All Chapters of TEA SOMMELIER GIRL ( GADIS PERACIK TEH): Chapter 121 - Chapter 130

139 Chapters

Arsen dan Cemburunya

Itu taruhannya itu banyak Tante. Uang saku selama dua bulan.” Kata Yogi dengan senyum getir dan wajah cemberut.Arsen dan Ancel tertawa nyengir sesaat. Mas Gavrielle melirik ke arah mereka dan mereka pun kicep.“Berdiri.” Ku raih tangan Yogi dan anak yang sedikit gembul itu pun berdiri dengan sedikit kesusahan.“Sekarang kalain batalkan taruhannya. Tante akan mentraktir kalian di kedai Tante. Kalian mau?”Teman-teman Arsen pun bersorak.“Tante ini beneran ya punya channel video yang viral dan di omongin Arsen itu?”Ternyata selama ini putraku benar-benar antusias dengan tayangan channelku.“Iya, Tante yang siaran di video yang selalu di tonton Arsen.” Jawabku lugas. Tidak baik berbohong pada anak-anak. Orang tua idealnya menjadi panutan dan contoh yang baik bagi anak-anak.“Kalau begitu mamaku fans tante dong. Mamaku belajar memasak dari channel Tante. Sekarang papa ja
Read more

Mencuri Dengar Isi Hati Suami

Mas Gavrielle buru-buru menyelesaikan makannya. Tak seperti biasanya ia tidak menghabiskan Dara Bacem Bakar yang sudah disajikan Mas Badrun.Mas Gavrielle meninggalkan meja.”Aku sudah selesai makan, mau ketemu Mas Badrun dulu.” Pamit suamiku. Ia meninggalkan mejaArsen masih saja cemberut. Aku ingin segera menemui kakek juga eyang putriku. Aku penasaran juga dengan apa yang di lakukan oleh suamiku.Mas Gavrielle ternyata benar menemui Mas Badrun. Mereka berdua ngobrol di salah satu bangku pengunjung. Sembari menghisap sebatang rokok Mas Gavrielle terbahak. Entah apa yang di bicarakan dengan Mas Badrun. Aku menyimak di belakang dinding.“Akhirnya nyonya besar pulang juga Mas.” Kata Mas Badrun.”Kok surem banget wajahnya. Ada masalah?”Mas Gavrielle mengambil es jeruk yang ada di depannya lalu menyeruputnya.“Menurutmu Renata masih cinta sama aku nggak ya? Aku tiba-tiba saja kepikiran hal ini. Bayangkan lima tahun Drun, aku nggak menyentuh istriku.”Sungguh di luar dugaan apa yang ku den
Read more

Bangun dari Koma

Eyang putri menatapku dengar nanar. Selama lima tahun ini pastilah beliau menyangka kalau aku cucu satu-satunya sudah tiada. Pasti eyang sangat terpukul saat itu.“A-ta? Kamu beneran cucuku? Kamu masih hidup nak?”Eyang merengkuh tubuhku. Kami larut dalam tangis. Aku pun tak bisa berbuat banyak saat kecelakaan pesawat itu selain menyelamatkan diri dan berupaya menemukan dalang jatuhnya pesawat yang hendak membawaku pulang ke Jakarta.Mas Gavrielle duduk di samping kursi eyang putri.“Gavrielle kenapa kamu tega sekali pada eyang nggak memberi tahu keberadaan Renata?” Protes eyang.Mas Gavrielle hanya diam. Anak-anakku ikutan duduk seperti papanya. Mereka duduk di samping kursi suamiku. Mereka berebut kursi dan akhirnya Arsen duduk di samping kiri eyangku. Aku duduk di sebelah kanan kursi Arsen.“Ma, lupa ya oleh-olehnya tadi. Pa, bagasinya di kunci atau nggak?” Arsen berdiri menghadap Mas Gavrielle hendak turun menuruni undakan yang ada di depan teras.“Papa ambilkan. Ayo temani Papa.”
Read more

