Home / Romansa / Istri Tanpa Nafkah (Batin) / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Istri Tanpa Nafkah (Batin): Chapter 21 - Chapter 30

125 Chapters

Bab 21: Kualat

Nabila sedang berada di depan cermin sekarang ini. Wanita itu tersenyum karena hadiah dari Dewa yang berupa kalung tersebut, menambah kesan manis di lehernya. “Bagus juga.” Membuat Dewa di belakangnya yang sedang mengawasi ikut bertanya, “Kamu suka?” “Iya, suka, Mas. Suka banget.” Rasa terima kasihnya membawa Nabila pada sebuah tindakan mengejutkan tanpa sadar. Yakni memeluk pria itu. Beruntungnya Dewa tak menolak dekapan dan lingkaran tangannya kali ini. Bayangkan andai demikian terjadi, maka sedalam apa sakit yang harus Nabila rasakan--setelah dirinya baru saja dilambungkan ke angan-angan. Nabila baru menyadari tindakan keterlaluan nya beberapa saat kemudian. Sontak dia segera melepaskan dirinya dari pria itu. Lalu dengan hati yang tak menentu karena perasaan bersalahnya, dia terbata-bata, “M-maaf, Mas. Aku nggak sengaja. Aku refleks aja tadi. Mas paham kan, orang kalau lagi euforia pasti...” Anggukan kepala Dewa menghentikan kalimat Nabila. Hingga kini dia memberanikan diri un
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 22: Terancam

“Woi!” “Ck!” Nabila berdecak sebal. Bahkan lirikan matanya saja sudah dapat membuktikan bagaimana kesalnya dia dengan si pelaku yang telah berhasil membuatnya terkejut. “Seneng? Seneng udah berhasil bikin aku kaget? Untungnya aku nggak jantungan.” “Lagian bukannya nggarap tugas malah ngelamun. Mana sambil cengar-cengir sendiri lagi. Dah kayak orang gila aja kamu.” Risa menyodorkan kotak makanan yang dibawanya. “Nih, makan! Oleh-oleh cowok gue kemaren dari SBY.” “Susilo Bambang Yudhoyono?” “Nggak, Mukidi.” Nabila tergelak tawa. Namun bukan ia tak tahu SBY yang dimaksud oleh temannya itu. SBY yang Risa maksud adalah salah satu kota terbesar di Jawa Timur yang terkenal dengan makanan khasnya almond crispy-nya—seperti yang tengah Risa berikan padanya saat ini. “Langsung masukin ke laci aja, Bil. Nggak enak sama temen yang lain. Soalnya cuma kamu yang aku kasih. Coz cuma dikit.” “Kenapa cuma aku? Oh, iya aku kan teman spesialmu, ya?” “Jangan kepedean dulu, woi. Aku baik ke kamu kare
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more

Bab 23: Kita Harus Bicara

“Mana Nabila?” tanya Aditya pada resepsionisnya lantaran wanita itu tak ia temukan di meja kerjanya. Ya, ada problem. Zaki tak sengaja menjatuhkan kopinya ke lantai dan membuat ruangannya menjadi kotor. Jadi sudah seharusnya ibunya Zaki-lah yang bertanggung jawab untuk membersihkan. Meski awalnya, dialah yang mengajak Zaki untuk masuk. Bermain bersamanya di sana agar ia tak merasa kesepian. OG atau OB memang ditugaskan untuk menjaga kebersihan dan kerapian seluruh isi kantor, tapi kesalahan yang dibuat oleh anak Nabila, jelas bukan termasuk pekerjaannya. "Wah, kalau itu saya kurang tau, Pak. Tapi selama saya duduk di sini, saya nggak liat beliau keluar sih, Pak. Jadi mungkin hanya sedang izin pergi sebentar ke toilet atau ke ruangan lain," jawab Sisil, "apa perlu saya carikan, Pak? Barang kali urgent." "Nggak perlu. Cukup kamu kabarkan saja temanmu yang lain kalau saya mencarinya." Zaki yang kini ada di gendongannya bertanya, "Kok Ibu bisa hilang? Diculik ya, Om?" "Nggaak. Meman
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more

Bab 24: Bukan Saya Penyebabnya Kan?

