Home / Pernikahan / Ditiduri Majikan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Ditiduri Majikan: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

Eps 21.

Begitu mobilnya sudah terparkir di basemen, Lingga segera turun dan bergegas masuk ke gedung apartemen. Buru-buru ia melangkah menuju ke unitnya. Menempelkan card id ke pintu dan pintu langsung terbuka.“Nad, Nada,” panggilnya, tak sabar. Ada rasa trenyuh saat melihat Nada muncul di pintu kamar yang mereka huni. “Nada….” Lirih Lingga, meraih tubuh kecil Nada ke pelukan.Nada membalas pelukan, tersenyum haru mendapatkan perlakuan seperti ini dari Lingga. Senang pastinya, karna perlakuan ini menunjukkan jika Lingga memang peduli dengan keadaannya. Air mata bahagia penuh kelegaan tak bisa Nada bendung. Dia terisak dalam dekapan suaminya.Menit berlalu Lingga mengendurkan pelukan, membingkai wajah Nada dan mengusap kedua bulir yang mengalir di pipi Nada. “Maafkan aku, Nad,” ucapnya dengan wajah bersalah.Nada mengangguk merespon permintaan maaf Lingga. Ia mengusap kasar kedua mata yang akan kembali menangis. “A
Read more

Eps 22.

Nada melengkuh, tersenyum saat mendapati ada tangan yang menyilang di dada, lagi ngelonin. Nada menyipitkan mata, menatap jam bulat kecil yang ada di atas meja sebelah ranjangnya. Lalu mengusap perut yang kebelet pipis. Pelan Nada mengangkat tangan Lingga, menyingkirkan tangan itu dan ia beranjak dari ranjang. Melihat istrinya yang beranjak pergi, Lingga pindah posisi tidur, tengkurap.Nggak Cuma pipis, tapi Nada sekalian mandi karna semalam abis ngasih kewajibannya ke suami, dia nggak sempat mandi. Cuma bersihin tubuh di beberapa bagian saja. Sekitar tiga puluh menit Nada keluar dengan handuk yang membungkus kepala, habis keramas.Tersenyum saja pas liat Lingga masih tidur tengkurap. Nada memilih keluar kamar untuk menyiapkan sarapan pagi. Suasana hati lebih baik dari pada kemarin malam, jadi mood masak juga baik banget.“Mas, aku bikin nasi goreng pakai telur setengah mateng,” katanya sembari meletakkan sepiring jatahnya suami di meja makan.
Read more

Eps 23.

Ddrtt… ddrtt….Dering hp di dalam kamar membuat Nada menghentikan aktifitas. Ia menajamkan pendengaran untuk memastikan kalau hp-nya berdering. Begitu yakin, buru-buru Nada masuk ke kamar. tersenyum saat melihat nama ‘Faiz’ di layar hp.“Hallo,” sapa Nada sembari menempelkan hp ke telinga.“Nada….” Suara Bu Salma di seberang sana.Mendengar suara ibunya, Nada tersenyum dengan hati yang terasa hangat. “Ibu,” panggilnya.“Lagi apa, Nad?” tanya ibu.Nada melangkah ke jendela, menatap luar gedung dari kaca. “Tadi bersihin kompor, Bu.”“Bersihin kompor?” tanya ibu, kaya’ nggak percaya. “Kamu tinggal di rumah majikanmu itu?”“Enggak, Bu. Aku tinggal sama mas Lingga di apartemennya.”Helaan nafas panjang terdengar dari seberang telepon. “Kalian sudah menemui orang tua Lingga?”Nada menggigit bibir, karna ibu paling khawatir soal restu orang tua Lingga. “Belum, Bu.”“Nada… restu orang tua itu adalah pembuka jalan kebahagiaan untuk jalan rumah tangga kalian berdua. Kalau orang tua nak Lingga t
Read more

Eps 24.

