Home / Romansa / Istri Tanpa Nafkah (Batin) / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Istri Tanpa Nafkah (Batin): Chapter 31 - Chapter 40

125 Chapters

Bab 31: Tersudutkan

Sudah dapat dipastikan, kedatangan kedua orang tua Nabila tentulah untuk sebuah kepentingan. Terlebih jika kedatangannya tepat di tengah-tengah huru-hara seperti ini. Lantas, untuk apalagi kalau bukan untuk menyidang anaknya itu? Dara masih berada di rumah baru Nabila, namun dia memilih untuk menepi bersama Zaki dengan dalih ingin mengajaknya bermain. Sebelum orang-orang tersebut mengusirnya, baik secara halus maupun secara frontal. Sebab anti bagi Dara dianggap tak tahu diri oleh orang lain. Ya, tidak ada yang boleh menilainya seperti itu, karena dia sangat mencintai dirinya, setinggi-tingginya. Beralih ke ruang tamu Pembicaraan ke empat orang di ruang tamu saat ini belum berlangsung, sampai akhirnya Papa Rusdi-lah yang pertama kali bersuara—yang seketika memecahkan keheningan diantara mereka. “Nabila?” Yang dipanggil langsung menegakkan kepalanya untuk menatap lelaki itu, “Iya, Pa.” “Kata Dewa kamu sakit?” Nabila mengangguk tak lama berselang. “Sakit apa?” “Tifus
last updateLast Updated : 2024-05-27
Read more

Bab 32: Kita Akan Bercerai!

Kenapa masalahnya jadi runyam begini? Nabila pusing memikirkannya. Belum satu masalah selesai, sekarang sudah bertambah lagi masalah yang baru. Ini juga. Kenapa Mama dan Papanya tiba-tiba datang dan ikut-ikutan menyudutkannya? Kalau tidak tahu cerita yang sebenarnya kenapa tidak memastikannya terlebih dahulu? Main langsung menyalahkan saja seolah sebuah rumah tangga hanya dibangun oleh satu orang. Dewa juga ikut andil besar dalam kerusakan pernikahan mereka. Ok, Nabila tidak melupakan masalahnya yang telah lalu. Dia masih ingat betul kok, kalau Dewa bukanlah ayah kandung Zaki. Tapi hukuman yang selama ini Nabila terima juga tidak main-main, Ferguso! Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar untuk menunggu. Hidup bersama mertua seperti Adawiyyah dan Rofiq juga bukan perkara yang mudah. Nabila sudah hampir gila dibuatnya. Iya, iya, sudahlah. Meskipun sakit hatinya Nabila sudah tak terbendung, dia masih bisa menoleransi nya. Memaklumi kalau mereka adalah orang tua. Tapi yang terakhi
last updateLast Updated : 2024-05-28
Read more

Bab 33: Bukan Dia Pelakunya!

ADT Media “Akhirnya masuk kantor juga si Miss Ribet ini,” ujar Risa begitu sang teman tiba di sana. “Are you okay?” Nabila mengangguk dan membalas pelukan gadis itu. Namun menyadari raut wajahnya yang lesu membuat Risa berasumsi, “Eh, tapi belum deh, kayaknya.” “Soalnya sakitnya bukan cuma di badan, Ris,” kata Nabila akhirnya bersuara. “Bukannya masalahnya udah selesai, ya? Pak bos udah pecat tuh cewek. Ketiga-tiganya sekaligus malah.” “Serius?” Nabila belum sepenuhnya percaya, dia butuh diyakinkan sekali lagi. “Iya, serius. Nggak percaya liat aja sendiri, yang duduk di sana udah beda orang.” Nabila mengikuti arah pandang sang teman dan benar saja, sudah tidak ada lagi mereka di sana selain orang baru. “Oh, wow....” Risa menyentuh bagian tengah tubuh Nabila dan berusaha menggapai lemak wanita itu. Tapi sayangnya ia tak mendapatkannya hingga ia terkekeh. “Ke mana ya, lemaknya? Perasaan kemarin masih banyak.” “Abis badan aku, Ris. Udahlah sakit, stres juga.” “Ya udah, tenang
last updateLast Updated : 2024-05-28
Read more

