All Chapters of Terpaksa Menikah dengan Mantan Kakak Ipar: Chapter 41 - Chapter 50

62 Chapters

41. Keputusan Shalimah, Ragu Disti

Ketika Yasa kembali melirik ke arah Disti, Shalimah memutuskan untuk mengambil langkah. Dengan pelan dan hati-hati, ia menyentuh lengan Yasa, menarik perhatiannya kembali.“Mas,” kata Shalimah pelan, suaranya tenang tapi penuh arti. “Boleh bicara sebentar?” Yasa mengangguk mengiakan, lalu mereka berdua meminta izin untuk menjauh dari tamu mereka untuk berbicara.“Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Shalimah.Yasa tertegun, menyadari bahwa ia mungkin sudah terlalu jelas menunjukkan perasaannya pada Disti. Ia menoleh pada Shalimah, berusaha menutupi kegelisahannya dengan senyuman kecil.“Oh, tidak. Tidak ada, Sayang. Maaf, tadi aku hanya melihat-lihat tamu yang hadir,” jawabnya berusaha tenang.Shalimah tersenyum tipis. Meski demikian, tatapannya menelusuri mata Yasa seolah mencoba membaca pikirannya. “Tamu atau Disti?” Yasa terdiam sesaat, terkejut mendengar pertanyaan itu. “Shali… bukan begitu maksudku.”“Mas, Disti juga istri kamu. Tidak apa-apa kalau Mas mengkhawatir
Read more

42. Merasa Diabaikan

“Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu, Dis,” ucap Yasa dengan suara parau. “Aku hanya tidak ingin kamu terlalu dekat dengan orang lain. Aku tidak ingin kehilangan kamu. Kalau kamu bilang aku cemburu, iya, aku cemburu.”Disti menatap Yasa, matanya berkaca-kaca. “Mas, aku mengerti. Aku sadar siapa aku kok, Mas. Aku hanya bayangan Mbak Shalimah dalam kehidupan Mas. Sudahlah, Mas. Jangan terlalu memikirkan aku.”Yasa terdiam, meresapi setiap kata yang diucapkan Disti. Ia tahu, ada banyak kebenaran di balik kata-kata istrinya. Bahwa selama ini, dia memang lebih sering mendahulukan Shalimah, menganggap Disti akan baik-baik saja tanpa benar-benar melihat kebutuhan emosional istrinya.Perlahan, Yasa meraih tangan Disti dan menggenggamnya erat. Kali ini Disti tidak menepis, namun tatapannya tetap menyiratkan keraguan. “Aku minta maaf, Disti,” ucap Yasa, suaranya lebih lembut dan tulus. “Aku terlalu lama terjebak dengan pikiran bahwa aku bisa menjalani semuanya seperti ini. Aku piki
Read more

43. Ancaman Ibu Mertua

Saat Shalimah pergi untuk konseling, Disti merasakan kekosongan yang aneh. Ia kembali ke pekerjaannya di butik, tapi pikirannya melayang-layang. Wanita itu mencoba memahami perubahan yang terjadi. Semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa bahwa sesuatu telah berubah di antara mereka. Shalimah memang tetap ramah dan baik, tetapi ada jarak yang sebelumnya tidak ada. Jarak yang terasa dingin, menyakitkan, dan membuat Disti merasa semakin bersalah.Selama ini, Disti selalu mengagumi Shalimah. Bukan hanya sebagai istri pertama yang lebih dulu hadir dalam hidup Yasa, tetapi juga sebagai sosok yang anggun, tegar, dan penuh kasih sayang. Shalimah sering menjadi tempatnya berbagi cerita, bahkan tentang hal-hal kecil yang mengganggu pikirannya. Namun, setelah malam tadi, Disti merasakan bahwa ia telah melukai Shalimah. Meskipun Shalimah tidak pernah menunjukkan kemarahan atau kebencian, Disti tahu bahwa luka itu ada.Kembali ke meja kerjanya, Disti menunduk, merasakan beban di dadanya semakin
Read more