Lingga melangkah masuk ke unit apartemennya setelah pintu terbuka. Lebih masuk lagi dan menaruh tas kerjanya di sofa ruang tengah. Ia celingukan menatap ke dapur yang sepi. Lingga membuka pintu kamar, tatapannya tertuju ke arah ranjang, di mana istri kecilnya duduk di sana dengan kedua kaki yang menekuk.“Mas Lingga,” seru Nada lirih. Dia beranjak, melompat turun dan langsung berhambur memeluk suaminya. Menumpahkan tangisnya di dada Lingga. “Hiks… aku takut, Mas….” adunya.Kedua alis Lingga bertaut, ia membalas pelukan istrinya, lebih erat dan mengecup puncak kepala Nada. “Papa ke sini lagi?” tebaknya.Nada menggeleng dengan isakan yang terdengar lirih. Benar-benar ketakutan.Tangan Lingga yang ada di belakang punggung Nada mengepal dengan kedua mata yang memejam. Tidak tega mendengar tangisan istrinya. Menit berlalu setelah tangis Nada sedikit mereda, Lingga menarik tubuh kecil Nada ke ranjang. Duduk di tepi ranjang, bersebelahan.Pelan dan lembut Lingga mengusap bulir-bulir di pipi
Read more

Eps 25.

Ddrtt… ddrtt….Kesibukan Lingga terhenti ketika hp yang ada di sebelah laptopnya menyala dan bergetar. Ia mengambil, menatap layar yang menampilkan nama kontak ‘Mama’. Tanpa ragu Lingga menggeser tombol untuk mengangkat telpon.“Hallo, Ma, sapanya sambil memasang earphone ke telinga.“Sehat, Ling?”Pertanyaan yang membuat Lingga sedikit mengulas senyum. “Aku lagi sibuk, Ma, belum bisa pulang,” jawabnya, karna tau kalau dia sedang disindir.“Nggak apa-apa. Yang penting kamunya sehat.”“Iya, Ma, aku sehat. Mama gimana? Sehat, kan?” Lingga balik bertanya.“Iya, sehat.” Terjeda untuk beberapa saat. Keduanya tak ada yang memulai bicara. “Kamu sama Adis, bagaimana? Kenapa mama lihat kalian ini semakin… semakin nggak dekat?” tanyanya dengan begitu hati-hati.Lingga menghela nafas, meletakkan mousenya dan menjatuhkan punggung ke sandaran kursinya. “Pasti mama juga udah tau apa alasanku. Aku… aku memang nggak baik, tapi aku menginginkan istri yang lebih baik dari aku. Seorang wanita yang baik,
Read more

Eps 26.

“Lho, kok kita malah ngejar mobilnya Lingga sih, Dis? Malah bagus kan Lingga pergi, jadi kita bisa coba nemui pembantu itu.” Mama Marlin melambatkan laju mobilnya. Adis menepuk lengan mamanya pelan. “Aku liat pembantu itu duduk di kursi sampingnya Lingga, Ma.” Kembali kaki Mama Marlin makin menginjak gasnya. “Bener, Dis?” “Iya, aku liat tadi.” Adis meyakinkan. “Cuma tampilannya agak beda gitu sih, Ma.” Bu Marlin berdecak lirih. “Si Lingga seleranya benar-benar rendahan. Nggak nyangka mama. Masa’ ngajakin pembantu jalan barengan. Apa dia nggak malu kalau ngenalin pembantu itu ke teman-temannya? Mau dikenalin sebagai apa? Dia yang CEO perusahaan masa’ bawa pembantu. Milih pembantu dari pada kamu. Mana kehamilan pembantu itu juga bukan anak kandungnya si Lingga kan?” Adis mendengus kasar, detik kemudian menganggukkan kepala. Setuju sama apa yang terucap dari mamanya. Kedua mata mama Marlin awas melihat mobil milik Lingga yang lajunya mulai melambat. Mobil hitam itu memasuki halaman
Read more

Eps 27.

