Semua Bab Istri Tanpa Nafkah (Batin): Bab 11 - Bab 20

125 Bab

Bab 11: Air Mata Di Jalan Pulang

“Habis ngelayab dari mana aja kalian baru pulang jam segini? Telepon nggak diangkat, pesan juga nggak dibalas,” cecar Dewa malam harinya begitu Nabila dan Zaki tiba di rumah. “Kita bisa bicara nanti, tapi tolong jangan marah di depan Zaki, Mas. Dia baru banget tidur, nanti bisa kebangun. Susah lagi nidurinnya,” jawab Nabila langsung saja masuk dan naik ke kamar anaknya. “Begitu tuh kalau dibilangin istrimu, Wa. Ada aja jawabannya,” sahut sang ibu terdengar penuh kedengkian. Mungkin karena insiden pertengkaran mereka tadi pagi yang masih menyisakan rasa dongkol di hatinya. Rofiq menggelengkan kepala. “Bun, jangan jadi minyak tanah di atas bara api yang menyala. Biar mereka menyelesaikan sendiri masalahnya. Nggak usah ikut campur.” “Nggak ikut campur apa maksudmu? Nabila pergi seharian pasti karena perselisihan kita tadi pagi.” “Makanya bunda nggak usah terlalu banyak komentar. Udah biarin aja Nabila mau bangun jam berapa. Toh, Dewa juga nggak mempermasalahkannya. Nggak ada mak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-17
Baca selengkapnya

Bab 12: Lika-liku Kehidupan

“Akhirnya bisa jalan lagi kamu, Black,” gumam Nabila saat motor butut yang sudah wara-wiri rusak itu usai diperbaiki. Sayangnya, Nabila sudah tidak bisa sering-sering memakainya lagi sekarang. Jika dia tidak sedang dalam keadaan terdesak. Sebab ada Zaki yang harus selalu dia bawa. Merepotkan rasanya jika dia harus membawa anak itu pulang, namun dalam keadaan terlelap. Karena seringnya, Zaki pulang dalam keadaan demikian. Ya, bagaimana tidak? Zaki sudah kelelahan seharian bermain di kantor dan lebih sering terabaikan keberadaannya. “Maafin ibu ya, Nak. Maafin Ibu...” Nabila selalu cengeng ketika membayangkan apapun yang berhubungan soal anak. Karena begini saja, dia sudah berkaca-kaca. Sampai detik ini dia pun masih sangat penasaran, siapa sebenarnya ayah kandung Zaki? Mengapa sekeji ini dia menghancurkan hidupnya? Menghadirkan Zaki ke dunia tanpa adanya cinta, lalu membiarkannya tumbuh tanpa seorang bapa. Pengecut sekali. “Ibu...” Tiba-tiba panggilan anak itu membuyarkan l
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-18
Baca selengkapnya

Bab 13: Pelukan Hangat

Nabila turun ke lantai bawah setelah perbincangan mereka selesai dan ibu mertua sudah masuk ke dalam kamarnya. Dan seolah tak mengetahui apapun, wanita itu bertanya pada Dewa, “Baru pulang banget ya, Mas? Mau dibikinin apa?” “Nggak usah, aku mau langsung mandi,” jawabnya tanpa memandang Nabila. Karena pria itu masih nampak sibuk membalas pesan di ponselnya. “Oh, oke. Kalau gitu aku ucapin bajunya aja, ya.” Nabila berlalu tanpa menunggu kalimat persetujuan. Di kamar mereka, Nabila cekatan memilih dan mengambil piyama Dewa yang dia letakkan di atas ranjang. Wanita itu menunjukkan senyum terbaiknya saat Dewa menyusul. “Kalau ada perlu sesuatu, nggak usah sungkan ya, Mas. Panggil aja, aku di dapur.” Dewa mengangguk. “Makasih, Bila.” Sebuah momen yang sangat langka ketika Dewa bisa mengatakan satu kata tersebut untuknya, setelah sekian lama. Harusnya momen ini Nabila abadikan di suatu penyimpanan sebagai pengingat, kalau pria sedingin Dewa, juga bisa melakukannya. “Sama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-18
Baca selengkapnya

Bab 14: Kejutan Yang ke Berapa Kali?