“Bapak keberatan?” tanya Nabila karena lelaki itu terdiam cukup lama . Dan Nabila pikir, dia harus segera menjelaskan tujuannya sebelum pria itu salah sangka, “Saya sungguh-sungguh, Pak. Nggak ada niat apapun selain membahas soal ini.”“Nggak. Mau ketemuan di mana?”“Di ...” Nabila menggeleng, “bapak saja yang nentuin tempatnya. Saya tinggal ngikut.”“Ok. Nanti saya hubungi kamu.”Nabila mengangguk. “Baik, Pak.”Nabila pun merampungkan pekerjaannya lebih cepat demi pertemuan mereka sore hari ini. Namun tidak langsung pulang ke rumah, ya tentu saja. Melainkan ke rumah Dara untuk menitipkan Zaki sebentar di sana.Selain berbahaya membawa anak itu bersamanya—yang berisiko membocorkan—tidak mungkin dia titipkan pada ibu mertuanya karena dapat menimbulkan banyak pertanyaan. Ke mana kamu pergi, untuk apa kamu ke sana, kenapa harus ke tempat itu, berapa lama lama kamu di sana dan lain sebagainya. Terlalu banyak wawancara!“Titip Zaki bentar ya, Dar.”“Iyaa aman tenang aja. Kamu hati-hati, y
last updateLast Updated : 2024-05-24
Read more

Bab 25: Sampai Kapan? Sampai Capek!

Nabila langsung menuju ke minimarket terdekat. Membeli beberapa barang kebutuhan yang sebenarnya, tidak terlalu mendesak untuk dibeli. Kecuali hanya untuk memenuhi sandiwara kebohongannya semata.Tak lupa Nabila juga membeli beberapa mainan untuk menepati janjinya pada Zaki. Harapannya dengan begini, kepergiannya tak dicurigai. Terlalu malas untuk menjelaskan jika dirinya baru saja pergi untuk melakukan pertemuan dengan Aditya, namun untuk membahas masalah yang ada di luar pekerjaan. Yang ada ... dirinya-lah yang nantinya justru disalahkan. Masalah menjadi semakin panjang dan terburuknya, tak diizinkan bekerja di sana lagi. Lantas jika sudah demikian, bagaimana dengan nasib cicilannya yang masih berjalan? Siapa yang akan bertanggungjawab? Ia yakini Dewa tidak akan bersedia meneruskannya.Nabila segera kembali ke rumah Dara. Mengesampingkan pikiran lelah dan tubuh remuk redamnya, dia berakting ceria ketika dirinya tiba di depan pintu. “Assalamualaikuuuum!”“Ikumcalam ibu...” Zaki de
last updateLast Updated : 2024-05-24
Read more

Bab 26: Pingsan

“Haaaatcciii!”“Haaatciiii!”Sudah tak terhitung berapa kali Nabila bersin sepulang dia dari rumah Dara. Sepertinya benar, tubuh yang sedari siang tadi terasa sangat payah, remuk redam dan tak karuan, memang ada hubungannya dengan flu yang sedang dialaminya saat ini.“Kayaknya harus cepet-cepet dihajar sama vitamin. Bisa tumbang kalau enggak.”Ya, vitamin memang perlu, tapi sepertinya Nabila lupa. Yang paling tubuhnya butuhkan saat ini adalah istirahat yang cukup. Alhasil, vitamin dan makanan sehat yang dia makan, tak bisa membantu membuatnya menjadi lebih baik pada keesokan harinya alias, sama saja.Habis, macam mana lagi? Tidak ada kata libur bagi seorang ibu—seorang wanita mulia di dalam sebuah pernikahan. Mereka dituntut untuk tetap prima dalam kondisi apapun. Kalau tidak ingin, semua isi rumahnya kalang kabut.Sebenarnya dalam kalimat tersebut, tergantung dari siapa keluarganya. Tapi di dalam kasus yang Nabila alami sekarang ini, keluarga dia memang berbeda dari nasib wanita keba
last updateLast Updated : 2024-05-25
Read more

Bab 27: Masih Bisa Kamu Tanya Aku Kenapa?

Di Kantor ADT “Masih belum sadar juga?” Risa menoleh pada seseorang yang barusan bertanya. Ya, dia adalah pria yang membawa Nabila kembali ke kantor. “Belum, Pak.” “Dia cuma pingsan kan, nggak koma?” kata pria itu lagi membuat Risa terheran, kendati jawaban yang terdengar juga sama-sama meresahkan. Keduanya ternyata sama errornya, nyelenehnya. “Masa iya sampai koma. Nabila nggak kena benturan apapun, kepalanya juga masih normal, nggak peang.” “Apa mau dibawa ke rumah sakit saja? Ada keluarga yang bisa dihubungi, nggak?” “Haduh, ya kali hapenya nggak dikunci, Pak. Kalau bisa mah udah dari tadi saya colong kontak nomer suaminya.” “Yaudahlah, biarin aja nanti juga bangun sendiri. Siapa suruh pingsan kelamaan.” Bukan tanpa sebab Aditya berkata demikian, dia dan Risa sudah mencoba menyadarkan Nabila dengan berbagai cara. Tapi dari semua usaha mereka tak ada satupun yang berhasil membangunkannya. “Minimal napas buatanlah, Pak, yang belum,” seloroh Risa. Namun yang membuatnya tak
last updateLast Updated : 2024-05-25
Read more

