar bergetar saat akhirnya ia bicara, tapi bukan menjawab pertanyaan David. "Maafkan aku, Mbak. Maafkan aku. Aku yang salah. Aku yang menjadi duri dalam kehidupan kalian."David terdiam sejenak mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Pandangannya menyapu ruang kerja Disti dan berhenti pada layar laptopnya yang masih menyala, menunjukkan sebuah file bernama ‘Shalimah’. Hatinya mencelos dan ia tak butuh melihat lebih jauh untuk menyimpulkan bahwa video itu adalah penyebab tangis Disti.“

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   56. Berhadapan dengan Yasa

    “Assalamualaikum,” ucap Yasa, suaranya berat dan tegas, membawa suasana dingin yang langsung memenuhi ruangan.Disti mengangguk singkat, mencoba menutupi kegugupannya. “Waalaikumsalam,” jawabnya sambil berusaha menjaga nadanya tetap stabil.Yasa melangkah masuk. Tatapannya tak pernah lepas dari wajah Disti. Sementara itu, Disti bisa merasakan ada sesuatu yang berat dalam tatapan Yasa sesuatu yang membara di balik ketenangan yang Yasa tampilkan.“Kenapa kamu tidak bilang padaku kalau kamu sedang hamil saat kita bercerai?” Yasa langsung bertanya, tanpa basa-basi.Disti tertegun. Pertanyaan itu menghantamnya tanpa ampun, tepat di titik yang paling ia coba sembunyikan selama ini. Ia menatap Yasa, dan untuk pertama kalinya, ia melihat kemar

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   55. Kenapa Bukan Shalimah?

    “Kamu melamarku, Dave?” tanya Disti, suaranya bergetar sedikit, antara terkejut dan tidak percaya.David tersenyum tipis, lalu berpura-pura melempar pandangan ke arah bunga-bunga mawar merah yang tumbuh di sepanjang jalan setapak. “Aku? Melamar kamu? Nggak kok. Aku cuma curhat sama bunga-bunga ini,” jawabnya santai sambil menunjuk ke arah bunga-bunga di sepanjang koridor.Disti tertawa pelan, melirik David dengan pandangan penuh arti. “Begitu saja ngambek,” katanya menggoda. “Tapi serius, Dave, tentu saja aku senang kalau kamu mau menjadi imamku. Hanya saja apa kamu siap menjadi imam seorang janda beranak dua?”David menatap Disti beberapa saat, matanya menyorotkan ketulusan yang begitu dalam. “Menurutmu gimana?” balasnya lembut.

  • Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar   54. Kembali Dipertemukan

    Jantung Disti berdegup kencang, nyaris melompat keluar saat melihat Yasa berjalan mendekat. Tatapannya terkunci pada sosok pria berpostur atletis dengan sorot mata yang masih sama, meski ada sesuatu yang tampak lebih matang, lebih tenang. Waktu seakan melambat. Dan dalam beberapa detik yang panjang itu, kenangan masa lalu menghantamnya bertubi-tubi.Sadar bahwa ia tidak sendirian, Disti segera menoleh ke Kieran yang berdiri di sampingnya. Wajah kecil putrinya yang begitu mirip dengan Yasa membuatnya gelisah. Ia tahu betul, Kieran adalah gambaran Yasa dalam versi perempuan kecil. Jika Yasa memperhatikan lebih teliti, ia pasti akan mengenali kemiripan itu.Dengan sigap, Disti meraih tangan Kieran dan menempatkan gadis kecilnya di belakang tubuhnya, seolah ingin melindungi Kieran dari tatapan yang mungkin penuh pertanyaan. Ketika ia melirik ke arah ana

DMCA.com Protection Status