Beranda / Pernikahan / Wanita Kedua / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Wanita Kedua: Bab 111 - Bab 120

285 Bab

Ditolak

Keira masih termenung di atas kursi rodanya, memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Tante Bianca. Dia memang tidak bisa hanya menarik perhatian Angga saja kalau ingin laki-laki itu menjadi milikinya, bagaimanapun Angga memang sudah mempunyai anak dari wanita lain yang harus dia perhatikan, jadi mengambil hati anak-anaknya memang sangat diperlukan. Itu juga yang menurut Tante Bianca dilakukan oleh Dina dulu, menarik perhatian anak-anak, membuat mereka menyayanginya seperti ibu kandungnya sendiri dan akhirnya sekarang bisa menguasai Angga. Dengan semangat untuk meraih apa yang diinginkannya, Keira menjalankan kursi rodanya menuju kamar, dia akan pergi keluar membeli beberapa mainan. "Sus, bantu aku ganti baju," kata Keira pada suster yang memang ditugaskan Angga untuk merawatnya. "Lho, Mbak Keira ini mau ke mana, sebentar lagi makan siang?" "Aku mau makan di luar, Sus, sekalian temani aku belanja." Perawat Keira hanya m
Baca selengkapnya

Kejutan

Pagi itu Dina berangkat kerja dengan pikiran linglung, pagi sekali tadi dia baru saja pulang dari hotel tempatnya menginap bersama sang suami. Mereka bukan lagi pasangan yang bisa seenaknya untuk bepergian ke mana saja, apalagi masih pada hari kerja seperti ini. Yang membuat pikirannya bercabang adalah apa yang telah dia lakukan semalam dengan sang suami kenapa begitu mudah baginya untuk menyerahkan diri, padahal dia masih begitu marah dan kecewa pada suaminya, apalagi setelah mendengar cerita tentang masa lalu suaminya yang meskipun kata Angga sudah selesai semuanya, tapi dampaknya masih dia rasakan sampai sekarang. “Mereka hanya masa lalu untukku, bagiku sekarang kamu adalah masa depan yang harus aku pikirkan.” Kalimat Angga itu selalu terngiang dalam benaknya, tak bisa dipungkiri ada sebersit harapan dalam relung hati Dina, setidaknya suaminya masiih memikirkannya, meski tak menutup kemungkinan dia akan pergi begitu saja bila harapan itu sudah sirna terge
Baca selengkapnya

Kemarahan Dina

Dina langsung berjalan menuju ruang kesehatan yang telah diberitahukan oleh petugas piket di depan begitu mobil yang dia tumpangi berhenti. Bahkan Dia harus sedikit berteriak untuk mengucapkan terima kasih pada sopir kantornya. Wajahnya yang tadi pagi sedikit pucat makin terlihat pucat, apalagi kekhawatiran jelas terbayang di wajahnya, guru Aksa tadi hanya menjelaskan kalau putranya itu tiba-tiba kejang dan pingsan setelah seorang wanita mendatanginya. Dina bahkan belum bisa menebak siapa wanita itu. apa mungkin Vanya yang diceritakan Angga tadi malam, diam-diam datang kembali menemui Aksa. "Nyonya!" seketika Dina menghentikan larinya saat dilihatnya Pak Amin tergopoh-gopoh menghampirinya. "Oh, bagaimana dengan Aksa, Pak? Apa yang terjadi?" berondong Dina. "Saya juga tidak tahu Nyonya, saat sampai ke sini den Aksa sudah pingsan." Dina mengangguk mengerti, mungkin nanti dia akan meminta keterangan pada gurunya. "Bapak Ikut saya ke dal
Baca selengkapnya