Ketidakpercayaan Diri Gavrielle

“Kek, yang penting Ata sudah ada di sini. Kakek harus sehat lagi ya.”Kakek menggenggam tanganku.”Maafin Kakek, Ata. Kakek tidak bisa melindungimu. Kakek masih ingin sehat lagi, semoga keluarga kita di lindungi Tuhan.”Setelah permintaan maaf kakekku beberapa tahun yang lalu. Dan satu persatu misteri di keluarga besar Matsuyama terkuak, baru aku sadar kalau kakekku juga sosok yang begitu kesepian juga tertekan. Meski ia memasang sejuta topeng kebengisan juga kekejaman. Ternyata jauh di dalam hatinya, ia begitu merindukan keluarganya.“A-ta keluar dulu. Istirahat lagi. Besok kalau keadaan kakek sudah membaik kita jalan-jalan bareng anak-anak.”Ku tinggalkan ruangan eyang putri. Mas Gavrielle dan eyang putri duduk di ruang keluarga sembari nonton televisi. Rupanya Arsen yang memutar Spong Bob. Ia terbahak-bahak sambil guling-guling. Betapa berharganya waktu kebersamaan itu. Demi hari ini selama lima tahun ini, mataku selalu saja bengkak setiap menjelang malam. Aku ingat anak-anakku. Kam
Read more

Kedatangan Neil

“Kalau nggak cinta aku nggak kembali.” Jawabku lugas.Mas Gavrielle menatap wajahku dan menyatukan kedua dahi kami.”Aku sama sekali nggak merawat diriku sejak nggak ada kamu, Ren.” Ucapnya dengan suara parau.”Aku nggak menyangka ternyata feelingku kalau selama ini kamu masih hidup nggak salah.”Aku sempat memikirkan kalau suamiku menikah lagi atau bahkan punya banyak gandengan baru. Ternyata aku masih menjadi ratu di hatinya.“Anak-anak beranjak dewasa, Mas harus jaga kesehatan.” Ucapku. Ku tepuk kedua pipinya dengan kedua tanganku.Mas Gavrielle justru menitikkan air mata. Sejak aku masuk kembali ke kediaman suamiku, aku bahkan tak pernah melihatnya bersedih. Aku melihat gairah hidupnya kembali. Apalagi saat ia tahu kalau aku memang Renata bukan Tari, pemulung yang menyamar.“Lima tahun aku begitu menyesali kepergianmu, hari itu aku memang meminta Kapten Luis untuk menjagamu juga Shandy. Apapun
Read more

Bukti untuk Meyakinkan Suami

Dengan mengendap-endap awalnya aku meninggalkan kamar lalu menuju ruang tamu. Ku putar kunci lalu ku buka pintu. Ini tengah malam, ngapain Neil datang. Mau bikin gaduh apa? Aku nggak mau ada kesalahpahaman antara aku juga Mas Gavrielle lagi. Tapi suamiku tidurnya pules sekali. Aku nggak mungkin membangunkan.Akhirnya ku buka pintu. Sebelumnya aku sudah menghubungi nomor ponsel eyang putri. Meskipun awalnya sulit sekali tersambung. Tapi eyang putri terbangun karena kakek haus dan minta minum. Akhirnya sambungan video call bisa tersambung juga.“Ada apa malam-malam kamu kemari, Neil?”Jantungku dag dig dug, khawatir kalau Mas Gavrielle bangun dan terjadi baku hantam diantara keduanya.“Kamu nggak mempersilahkan aku masuk, Ren?”Dengan berat hati, aku mempersilahkan Neil masuk dan duduk di ruang tamu. Ku nyalakan semua lampu, tak lupa ku letakkan ponselku di samping vas bunga yang ada di sudut meja. Ponselku sengaja aku tutupi dengan vas bunga. Kebetulan sekali bunga Mawar yang di pasang
Read more

Setelah Kepergian Neil

 Tubuhku lemas, ku rebahkan tubuhku di atas ranjang. Ku tarik selimut lalu ku tutup tubuhku dengan selimut.“Renata.” Panggil Mas Gavrielle dengan pelan. “Sudah ngambeknya udahan dong. Aku percaya kalau kamu nggak ada apa-apa lagi sama Neil.”Mas Gavrielle menarik selimut yang menutupi kepalaku. Aku meringkuk memunggunginya. Biar saja. Jengkelku berlipat-lipat jadinya.“Aku minta maaf Ren.” Kata Mas Gavrielle.Ia memeluk tubuhku dari belakang. “Sekarang bilang padaku, sebagai gantinya kamu pengen apa pasti aku kabulkan.” Bujuk suamiku. Kalau dipikir-pikir aku sudah punya semuanya, rumah meski kecil aku punya. Perusahaan meskipun suamiku yang menjalankan tapi perusahaan kakek adalah milikku. Kedai teh yang ku bangun dan ku rintis hasil keuntungannya masuk ke rekeningku. Meskipun yang mengelola dan pusing mengurusnya adalah suamiku. Warung Kuliner di Pattaya juga masih jalan. Keuntungan bersihnya
Read more