Bab 28: Terluka Parah💔

Dewa masih mengintimidasinya dengan tatapan yang menajam. Namun apakah pria itu pikir demikian akan membuat Nabila takut? Menciut? Tidak punya keberanian?Sama sekali tidak. Nabila tidak akan takut selama dirinya berada di jalan yang benar. Seseorang hanya boleh takut kepada Tuhan atau jika dia merasa memiliki kesalahan. Sedangkan dirinya? Dia tidak membuat kesalahan apapun!Nabila tekankan sekali lagi, dia tidak pernah membuat kesalahan apapun!“Lalu apa? Di mana masalahnya? Jelaskan kalau memang itu ada,” jawab Nabila tetap merasa tenang.“Jangan pura-pura nggak tau?!” serunya. Untungnya kamar mereka kedap suara, jadi suara keras Dewa bisa dipastikan tak akan terdengar sampai keluar.“Kalau aku tahu, nggak mungkin aku tanya kamu balik,” balas Nabila.“Dasar perempuan munafik! Memuakkan!”“Ayo, jelasin secara gamblang apa yang menjadi sebab kemarahanmu, Mas. Jangan bikin aku makin nggak ngerti.”Dewa tidak bisa lurus dengan pertanyaan Nabila saat itu, dia hanya sedang ingin memuaskan
last updateLast Updated : 2024-05-26
Read more

Bab 29: Ditinggalkan

Kedua mata Nabila membanjir usai Dewa melakukan penyatuan mereka. Wanita itu berusaha bangkit di sisa-sisa kesadaran yang masih ia miliki. Noda merah di seprai dan bekas-bekas kemerahan di kedua lengannya sudah jelas menjadi bukti, betapa Dewa telah melakukan kekerasan yang tidak seharusnya. Ya, beberapa waktu yang lalu, Nabila memang berharap Dewa menginginkannya. Tapi setelah ia mendapatkannya sekarang, Nabila justru menyesal dan ingin menarik kembali harapannya. Karena ternyata ini sangat menyakitkan. Dewa tak melakukannya dengan baik, pria itu telah merenggut harga dirinya tanpa sisa. “Bil...” ucap Dewa pelan merengkuh kedua bahu Nabila agar dia mau menatap mata ini, “a-aku ....” “Lepas!” Nabila menyingkirkan tangan pria itu. “Nabila, maafkan aku.” Nabila menemui pandangannya dengan tatapan mendalam, hingga sesaat dia berujar, “I hate you!” “Nabila! Nabila!" BRAKK! Pintu kamar Dewa ditutup dengan begitu kerasnya. Nabila keluar dengan sisa pakaian yang masih melekat di t
last updateLast Updated : 2024-05-26
Read more

Bab 30: Disukai, Dirindukan

ADT Media “Masih belum berangkat juga si Bila?” “Belum, Pak. Masih sakit katanya,” Risa menjawab pertanyaan bosnya yang setiap pagi, datang ke sini dengan pertanyaan yang sama. Risa tidak merasa keberatan sebenarnya Aditya mau datang ke sini berapa kali. Toh, dia atasannya—orang yang berhak dan memberikan bawahannya segala jenis perintah yang repotkan. Hanya saja semenjak kejadian kemarin, Risa jadi parno. Takut dikait-kaitkan dengan pria itu juga seperti Nabila. Lalu timbullah berbagai macam perspektif dan cerita karangan yang menyebar luas hingga menimbulkan kericuhan. Tahu sendiri, bagaimana lemesnya mulut orang-orang yang ada di kantor ini. Lemes bukan artian yang sebenarnya, ya. Tapi lemes dalam bahasa gaul yang artinya ember, lanyap, atau orang yang tidak bisa menjaga rahasia dan cenderung senang berkoar-koar menyebarkan suatu informasi yang belum tentu pasti. Hah, tapi ya, sudah. Habis macam mana lagi? Karena yang Aditya tahu, cuma Risa-lah satu-satunya teman dekat Nabil
last updateLast Updated : 2024-05-27
Read more
PREV
123456
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status