Keputusan

Wanita itu selain memiliki wajah yang cantik dengan sepasang mata sendu yang mengundang juga gaya bicaranya yang lemah lembut sekalipun dia sedang berbicara buruk. Kecantikannya bagai seorang peri yang mampu menyihir siapapun untuk rela dijadikan tempat bersandar, bahkan mungkin tak menyadari kalau hal itu mungkin akan menghancurkan orang itu sendiri. Meski beberapa kali saat berbicara dengannya wanita itu kehilangan kontrol dirinya, saat semua perhatian tak lagi berpusat padanya. Dia licik dan serakah akan perhatian, dia akan melakukan segala cara untuk membuat perhatian kembali tercurah padanya, itulah yang Dina baca dari karakter Keira. “Selamat untuk apa, Din?” tanya Angga yang tidak mengerti ucapan istrinya. “Kamu selalu mengerjakan pekerjaan kantor di sini?” tanya Dina dengan pandangan menyelidik, ada kecemburuan yang terselip dalam ucapannya, tapi berusaha dia sembunyikan dengan baik. “Aku datang barusan dan karena pekerjaan kantor tidak bisa dit
Baca selengkapnya

Wanita Yang Kau Pilih

Dina menyusul Angga yang berjalan ke arah kamar yang biasa mereka tempati saat berkunjung kemari. Laki-laki itu langsung masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu, sejenak Dina ragu untuk menyusulnya. Laki-laki dan egonya memang tak bisa dipisahkan, Angga memang baru saja mengambil keputusan besar dalam hidupnya, Dina tak tahu apa yang dirasakan Angga saat ini, menyesalkah, atau rasa bersalah karena membawa masuk Keira dalam keluarganya. “Din.” Dina menoleh saat seseorang menepuk pundaknya. Ternyata mama mertuanya. “Bagaimana dengan Aksa, apakah dia baik-baik saja? Maaf tadi aku mendengar pertengkaran kalian.” Dina menghela napas sejenak. “Selain baru saja pingsan dan stock sekarang Aksa baik-baik saja, dokter memberinya obat penenang, dan dia sudah lebih baik, saat saya tinggal tadi dia sedang tidur.” “Terima kasih, Din, kamu menyayangi mereka dengan tulus bahkan melebihi ayah kandungnya sendiri.” “Tidak sulit untuk menyayangi mereka, M
Baca selengkapnya

Penolakan

Tadinya Dina mengira Angga akan langsung datang ke kamar Aksa begitu sampai di rumah dan melihat keadaan putranya, ternyata Dina salah, laki-laki itu itu malah duduk diam membiarkan televisi menonton dirinya. Bahkan setelah Dina selesai mandi dan berganti baju, Angga tetap di sana. “Mas sudah lihat Aksa?” tanya Dina yang mengambil tempat duduk di sebelah Angga. “Mas kenapa ditanya kok diam saja.” Dina menyentuh lengan suaminya meminta perhatian. “Kenapa, Din?” Dina mengawasi suaminya yang seperti orang bingung. “Mas kenapa? Aku tadi bertanya Mas Angga sudah lihat Aksa?” ulang Dina. “Belum.” Angga menggeleng dengan putus asa. “Apa dia akan baik-baik saja kalau melihat aku, apa nanti dia tidak akan histeris, secara tidak langsung akulah yang menyebabkan semua ini terjadi,” kata Angga dengan putus asa. “Kenapa Mas, malah berpikir begitu, Mas Angga itu satu-satunya orang tua kandung yang dia punya, jadi dia akan baik-baik saja
Baca selengkapnya

Rasa Yang Lain

Dina memandang suaminya iba, ditolak oleh darah dagingnya sendiri pasti memberikan pukulan yang sangat besar untuknya. Meski dia tahu ini juga sedikit banyak kesalahan Angga, tapi tetap saja ada rasa tak tega di hatinya.Pelan Dina menyentuh bahu Angga memberinya dukungan agar tak menyerah mendapatkan hati putranya."Bunda di sini, Sayang, Aksa butuh sesuatu?" Dina mendekati ranjang Aksa, setelah memberikan sebuah anggukan kecil pada suaminya.Dipeluknya tubuh anak yang sebentar lagi menginjak masa remaja itu dengan sayang, menenangkannya dengan tepukan halus tangannya di punggung Aksa. "Bunda tidak akan tinggalin Aksa kan?" tanya anak itu dengan tatapan sendu."Apa Aksa berbuat kesalahan?" tanya Dina. Anak itu menggeleng."Apa Aksa tidak sayang Bunda?" "Sayang, Bunda." "Kalau begitu nggak ada alasan buat Bunda tinggalin Aksa," jawab Dina lembut. "Tapi kata Tante Keira-""Sttt, Aksa tanya h
Baca selengkapnya