Jalan-jalan ke Kebun Teh

Salah satu ART eyang putri mendorong kursi roda kakek. Kian lama kaki eyang makin ringkih. Aku sadar itu, kalau eyang putri mendorong kursi roda kakek itu akan membahayakan kakinya.Kakek duduk di kursi roda. Ia mengenakan kaos lengan pendek. Tak lupa selimut kecil bermotif kotak-kotak berwarna hitam untuk menutup bagian kaki ke bawah. Eyang putri sendiri hari ini sudah tampil cantik. Aku ikut bahagia melihat senyum tipis tersungging menghiasi wajah cantiknya. Meskipun usianya sudah sepuh, tapi gurat-gurat keriput itu tak mengalahkan bekas kecantikannya di masa muda.“Kinar. Kamu nggak usah banyak jalan, kaki kamu nanti sakit lagi.” Ucap Kakek. Ternyata meskipun lancar bicara, suara kakek masih saja berat. Ku pikir ada syaraf yang terganggu karena sakitnya kakekku.Aku jadi mikir-mikir permintaan Mas Gavrielle, apa iya aku tega meninggalkan keluargaku kalau keadaan belum sehat semuanya. Meskipun semuanya nanti akan ada di bawah pengawasan Papa Syaron
Read more

Persidangan Tante Haruka

Kami kembali dari perkebunan setelah meninap di rumah eyang putri selama satu minggu lebih. Mama dan papa mertuaku menginap di rumah eyang putriku sementara anak-anak tidurnya pindah-pindah. Kadang mereka minta tidur di rumah eyang kadang tidur di rumah. Suamiku sendiri memilih menempati rumah. Alasannya klise, kalau sudah balik ke Jakarta kami bakal kehilangan me time. Banyak pekerjaan menanti.Pagi ini anak-anak juga sudah berangkat sekolah kembali. Eyang memilih untuk tinggal di perkebunan sementara waktu menunggu jadwal fisioterapi yang di jadwalkan dokter Pambudi keluar.Sebetulnya kapan saja kakek bisa fisioterapi tapi Mas Gavrielle ingin dokter Pambudi juga turut serta memantau proses pengobatan kakek.Setelah anak-anak berangkat, Mas Gavrielle mengajakku untuk datang ke pengadilan. Hari ini adalah sidang perdana Tante Haruka. Kami janjian dengan papa juga mama mertuaku untuk bertemu di pengadilan.Pagi ini Mas Gavrielle otomatis nggak ngantor, semua acara meeting penting sudah
Read more

Khamdan alias Muhammad Hamdan

 Papa bersama dengan Om Shane juga Tim pengacara pulang dengan mobil yang di kendarai bodyguard Papa Syaron. Aku dan Mas Gavrielle pulang dengan mobil yang kami bawa.Di sepanjang perjalanan pulang, entah mengapa perasaanku begitu kosong. Tak menyangka sama sekali kalau Paman Hiromi akan menjadi saksi bagi kubu kami. How can? Ini nggak mimpi kan? Tidak mungkin kalau Paman Hiromi akan menjelekkan bahkan menyudutkan Tante Haruka.“Ren, kita sudah sampai rumah.” Mas Gavrielle menepuk pelan pundakku.“Hah, sudah sampai rumah ya Mas?” Aku masih saja gelagapan. Selama perjalanan pulang, Mas Gavrielle juga tidak mengajakku bicara. Ia tahu bagaimana perasaanku setelah sidang pertama Tante Haruka.Mas Gavrielle membuka pintu mobil sebelah kiri.” Ayo turun. Kamu jangan kebanyakan melamun, Ren.”Ia menggandengku sampai pintu depan rumah. Mbok Sumi menyambut kami dengan wajah sumringahnya. Pak
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status