All Chapters of Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Bab 11
“Tolong sajikan hidangan dan minuman hangat. Gulanya pakai khusus, Bik. Eva akan turun sebentar lagi, masih bergantian mandi sama Mas Gara.” Bik Darmi mengangguk. “Saya permisi, Bu.” “Bik, tunggu.” Bik Darmi baru beberapa langkah menghentikan langkahnya. Eva segera beranjak bergerak menghampiri dengan langkah cepat. Kepalanya mulai bergerak menatap lantai bawah, meski kenyataan tidak terlihat sama sekali, tapi mampu membuat hati Eva was-was. “Bik, tolong jangan katakan apapun.” Eva berkata dengan pelan. Tangan lembutnya meraih tangan Bik Darmi pelan. “Apapun yang Bik Darmi lihat selama ini. Kalau Eyang tanya sesuatu tentang itu,” tegas Eva. Bik Darmi mengangguk. Mata senjanya tersorot rasa prihatin sekaligus kasihan. Selain benda mati di rumah dua lantai itu, Bik Darmi lah satu-satunya yang menjadi saksi bagaimana tingkah Anggara dengan pacarnya. Mau berkomentar tentu sebagai orang luar tidak bisa melakukan apapun. “Bik Darmi tidak begitu, Bu. Kata cucu saya zaman sekara
Read more
Bab 12
“Kalian terdengar keberatan.” Eva dan Anggara saling bersitatap. Tatapan seolah saling beradu membayangkan adegan yang akan terjadi kedepannya. Selama Eyang berada di ruang mereka.“Bu-bu ….”“Berapa lama, Eyang? kita sibuk, Eyang pasti tahu itu?” Anggara menyela menyatakan keberatannya.“Besok bukannya kamu juga ke kantor, Sayang?” Anggara merapatkan duduknya menghampiri Eva. Rangkulan dan kecupan mendarat di pipinya.“I-iya.” Eva gugup dan terkejut dengan serangan tiba-tiba Anggara. Bukan serangan, tapi seolah sinyal tanda bahwa adegan akting sudah dimulai.“Eyang juga jangan sampai ingin mencari perawan karena melihat kemesraan pengantin baru,” lanjut Anggara dengan nada mengejek dan kembali mengecup pipi Eva. Emuah …Eva menegang. Jantungnya berdegup dengan kencang seiring dengan kecupan yang terdengar. Mesti bukan pertama kali tentu perlakuan Anggara yang sangat manis dan mesra selalu berhasil membuat bulu kuduk berdiri merinding meremang.“Dasar cucu sialan. Apa yang kamu kata
Read more
Bab 13
Suara langkah kaki begitu menggema dengan alunan sepatu hak rendah menggema mengenai lantai marmer. Senyum merekah tidak lepas dari bibirnya, seperti biasa Eva selalu bisa menempatkan dirinya. Membuang semua beban rumah dan kini begitu ramah dengan para karyawannya. Sapaan demi sapaan selamat pagi, Eva dapatkan. Balasan dengan suara lembut Eva lakukan tidak terlewatkan satu karyawan yang menyapanya. “Selamat pagi, Bu.” Sekretaris berpakaian rapi sebagai orang terakhir menyambut kedatangan Eva yang selalu tepat waktu. “Pagi, Lucky. Apa pekerjaan hari ini sangat banyak?” Eva segera masuk dan duduk di kursi kebesarannya di ruangan diikuti oleh sekretarisnya. Merapikan tempatnya dan mengeluarkan komputer lipat dari tas sederhana yang selalu menemani kerja setiap harinya. “Tidak begitu banyak, Bu. Seperti biasa, tambahan ada meeting sebelum peluncuran penerbitan dan cetak produk terbaru.” Lucky menggeser layar tablet di bawa saat ini di tangan kiri. Kemudian mengangguk-angguk membaca
Read more
Bab 14