Liburan

Liburan, saat mendengar kata itu anak-anak langsung bersorak senang, dengan antusias mereka lalu merencanakan apa saja yang akan mereka bawa. Ya Tuhan ternyata memang selama ini Dirinya belum bisa menjadi ibu yang baik, batin Dina. Dia bahkan terlalu sibuk meratapi nasibnya yang tidak mendapatkan cinta dari suaminya, bahkan keinginan kecil seperti liburan bersama saja belum pernah dia wujudkan. Anak-anak memang biasanya pergi berlibur bersama neneknya, tapi liburan yang dimaksud adalah menginap di Villa keluarga mereka yang ada di kawasan pedesaan, meski bagi Dina itu sangat menyenangkan saat kita bisa menghirup udara tanpa pencemaran atau melihat pemandangan alam yang membentang indah. Tapi mungkin tidak demikian untuk anak-anak. Mereka pasti juga ingin seperti anak lain yang pergi ke tempat-tempat yang mereka suka dengan keluarganya, dan Dina merasa sangat berdosa. Karena tidak peka.Pagi itu mereka semua bersiap untuk berangkat dengan masing-masing membawa
Baca selengkapnya

Anak Mama

Setelah hampir sebulan lebih pontang panting dihajar pekerjaan yang menumpuk, akhirnya hari ini datang juga, hari dimana hasil kerja mereka akan dievaluasi oleh pihak terkait, dan sialnya hari ini juga Sasa harus ijin kerja karena anaknya tiba-tiba sakit, dan sebagai seorang ibu dan juga single parent tentu tak ada pilihan lain bagi Sasa selain ijin tidak masuk kerja. Dan sialnya, yang terhormat Pak Brian Mahendra langsung menunjuk Dina menggantikan posisi Sasa untuk sementara waktu, mendampinginya menghadapi para auditor yang telah bersiap membantai mereka. "Kamu sudah mempelajari semua berkas tadi kan, Din?" tanya Brian saat mereka bersiap terjun ke lapangan mengawal orang-orang itu. "Sudah, Pak, sesuai dengan list yang Bapak berikan tadi," jawab Dina yakin."Baguslah, nanti aku harap kamu bisa membantuku menjawab pertanyaan mereka.""Siap, Pak."Sebagai seorang pegawai tentu Dina tak bisa menolak perintah atasannya mengenai
Baca selengkapnya

Tak Sejalan

“Kamu kalau sudah mengomel seperti mamaku saja,” sindir Brian. ““Sayakan memang sudah ibu-ibu, Pak anak saya sudah tiga, ingatkan.” Dina tertawa di akhir kalimatnya. “Kamu sepertinya bahagia sekali menyebut dirimu ibu-ibu padahal banyak wanita di luar sana yang meskipun sudah ibu-ibu enggan untuk mengakuinya dan masih merasa seperti gadis muda.” “Bagi saya menjadi ibu itu satu tahapan kehidupan yang paling mulia, saya merasa memiliki dan miliki oleh seseorang.” “Apa itu cara lain darimu untuk mengatakan supaya aku cepat menikah?” Dina hanya tertawa. “Menikah bukan perlombaan, Pak, kesempatan itu akan datang di saat yang tepat.” “Itu pengalaman pribadi, ya?” “Benar, dulu saya hanya tahu bekerja, tiba-tiba ada duda tampan yang melamar saya dan tak lama kemudian saya harus rela diseret ke pelaminan.” “Aku tak menyangka perjalanan cintamu sereceh itu,” ejek Brian. “Untuk apa yang rumit kalau bisa d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
29
DMCA.com Protection Status