44. David Lagi

“Bu ….” Disti berusaha berbicara, suaranya bergetar. “Saya nggak pernah berniat untuk membuat Mbak Shalimah merasa tertekan. Saya benar-benar menghormati dia. Saya sadar saya ini hanya istri kedua dan saya selalu berusaha untuk tidak mengganggu. Demi Allah, saya tidak pernah ada niat untuk melakukan hal yang Ibu bilang tadi.”“Kalau kamu sadar dan tahu diri, seharusnya kamu tahu kapan kamu harus mundur.” Nada bicara Laila sekarang sarat akan intimidasi.Disti meremas tangan, berusaha menahan perasaan sakit yang semakin menghantam hatinya. Kata-kata Laila begitu kejam. Tapi di balik semua itu, ada kebenaran yang tak bisa ia pungkiri. Ia tahu alasan Yasa mempertahankan pernikahan mereka, tapi ia dengan bodoh dan tidak peduli masih saja berharap Yasa bisa benar-benar mencintainya.“Jadi dengar ya, Dis,” lanjut Laila dengan nada yang semakin dingin, “Aku minta kamu untuk mundur. Selesaikan perceraian kamu dengan Yasa. Jangan egois. Berikan Shalimah kesempatan untuk membangun kembali rumah
Read more

45. Tak Pernah Membayangkan

Melihat tatapan Disti yang berubah, pria berjaket kulit itu pun akhirnya menyerah. "Kalau begitu, selesaikan baik-baik, ya, Bang. Jangan kasar sama istri."David tersenyum tipis dan mengangguk. "Iya, Pak. Terima kasih atas pengertiannya."Begitu pria itu menjauh, David langsung menarik Disti ke arah mobilnya yang terparkir tak jauh. Dengan kasar, ia membuka pintu mobil dan mendorong Disti masuk ke kursi penumpang. Disti mencoba melawan, tapi David memelototinya dengan tatapan yang membuatnya langsung terdiam.Begitu mereka berada di dalam mobil, David menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Disti duduk diam, tangannya gemetar dan jantungnya berdetak kencang."Apa sebenarnya yang Bapak inginkan dari saya?" tanya Disti dengan suara pelan, hampir berbisik.David menatapnya sekilas dengan tatapan dingin di kaca spion. "Kamu tahu apa yang aku mau, Disti. Kamu pikir kamu bisa lari dari aku? Kamu pikir Yasa benar-benar peduli?Disti menelan ludah, merasakan ketakutan ya
Read more

46. Tak Bisa Menolak Yasa

David yang duduk di seberangnya, menatap Disti dengan tatapan serius. Ia mengamati ekspresi Disti yang penuh keterkejutan dan seolah memahami kebingungannya. “Mungkin kamu nggak akan percaya ini, Dis. Aku tahu sulit bagimu menerima semuanya, tapi itu fakta,” jelas David.Kabut bening tampak di mata Disti. Ada keinginan untuk menolak fakta yang diungkapkan David, tapi intuisinya berkata lain. "Kenapa? Kenapa baru sekarang Bapak bilang semuanya?" David menghela napas panjang, menatap lantai dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Aku tidak pernah ingin membuka luka lama ini, tapi kamu perlu tahu siapa Yasa sebenarnya. Aku dan Yasa, kami dulu sahabat baik. Kami berteman sejak SMA. Aku bahkan menganggap dia seperti saudaraku sendiri."Disti mengernyit. "Sahabat?" David mengangguk pelan. "Iya. Bahkan, adikku, Diana, dulu pernah jadi pacarnya. Mereka begitu dekat, seperti pasangan yang tidak terpisahkan. Aku pikir mereka akan menikah suatu hari nanti."Disti terdiam, perasaannya semakin r
Read more

47. Nyaman yang Penuh Luka

Disti tersentak, merasa perasaannya hancur berkeping-keping. "Jadi Mas biarkan aku hidup dalam kebohongan ini hanya karena Mas nggak mau aku pergi?"Yasa meletakkan tangan di bahu Disti, kemudian menatapnya dengan permohonan. "Dis, kamu harus mengerti. Aku memang tidak jujur, tapi aku punya alasan. Aku nggak mau kamu terbebani dengan semua masalah ini. Aku hanya ingin … aku hanya ingin kita tetap bersama."Disti menepis tangan Yasa, wajahnya penuh dengan luka dan kemarahan. "Bersama? Apa yang Mas pikir selama ini? Aku mencintai Mas, tapi Mas cuma mempermainkan aku! Aku tahu kalau aku ini cuma seseorang yang Mas pakai untuk mengisi kekosongan saat Mbak Shalimah nggak ada?"Yasa terdiam, wajahnya tampak semakin tegang. "Bukan begitu, Dis. Aku benar-benar peduli sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu."Disti tertawa kecil, suaranya terdengar pahit di antara isakannya. "Peduli? Apa arti peduli buat Mas? Kalau Mas benar-benar peduli, Mas nggak akan menyembunyikan hal ini dariku. Mas ngga
Read more