Nabila merasa lebih baik hari ini. Pelukan dari Dewa semalam membuatnya merasa hampir penuh, layaknya baterai kosong yang baru saja terisi. Ya, selemah itu Nabila jika berhubungan soal Dewa. Susah-susah dia berusaha move on, tapi baru dicolek sedikit saja sudah langsung luluh lagi. Bodoh memang! “Aku baru aja masakin nasi goreng seafood kesukaanmu, Mas. Mau ya, sarapan dulu,” ujar Nabila saat Dewa hampir saja pergi. Namun seperti biasa, dia selalu lupa caranya berpamitan meskipun dirinya berada di dekatnya. Ah, bukan lupa. Lebih tepatnya sengaja mengabaikan karena rasa bencinya terhadapnya selama ini. “Aku mau sarapan di kantor saja. Jadi kamu masukkan aja ke kotak bekal.” Nabila nyaris melompat saat mendengar Dewa berkata demikian. Sudah terhitung berapa kali pria itu membuatnya terkejut? “Ya, aku siapin bekalmu, Mas,” sahutnya antusias. Nabila menuju ke dapur dan kembali beberapa saat kemudian dengan membawakan kotak bekal yang Dewa mintakan. Saat Dewa kembali bert
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-19
Baca selengkapnya

Bab 15: Sadarlah!

“Mas? Tumben udah pulang.” Nabila terheran ketika ia pulang dan mendapati sang suami sudah berada di rumah. Padahal selama ini pria itu hampir tak pernah pulang secepat ini. Ada apa gerangan? Dan kenapa wajah Dewa terlihat pucat dan lesu? Apa dia sakit? Hampir saja Nabila bertanya untuk menuntaskan rasa penasaran di kepalanya. Adawiyyah sudah lebih dulu membuka mulut untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya, tidak diajukan untuk wanita itu. “Suamimu itu pulang dari siang. Sakit dia. Makanya kamu itu--” “Bun!” peringat Dewa agar ibunya tak melanjutkan kalimatnya. “Kenapa, Wa? Biarin aja ibu mau bilang apa. Bila harus paham kalau seorang istri itu harus selalu ada saat suaminya membutuhkannya.” Bila menghela napas panjang. Rasanya baru kemarin kepalanya bisa dingin karena sang mertua mendiamkannya. Tapi sekarang wanita itu sudah mulai mengoceh lagi. Rajin sekali beliau menjadi sang komentator. Seolah jika sehari saja beliau tak mengomel, bibirnya akan terkena penyakit gat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-19
Baca selengkapnya

Bab 16: Halah, Terserah!

Tengah malam Nabila turun ke dapur. Wanita itu sibuk berkutat di sana membuatkan sup hangat untuk suaminya. Beruntung ia menyempatkan untuk berbelanja sebelum pulang di rumah, jadi ia tidak terlalu kebingungan saat membutuhkan bahan-bahan masakan tersebut. “Emang udah diatur sama Allah kali ya, supaya aku tergerak buat beli sayur-sayuran sebelum pulang,” pikirnya demikian. Nabila kembali ke kamar Dewa setelah sup buatannya matang. Saat itu ia mendapati Dewa sudah mengganti posisinya menjadi duduk. “Aku buatin sup hangat, Mas. Obatnya di mana biar aku siapin.” “Di laci,” jawab pria itu menggestur ke arah meja nakas. Sedikit canggung Nabila duduk di hadapan Dewa untuk membantunya menelan suapan, namun ia paksakan seolah ia baik-baik saja. “Aku nggak peduli kalau Mas mengira aku sengaja mencari kesempatan mendekati kamu saat kamu sakit. Nggak peduli. Jadi, makanlah, Mas. Kesampingkan dulu semua pikiran pikiran itu, kamu sedang sangat membutuhkan bantuanku.” Seperti biasa,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-20
Baca selengkapnya

Bab 17: Sama-Sama Terluka

“Assalamualaikum! Ibu, to tok to tok!” seru Zaki dari luar. Lucunya, bukan pintu yang dibunyikan. Melainkan suaranya sendiri. “Loh, Zaki?” ujar Nabila segera membukakan pintu tersebut, “Pagi sekali bangunnya anak Ibu...” “Kan Jaki mau ikut Ibu ke kantol,” tuturnya. Nabila berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan sang anak. “Ibu hari ini nggak bisa berangkat ke kantor, Nak. Ayah sakit.” “Ayah sakit?" kedua mata anak batita itu memancarkan ketulusan saat menanyakannya. "Udah dibawa ke doktel?” Nabila tersenyum dan mengusap kepala sang anak. Gayanya sudah seperti orang dewasa saja pikirnya. “Udah kemarin sama Uti.” Zaki melongok ke dalam. “Mau lihat ayah...” “Liatnya dari sini aja, ya. Ayah lagi sakit jadi nggak boleh diganggu.” Nabila terpaksa berbohong, ia tidak ingin Zaki kecewa andai Dewa menolaknya. Seperti kejadian yang sudah-sudah. Namun tanpa disangka, Nabila mendengar Dewa mengizinkan. “Biarkan dia masuk, Bil.” Barulah setelah mendapat lampu hijau tersebut, Nab
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-20
Baca selengkapnya

Bab 18: Lah, Lah! Kok, Ngamuk?

