Beranda / Pernikahan / Wanita Kedua / Bab 121 - Bab 130

Semua Bab Wanita Kedua: Bab 121 - Bab 130

285 Bab

Bukan Cinta Biasa

Dina sesekali menengok ke belakang, dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh Anggun Paramitha di sana. ternyata wanita itu sudah pergi keluar butik dengan tergesa-gesa. Entah karena perdebatannya dengan Brian atau memang dia sedang ada urusan yang harus dia kerjakan. “Ada apa, Din?” Tanya Brian yang mendapati Dina sepertinya gelisah. “Tidak, Pak, saya hanya khawatir dengan Mbak Anggun.” Sejenak Brian terdiam lalu mengangkat alisnya. “Kalau yang kamua maksud dia akan celaka karena menyetir mobil sendiri, itu tidak akan terjadi karena aku lihat tadi ada manager Anggun yang mengantarnya,” jawab Brian enteng. “Jadi pak Brian tahu kalau Mbak Angggun ada di sini sejak awal?” “Aku hanya tahu managernya, tapi tidak bertemu Anggun,” jawab Brian tanpa beban. Dina hanya mengangguk tak ingin mencampuri urusan Brian lebih jauh lagi. dia hanya orang luar tak bisa begitu saja menghakimi hubungan mereka. “Saya sudah bertanya kemung
Baca selengkapnya

Hati Bicara

Kombinasi badan yang capek dan perut yang lapar membuat Dina langsung menuju meja makan begitu dia sampai di rumah, mendampingi Brian mengawal para auditor itu ternyata hampir meremukkan tubuhnya, ditambah lagi pertanyaan mereka yang membuat pusing kepala."Bi ada makanan, Nggak?" tanya Dina pada Bibi yang sedang sibuk di dapur."Eh, Nyonya, tumben, hanya ada sayur asem sama telur mata sapi sisa makan siang tadi, apa nyonya belum makan siang? Atau mau saya buatkan lauk sebentar?" Bibi memandang heran Dina yang sudah duduk manis di meja makan padahal belum ganti baju. "Nggak usah, Bi, itu saja. Saya sudah makan siang tenang saja," jawab Dina sambil tertawa. "Saya cuma ingin makan masakan Bibi saja. Boleh?" Bibi ikut tertawa. "Boleh banget, Nya," jawabnya antusias. "Saya angetin dulu lauknya, atau mau saya gorengkan ayam sebentar? Ini sudah dingin.""Boleh deh, Bi, tinggal goreng saja, kan?" "Iya."Dengan cekatan Bibi menyed
Baca selengkapnya

Rasa dan Logika

Dina terbangun pagi itu masih dalam dekapan hangat suaminya, sejenak dia memandang wajah tampan yang sudah menemaninya selama lima tahun terakhir ini. Dadanya masih saja berdebar saat memandang wajah itu, sama seperti lima tahun yang lalu saat awal-awal mereka baru saja menikah. Debar yang indah dan juga menakutkan, dua hal itu bagai dua sisi mata uang yang menemaninya mengarungi pernikahan selama ini. Dina memuaskan diri untuk memandang wajah itu. “Apa ada sesuatu yang salah di wajahku?” Dina terkejut mendapati Angga membuka matanya dan menatapnya dengan mata yang masih mengantuk. Segera dia palingkan muka saat rona merah perlahan naik merambat ke pipinya, dia seperti perawan lugu yang baru saja berdekatan dengan pria. “Syukurlah, Mas sudah bangun jadi aku tidak perlu repot-repot membangunkanmu.” Dina yang salah tingkah langsung melangkah ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Angga tersenyum kecil dan menggeleng pelan melihat tin
Baca selengkapnya