48. Shalimah Sakit

Azan subuh memecah keheningan malam. Ajakan untuk bangun dan berdoa pada sang Khalik terdengar sayup-sayup di telinga Disti. Ia menyingkirkan tangan Yasa yang masih melingkar posesif di pinggangnya, lalu beringsut dan bersandar ke kepala ranjang. Tatapannya tertuju pada Yasa yang masih terlelap di sampingnya. Sedetik pun Disti tidak dapat memejam setelah bercinta dengan Yasa. Kepalanya masih dipenuhi perasaan tak menentu yang membuatnya terombang-ambing di tengah badai pernikahannya dengan Yasa.Wajah maskulin Yasa tampak tenang dalam tidurnya. Disti selalu mengagumi wajah itu. Wajah yang sukar dihindari dan tidak bisa ditolak pesonanya. Wajah yang membuat Disti jatuh cinta sampai rela memendam renjana. Sejenak Disti berpikir apakah ia akan mampu hidup tanpa Yasa setelah ia merelakan hatinya dimiliki pria itu?"Dis...." Tangan Yasa meraba-raba mencari jemari Disti di atas paha perempuan itu yang tertutupi selimut.Disti meletakkan tangannya di atas tangan Yasa dan dengan cepat Yasa me
Read more

49. Pilih Aku atau Dia

Dari sudut lain, pandangan Shalimah tertuju ke arah tangan Yasa yang menggenggam erat tangan Disti. Rasa perih menggores dinding hatinya. Permintaannya agar Yasa menikahi Disti menjadi bumerang yang sedikit-banyak sudah menorehkan luka yang harus ia telan sendiri."Ma, Disti juga kan istrinya Mas Yasa. Mas Yasa wajib mengetahui apa masalah yang dihadapi Disti dan membantu menyelesaikannya." Lagi-lagi Shalimah tidak mampu membuat dirinya menjadi istri pertama yang kejam. Ia membela Disti, meskipun sebenarnya pembelaan itu untuk melindungi suaminya dari amukan Laila. Bagaimanapun, dulu ia yang ikut meminang Disti untuk menjadi istri kedua suaminya. Ia tidak akan membiarkan kecemburuan menguasai dirinya, pikir perempuan itu.Laila menoleh pada Shalimah. Ia menggeleng- gelengkan kepalanya sambil berdecak kesal. "Mama heran sama kamu, Shalimah. Kenapa sih kamu terus-terusan membela madumu itu, padahal sudah jelas dia hendak merebut suami kamu? Cepat atau lambat perempuan itu pasti akan mel
Read more

50. Setelah Lima Tahun

Lima Tahun KemudianDisti menatap butiran hujan yang jatuh di balik kaca jendela kamarnya. Derai hujan itu terasa menenangkan, membawanya ke dalam keheningan yang hampir mistis. Senyuman kecil terukir di wajahnya, meski ia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya tersenyum. Mungkin itu hanya caranya untuk menerima kehadiran hujan, dengan senyuman. Tapi, sekelebat kenangan masa lalu kembali menyelusup, menariknya ke lorong waktu yang sudah lama ia coba tinggalkan. Senyumnya pun pudar, berganti dengan ekspresi sedih. Ia menelan ludah, terasa berat, dan meskipun matanya tertuju pada hujan di luar, pikirannya sedang berkelana ke tempat lain, tempat di mana separuh hatinya masih tertinggal.Aku tidak akan pernah bisa menjadi pelangi untukmu karena yang kubawa hanyalah rintik hujan yang membasahi dan menghapus kisah indah kalian.“Bunda!” Suara ceria anak perempuan memecah lamunan Disti.Ia menoleh dan melihat gadis kecil berambut ikal cokelat berdiri di depan pintu. Disti tersenyum manis, me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status