“Dil dicariin tuh sama Pak Aditya,” ujar Risa pada Nabila begitu dia keluar dari ruangan atasannya itu. Nabila yang tengah memberikan susu pada anaknya spontan mendongak, “Iya sebentar, Ris. Oh, iya, kamu udah sembuh?” “Masih mules sebenarnya. Tapi bisa kok, aku bawa kerja. Aman-aman...” “Makanya jangan kebanyakan makan sambel. Langsung kambuh kan, jadinya?” “Susah banget hindari sambel, habisnya enak. Nggak berasa makan kalau nggak pakai itu.” Ponsel Nabila di atas meja berdering. Nama Pak Aditya terpampang jelas di sana yang tentunya tak luput dari penglihatan Risa. Sehingga temannya itu langsung memandanginya dengan tatapan curiga. “Hayooo ... ada urusan apa kamu sama Pak Aditya?” Pertanyaan yang mengandung tuduhan itu membuat Nabila spontan menatap ke sekeliling. Takut kalau-kalau ada orang lain yang mendengar perkataan hoax Risa barusan. Dengan segera, dia menepis, “Ris, yang bener kalau ngomong. Nanti kedengaran sama orang malah jadi fitnah. Trus dibumbuin lagi sama mer
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-21
Baca selengkapnya

Bab 19: Hamil Lagi?

“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga prosesnya.” Nabila sudah bisa tersenyum lega sekarang karena akhirnya, bisa menerima tujuh berkas yang seharusnya dia miliki, setelah dia jadi mengambil KPR rumah. Ya, meskipun demikian Nabila dapatkan dengan cara mencicil. Namun tidak apa-apa, setidaknya dia tidak perlu khawatir lagi di bawah atap yang mana dia dan anaknya akan berteduh, seandainya hujan badai menghadangnya di masa depan. “Nggak boleh ada yang tau dulu kalau aku udah punya hunian sendiri.” Bersama Zaki, dia membawa semua berkasnya ke rumah Dara untuk dititipkan. Karena Nabila percaya, di sanalah tempat yang paling aman menyembunyikan harta berharganya. Bukan di mana pun, apalagi di rumah suaminya sendiri yang kini sudah berubah menjadi neraka dunia. “Kamu keren, Bil. Kamu hebat! Aku bangga sama kamu,” ujar Dara begitu keduanya tiba di sana. “Tenang aja, kamu datang ke orang yang tepat. Berkas-berkas ini bakal aku taruh di brangkas ku, kujadikan satu sama perhiasan, jad
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-21
Baca selengkapnya

Bab 20: Hadiah Istimewa

Bukan Nabila namanya kalau apa-apa nggak pakai dipikir. Ya, bagaimana tidak? Hanya perkataan Dewa semalam—lebih tepatnya saat pria itu meminta doa yang terbaik untuk mereka—membuatnya jadi banyak melamun sepanjang hari ini. Padahal belum tentu pria itu serius dengan ucapannya, padahal bisa saja dia hanya sedang bersandiwara di depan ibunya seperti biasa. Tahu sendiri bagaimana bencinya pria itu dengannya. Ya, walaupun akhir-akhir ini Nabila rasa perlahan Dewa sudah mulai berubah. Kepada Zaki pun Dewa sudah bisa bersikap lebih hangat, sampai bocah itu terus-terusan menanyakannya karena rindu. ”Kalau benci sama aku, nggak niat hidup sama aku, kenapa nggak langsung ceraikan aja sih, Mas. Kenapa aku ditarik ulur nggak jelas begini? Kadang hari ini baik, kadang besok jahat, besoknya berubah lagi. Bikin repot perasaan orang aja.” Maksud Nabila, jika Dewa yang mengatakan langsung mereka harus bagaimana, pasti semua akan jauh lebih mudah. Nabila masih merasa berat untuk memutuskan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-22
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status