Bertemu Vanya

Dina menatap cermin di depannya, untuk meneliti wajahnya, selama ini dia jarang sekali untuk  berdandan hanya pelembab wajah, bedak dan lipstik sebagai senjatanya, itupun kalau dia tidak lupa memakainya.  Beberapa kali Dina memang pergi ke salon bersama dengan mertuanya, dan mencoba berbagai rekomendasi krim wajah yang diberikan mbak-mbak penjaganya di sana, tapi dasar Dina yang memang malas untuk melalui keruwetan itu, akhirnya krim-krim itu hanya digunakan seingatnya saja. “Kamu itu sebenarnya sudah cantik, Din, cuma males dandan saja, coba kamu lebih sering dandan kayak ibu-ibu sosialita teman-temanmu itu.” “Aku nggak punya teman ibu-ibu sosialita, males banget temanan sama mereka, paling kalau ada acara amal saja aku datang kalau untuk ngumpul-ngumpul nggak jelas, mending aku tidur di rumah.” Sasa hanya geleng kepala, Dina dan segala pemikiran sederhananya, mungkin memang dia tidak cocok menjadi orang kaya, batin Sasa gemas.
Baca selengkapnya

Bersebrangan

“Itu yang namanya Vanya?” tanya Dina pada Angga yang sudah kembali menekuni laptopnya saat empat orang itu keluar dari ruangan Angga. Angga menatap istrinya yang masih duduk di tempatnya semula. “Kukira kamu ikut mereka ke ruang rapat.” “Jadi aku tidak boleh ada di sini sebentar?” tanya Dina sambil berjalan mendekati meja kerja suaminya, mengintip sejenak apa yang ada pada layar laptop itu, benarkah suaminya sibuk bekerja atau mungkin sekedar nonton film, batin Dina geli. “Aku tidak berkata begitu.” Dina hanya mengangkat bahu menelusuri meja kerja suaminya yang begitu elegan dengan jari tangannya. “Aku hanya ingin tahu saja, benarkah dia wanita yang menyebabkan Aksa sakit? Ternyata dia sedekat ini denganmu.” Angga menghentikan pekerjaannya. “Bukankah aku sudah mengatakan kalau dia baru pulang dari luar negeri dan meminta pekerjaan di sini.” “Benar, kamu sudah engatakan itu memang tapi kamu tidak mengatakan kalau k
Baca selengkapnya

Tak Menyangka

Angin bertiup dengan kencangnya, membuat Dina harus beberapa kali membenarkan tatanan rambutnya yang diterpa angin. Dia sekarang sedang berada di puncak gedung, dari sini Dina dapat memandang gedung-gedung yang menjulang tinggi di sekitarnya, bahkan pemandangan gunung di kejauhan terlihat dengan jelas dari ini. Apalagi suasana yang sunyi dan tenang membuatnya langsung jatuh cinta. “Aku tidak menyangka di atas gedung pemandanganya seindah ini,” kata Dina. “Ini tempat biasa aku melarikan diri dari rutinitas di kantor, tempatnya tenang dan cocok untuk orang yang ingin menyendiri.” Bara di belakangnya tersenyum melihat Dina yang antusias berkeliling atap gedung. “kamu sering kemari, Bar?” “Kalau sedang suntuk aku suka kemari.” “Sendiri?” tanya Dina heran. “Iya, aku lebih suka sendiri.” “Kenapa sekarang mengajakku?” tanya Dina lagi dengan penasaran.
Baca selengkapnya

Misteri Cinta

“Apa maksudmu, aku juga punya pekerjaan ditempat lain?” tanya Dina heran. “Mbak nggak pernah dengar perselingkuhan sering terjadi di lingkungan kantor?” “Itu hany terjadi di film saja, Bar, lagi pula ada kamu di samping Mas Angga dan sekretarisnya juga laki-laki.” “Mbak lupa ada orang yang juga berpotensi untuk dekat dengan Mas Angga, dengan beberapa alasan.” Dina memperhatikan Bara dengan seksama,apa maksud laki-laki itu Vanya?“Vanya?” Bara mengangguk samar. “Ceritakan padaku tentang wanita itu?’ Pinta Dina. Bara memandang Dina dalam. “Dulu aku mengenalnya saat Mas Angga mengajakku ke rumah kekasihnya, Ghea.” Mulai Bara, dia mengamati reaksi Dina apa ada kecemburuan di wajah wanita itu, tapi wajah itu hanya datar saja tak terbaca. Membuat Bara mau tak mau melanjutkan ceritanya. “Dan Vanya adalah adek Ghea, meski begitu Mas Angga juga sangat dekat dengan Vanya dan sudah menganggapnya sebagai adeknya sendiri. Semula semua baik-baik saja. Mas Angga dan Ghea bertunangan, tapi sat
Baca selengkapnya