Bab 34: Aku Kembalikan, Maaf

“Udah jam lima, Nak. Udahan dulu mainnya, ya. Nanti kemalaman kita sampainya,” bujuk Nabila pada sang anak yang sore hari ini, tidak mau berpisah dengan broman-nya. “Tapi Jaki masih mau main sama Om,” tolak Zaki merasa keberatan. “Please ya, Pak. Saya minta tolong...banget. Sebaiknya jangan terlalu dekat sama Zaki, soalnya dia tuh kalau udah nempel, susah bujuknya,” mohon Nabila dengan sangat. “Nggak papa, Nabila. Dia nggak rewel, kok. Saya nggak merasa keberatan, senang saja ditemani sama dia,” balas Aditya. “Bukan masalah rewel dan nggak rewelnya, tapi saya jadi susah balik kalau begini. Lagian masalah yang kemarin juga kan, salah satu faktornya karena dia. Saya nggak mau kabar yang udah sempat meredup ini malah jadi ke-up lagi, karena orang-orang masih ngeliat kedekatan kita dan pada akhirnya malah membenarkan semua kabar itu.” “Ngapain dipikirin? Istri saya aja santai,” lagi-lagi Aditya bersikap cuek. Meski demikian dia tetap berusaha membantu Nabila untuk membujuk si bocah b
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Bab 35: Telat!

Masih terlalu pagi saat Nabila tiba di kantornya. Tapi baru jam tujuh saja kepalanya sudah terasa penuh dijejali dengan berbagai macam masalah pelik. Seharusnya Nabila bisa meletakkan dulu salah satunya karena ia harus profesional dalam bekerja. Pun harus meyakini bahwa Zaki sudah berada di tempat yang tepat, banyak teman, bersama orang-orang baik dan yang pasti juga terjamin makanan dan pendidikannya. Namun bagaimana caranya jika tangisan Zaki terus terngiang-ngiang di kepalanya—lantaran Zaki mengira dialah yang bersalah sehingga harus ditempatkan di sana lagi. Kemudian dengan langkah kecilnya anak itu berlari mengejar agar dirinya bersedia memaafkannya dan berjanji, tidak akan nakal lagi. Terbayang kan, bagaimana dilematis nya Nabila sebagai seorang ibu saat itu? Tapi lagi-lagi Nabila tak punya pilihan. Selalu saja dia ditempatkan di posisi yang sulit. Baik satu dengan yang lainnya sama-sama memiliki efek yang dapat merugikannya. “Kenapa dia harus lahir dari rahim wanita bodoh da
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Bab 36: Dia Lagi?

“Nggak mungkin aku hamil lagi,” gumam Nabila meratapi nasib malangnya andai demikian benar-benar terjadi. Ditatapnya alat tes kehamilan yang baru saja dibelinya saat mereka pulang. Nabila ragu, Nabila tak karuan. Butuh mental yang kuat untuk melakukan tes ini, sebab ia harus siap menerima jika kenyataan yang diduganya adalah sebuah kepastian. Nabila merasa tubuhnya gemetaran saat membuka kemasan itu—yang kemudian stiknya ia masukkan ke dalam wadah urinnya. Nabila memejamkan matanya begitu air seni melewati garis pembatas. Dia baru memberanikan diri untuk membuka matanya setelah satu menit kemudian. Dan saat itulah kedua matanya langsung berlinang, mengetahui kenyataan bahwa dia memang benar-benar positif! Tubuh Nabila melemas seketika. Terhuyung-huyung dia keluar dari kamar mandi untuk mencari ke tempat duduk. Dalam kesendiriannya, wanita itu terisak-isak. Mengapa dia harus hamil dalam keadaan seperti ini lagi? Hati Nabila hancur mengingat setiap anak yang ia kandung harus terl
last updateLast Updated : 2024-05-31
Read more

Bab 37: Nggak Seharusnya Kamu Begitu, Bil

Penangkapan dan pengecekan rumah Nabila sudah selesai ketika Aditya menghampiri wanita itu di depan, dengan membawa tabung bening berisi ular tersebut.“Nih, ularnya. Mau diapain? Dipelihara?”“Haduh, nggak, deh. Makasih. Biar bapak kasih saya 100 juta pun saya nggak akan mau,” jawab Nabila.“Bener, Bu. Dapet 100 juta tapi nyawa melayang buat apa?” sahut seorang satpam yang membantunya.Aditya terkekeh. “Kirain mau pelihara. Kan bisa buat nakut-nakutin orang yang nggak mau bayar utang.”“Coba tawarin ke rentenir, siapa tau laku,” balas Nabila.“Nggak akan mau mereka. Mereka udah punya ular sendiri-sendiri,” sahut yang lain membuat Nabila berdecak dan menggelengkan kepala mendengar jokes gelap bapak-bapak itu. “Warning, ada anak kecil!” sahut satpam kompleks.“Ngeliatnya jangan saya, Pak. Bukan saya yang bilang, tapi Pak Irfan, tuh,” kata Aditya, sebelum kini dia membersamai Nabila dan Zaki duduk. Pria itu menjembil pipi Zaki dan berujar, “Kok, tumben diem aja ini si bocil? Masih sho
last updateLast Updated : 2024-05-31
Read more

