Yasa melangkah masuk ke ruang kerja Shalimah dan mengiringi kedatangannya dengan salam. “Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam,” sambut Shalimah lembut, sambil mencium punggung tangan Yasa dengan penuh kasih.Di belakangnya, Disti menatap sejenak, lalu ragu-ragu mengikuti gerakan Shalimah. “Waalaikumsalam,” ucapnya pelan sambil menunduk dan mencium punggung tangan Yasa dengan canggung. Sudah beberapa hari ia melakukannya, tapi tetap saja Disti merasa kikuk. Hubungan mereka terasa tak nyata, seakan pernikahan ini hanyalah formalitas tanpa makna yang dalam.“Maaf, aku agak telat. Tadi harus menyelesaikan urusan kantor dulu sebelum menjemput Juna,” jelas Yasa, nadanya terdengar penuh tanggung jawab.Disti menahan napas, merasa tak nyaman dengan penjelasan Yasa yang seharusnya ditujukan pada Shalimah, istri pertamanya. Ketika Yasa mengarahkannya pada Disti, seolah ada garis yang dilangkahi, membuatnya merasa salah tempat. Namun, sebelum ia tenggelam dalam pikirannya, Yasa beralih pada Shalima
Read more