“Akbar memang perlu kacamata,” guman Anggara. Tatapan datar tidak lepas pada penampilan Eva kini.Kedua mata memindai, wajah Eva tidak ada yang berubah. Wajah tanpa polesan, rambut yang terlihat acak-acakan, dengan baju tidur lengan panjang kebesaran yang Eva kenakan. Mengingat perkataan Akbar membuat Anggara berdecak dengan gelengan kepala malas.Mengabaikan posisi tidur Eva yang terduduk di sofa dengan berkas dan laptop di depannya. Anggara segera beranjak, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Lelah dan lengket dia rasakan rasanya segera harus ke kamar mandi menyiram seluruh tubuhnya.Keluar kamar mandi, masih sama. Anggara masih melihat Eva, meski dengan posisi berbeda. Dengan bahu terangkat, minimnya rasa simpati, Anggara meraih baju tidurnya dan lagi-lagi mengabaikan posisi tidak nyaman Eva.Memang pernikahan mereka ada karena keterpaksaan. Di hati, Anggara tidak terbesit untuk menjalani serius. Baginya keluarganya menganggap Eva menantunya lebih dari cukup, tidak dengan d
Read more
Bab 15
“Jangan kecewakan, Papa.” Papa Alfian menghentikan langkahnya di ambang pintu. Berbalik dan menatap putrinya dengan sorot mata tegas.Lidah Eva terasa kelu. Tidak ada lima menit rasanya beban terasa berat di pundaknya. Perkataan papanya bukan lagi tawaran atau ajakan, melainkan tuntutan diharuskan untuk datang.“Apa Papa tidak datang?” pertanyaan pelan lolos kembali membuat Papa Alfian menghentikan langkahnya untuk membuka pintu ruang kerja Eva.Ingin sekali Eva menolak, tentu tidak ingin bertemu dengan suaminya. Rasanya ingin sekali Eva menghindari semua itu. Cukup di rumah bagai orang asing sudah membuatnya sesak. Apalagi bagaimana diluar nanti, sangat kenal bahkan hampir tiap malam di ruang yang sama harus asing ketika di luar rumah.Papa Alfian menggeleng. Sorot matanya tidak berubah selalu tegas, tapi tersirat rasa kelegaan menatap Eva. “Sudah ada kamu, kenapa Papa harus datang.”Eva membuang napas panjang dan mengangguk. “Eva mengerti dan tidak akan kecewakan Papa.”Papa Alfian
Read more
Bab 16
Aluna menatap Eva dari atas hingga ke bawah. “Kakak ipar gak pernah komentar pakaian, Kakak?”Deg!Aluna beranjak dari duduk. Kemudian menatap dari atas hingga kebawah, dari ujung kepala hingga kaki, tampilan sederhana Eva. Tatapan seolah menilai detail selayaknya juri fashion pada apa yang Eva kenakan. Memang dibandingkan dengan Aluna cukup sangat jauh, adiknya sangat fashionable dengan kapasitas otak pas-pasan. Sedangkan Eva otaknya luar biasa, tapi kemampuan untuk berpakaian jauh dari kata trend masa kini. Rambutnya hanya dibiarkan lurus dengan warna aslinya. Begitu pakaian selalu longgar dengan model itu-itu saja sejak dulu.Eva merasa degup jantungnya semakin kencang memompa. Pikirannya kembali berkelana, menunduk kepala dan menatap tampilannya sekali lagi, tidak hanya sekali sekarang sudah dua kalinya Eva melihat pakaiannya. Kenapa dengan pakaiannya, perasaan tidak ada yang buruk dan tergolong sangat sopan.“Kenapa? ada apa dengan pakaian Kakak? selama ini kamu tidak masalah,
Read more
Bab 17
“Lalu?” Anggara bergumam dengan malas.“Memang berbicara sama kamu selalu percuma. Terserah!” Eva sudah merasa muak dan lelah. Dirinya tidak mau peduli lagi. Anggara tertawa kecil. Tawa selalu terdengar meremehkan, tatapan matanya acuh ketika menatap berbicara dengan Eva. Bahkan sesekali asyik dengan ponselnya tanpa menanggapi dengan serius apa yang Eva bicarakan.“Aku sudah mengatakan tidak perlu peduli urusanku! urus saja dirimu. Kita tidak lebih dari status diatas kertas.”Eva yang sudah beberapa langkah berjalan meninggalkan Anggara seketika menghentikan langkahnya. Ucapan Anggara meski santai, tapi sangat jelas masuk indera pendengarannya. Cukup jelas karena ruang hanya ada interaksi mereka berdua.Eva mengepalkan tangannya. Mengingat lagi-lagi ketika berbicara seperti lawan bicaranya adalah patung dan membuang waktunya, Eva mengabaikan semua itu. Ia lantas kembali melajukan langkahnya. Tentu kamar tujuan utamanya.Anggara menyeringai melihat Eva semakin menjauh. Tatapan tidak l
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status