Bab 38: Ya, Begitulah Hidup

Apa itu trauma? Hanya seekor ular yang masuk rumah tidak akan membuat Nabila takut. Karena ular sungguhan secara harfiah, tidak akan lebih menyeramkan—daripada ular berbisa dibalik wajahnya yang suci. Buktinya, mereka bisa selamat kemarin hanya dengan melarikan diri. Lain cerita jika ularnya berbentuk manusia, maka mau kita diam atau lari sejauh manapun, lidahnya yang tajam akan tetap dapat membunuhnya. Namun bukan berarti Nabila jadi abai akan kondisi sekitar—tidak bermaksud seperti itu. Karena dia juga harus bertanggung jawab atas keamanan dan kenyamanan anaknya, pun pada dirinya sendiri. Oleh karenanya, Nabila memanggil orang untuk memasangkan pintu tambahan atau pintu expanda yang rangka utamanya terbuat dari besi. Dengan modelnya yang kokoh namun berjaring, pintu tersebut tak hanya diklaim sebagai pengusir nyamuk dan binatang lainnya, tetapi juga bisa difungsikan sebagai media pengaman rumah. Namun tetap bisa mendapatkan sirkulasi udara dan cahaya yang cukup. “Zaki. Zaki
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more

Bab 39: Sesi Curhat

“Ada apalagi sih, Bil? Jangan bilang kamu mau resign,” ujar Aditya begitu Nabila duduk di depannya. Layaknya seorang ayah yang kesal menghadapi anak bandelnya, seperti itulah kira-kira raut wajah Aditya saat ini—pula respons yang sama acap kali Nabila datang menemuinya untuk kepentingan pribadi. Aditya seperti memiliki trauma, mungkin lantaran sudah terlampau sering mendapati situasi semacam ini. Karena banyaknya drama orang-orang yang bekerja di bawah perusahaannya. Tapi tidak apa. Ada untungnya juga Aditya demikian. Sebab ketegangan Nabila seketika sirna melihat ekspresi lucu pria itu. “Enggak, loh. Siapa juga yang mau resign. Nanti bapak bisa kehilangan karyawan yang royal kayak saya.” “Kebalik. Kamu yang bakalan nyesel kalau sampai kehilangan atasan baik seperti saya yang mau bayar kamu tiap bulan.” Nabila nyaris meledakkan tawanya jika saja dia tak ingat rasa malu. “Emangnya ada karyawan yang digaji setiap musim hujan doang ya, Pak?” “Ada, tuh Mbak Rara yang punya remot
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more

Bab 40: Ragu

“Bu... mau tulun,” ujar Zaki yang sengaja Nabila tempatkan di troli barang. Agar dia tak berlarian ke mana-mana. Ya, mereka sedang berada di sebuah tempat perbelanjaan sekarang. Membeli semua kebutuhan bulanan yang tentunya sudah menjadi kegiatan rutin Nabila setelah mendapatkan gajinya. “Emangnya Zaki mau ke mana?” “Mau liat-liat, Bu.” “Lagi rame, Nak. Zaki nggak takut ilang terus pisah sama ibu?” “Jaki bosen, mau main.” “Iya, nanti mainnya sama ibu di Playground, ya. Atau perut Zaki lapar, mau ngemil atau minum susu dulu?” Zaki menggeleng, dia justru mengangkat kedua tangan kecilnya minta digendong. “Ibu masih repot, sayang.” “Mmm... mau gendong ibu...” “Ibu belum selesai, lho. Masih banyak yang belum ibu masukin ke keranjang. Sebentar lagi, ya?” Namun bukannya tenang, Zaki justru berdrama. Dia menangis kencang agar keinginannya segera dituruti. Kalau sudah begini, sudah dipastikan anak itu mengantuk. Ya, tidak ada lain yang bisa anak kecil lakukan atas sesuatu yang dira
last updateLast Updated : 2024-06-03
Read more
PREV
123456
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status