Langkah Awal

Siapa sangka berpetualangan mempercantik diri bisa semelelahkan ini. Setelah Sasa menmintanya lebih tepatnya memaksanya untuk browsing berbagai skincare dan make up juga baju-baju yang pantas digunakan untuk pesta seperti itu, kini mereka harus berjalan mengelilingi mall, untuk sampai ke tempat itu, karena baik Dina maupun Sasa tak ada yang tahu pasti lokasinya.“Kenapa kita tidak ke tempat biasanya ibu mertuaku perawatan saja, sih, Mbak?” tanya Dina dengan kesal, padahal mereka sudah berputar-putar, tapi tempat itu belum juga berhasil dia temukan. “Dina, kamu sender yang bilang kalau perawatan di situ mukamu gatal-gatal, itu artinya tidak sesuai dengan jenis kulitmu.”“Tapi nggak sampai yang parah banget kok, Mbak, mungkin itu efek sampingnya setelah itu kulitku baik-baik saja.” “Iyalah, kamu Cuma perawatan sekali terus ngilang.” Dina kembali berdecak kesal tapi tak bisa mengatakan apa-apa memang benar dia hanya melakukan perawatan saat ma
Baca selengkapnya

Saingan

Dunia memang terasa sangat sempit, itulah yang dirasakan Dina saat ini, bayangkan dari ratusan klinik kecantikan yang tersebar di seluruh kota ini kenapa dia harus memilih klinik yang sama dengan Anggun Paramitha. Bukan Dina takut atau membenci wanita itu, tapi malas saja dengan drama yang pasti akan wanita itu lakukan kalau bertemu dengannya, apalagi terakhir kali mereka bertemu saat dirinya memilihkan baju untuk Brian di sebuah butik dan berakhir tidak baik. Tapi melihat wanita itu mengernyit kesakitan seorang diri membuat hati Dina tak tega. Aku hanya ingin membantunya kalau memang dia butuh bantuan, lalu aku akan pergi, terserah dia mau bilang apa. Batin Dina berusaha menghentikan peperangan di dalam kepalanya. Perlahan Dina melangkah mendekati wanita itu. “Kamu baik-baik saja?” tanya Dina. Spontan wanita itu mendongak dan melotot melihat siapa yang ada di depannya. “Kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Anggun tidak dapat menutupi r
Baca selengkapnya

Perbedaan

Rapat yang akan di gelar siang nanti membuat Dina harus berangkat lebih pagi dari biasanya, untunglah anak-anak mengerti dan mau diantar Pak Amin ke sekolah, sedangkan Dina menumpang mobil suaminya yang di kendarai Pak Joko. Brian, Bosnya yang perfeksionis itu baru menyampaikan tentang hal ini tadi malam melalui pesan yang panjang di ponselnya, membuat Dina sepanjang malam di hantui pekerjaan yang belum selesai dia kerjakan. “Harus banget kamu berangkat sepagi ini?” tanya Angga yang duduk di sampingnya. “Ya mau bagaimana lagi, Mas, laporan yang menjadi tanggung jawabku belum selesai.” Angga menyandarkan punggungnya, menatap istrinya yang hari ini terlihat begitu berbeda, lebih cantik dan segar. Tapi bukannya pujian yang dia sampaikan tapi malah perasaan was-was, karena seharian istrinya akan bersama-sama dengan teman-temannya, yang sebagian dari mereka adalah laki-laki muda yang sangat menarik, apalagi meski enggan meng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
29
DMCA.com Protection Status