Adis dan bu Marlin celingukan di lorong hotel, tepat di depan pintu lift. Mereka berdua sudah ada di sebelah pintu lift tepat saat lifft-nya terbuka. Tadi mau masuk, tapi hotelnya kan ada 15 lantai mereka bingung nanti mau turun di lantai yang mana. Memutuskan untuk mengecek ke arah restoran hotel yang ada di samping gedung. Lalu berpindah karna di samping gedung itu nggak ada Lingga. Sampai akhirnya mereka berdua diam berdiri di lobby hotel karna kesal, kehilangan jejak.“Kok Lingga ilangnya cepet banget ya, Ma,” keluh Adis, menatap ke luar halaman hotel.Bu AMrlin menarik nafas dalam, terlihat menahan kesal karna lelah jalan ke sana kemari tapi nggak ada hasil. “Kita tunggu mereka di basemen aja. Pasti pulangnya bakalan ke sana buat ambil mobilnya, kan?”Adis setuju, mengikuti langkah mamanya kembali ke basemen.“Hah?! Kok mobilnya Lingga udah nggak ada?” pekik Adis, sangat terkejut karna tak melihat mobil hitam Lingga. Dia sampai melangkah ke tempat yang tadi dipakai Lingga parkir.
Read more

Eps 28.

Lauren menghentikan mobil, menajamkan penglihatan ke spion. Tepatnya pada mobil papanya yang benar-benar melaju masuk ke halaman hotel. Tangan yang menggenggam stir itu mengencang, menahan amarah di dadanya.Tadi itu, dengan sangat entang papanya bilang kalau ada lembur di kantor, kan? Dari situ bohongnya udah keliatan. Ada di mobil, pas ditanya jawab kalau ada di kantor. Mama Ajeng sudah mencoba berfikir positif tentang hal itu, tapi pikiran positif itu telah diruntuhkan oleh pak Fandi sendiri.Jalannya kan searah ya, dan masih ada trotoar yang sedikit lebar. Lauren memundurkan mobil pelan-pelan.Mama Ajeng mencekal tangan Lauren. “Ren.”“Ma, aku harus tau. Tadi itu mobil papa dibawa sama siapa,” ucap Lauren, balas menatap mamanya. “Kalau nggak nyamperin ke sana, kita nggak akan tau kebenarannya.”Mama Ajeng berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar amat cepat. Ya, dia pun merasa kalau suaminya itu berubah. Hanya saja mama berusaha berfikir positif untuk membuat hatinya selalu te
Read more

Eps 29.

Kedua tangan Lauren memegang stir erat. Dia dan mama Ajeng sudah ada di dalam mobil setelah mendapatnya bukti nyata perselingkuhan papa Fandi dan bu Marlin, mertua Lingga.mobil masih ada di tempat, mesinnya pun belum menyala karna Lauren masih diam mengatur amarah dan emosi di dadanya. Dan ternyata menahan emosi tentang masalah serius seperti ini teramat sulit.Lauren menjatuhkan kening ke stir, terisak meluapkan sakit di dadanya. Kata orang, cinta pertama anak gadis itu adalah ayahnya. Dan itu benar. Sejak kecil Lauren sayang dan begitu kagum akan sosok papa. Bahkan sejauh ini, sampai umurnya 21 tahun ini, mama dan papanya selalu harmonis. Mereka tidak pernah bertengkar atau ribuk soal apa pun. Mama Ajeng yang bisa dikatakan kerap mengalah dan papa yang perhatian serta bertanggung jawab. Hari ini, Tuhan telah menunjukkan dihadapannya. Seperti apa sosok papa yang sejauh ini sangat ia kagumi.Mama Ajeng mengusap lembut punggung Lauren yang bergetar. Dia juga menangis, tapi masih bisa
Read more

Eps 30.

“Mas, gimana kalau Lauren nanti memposting vivio itu? Aku bakalan malu banget. Efeknya bakalan ke rumah makanku lho, Mas. Investorku pasti membatalkan kerjasama. Hiks, aku nggak mau itu terjadi, Mas. Aku bergantung sama rentoranku itu.” Seperginya Lauren dan Bu Ajeng dari kamar hotel ini, Pak Fandi jadi pusing. Bu Marlin mengeluh, merengek tanpa henti dan itu membuat pak Fandi susah mikir. Dia sih nggak takut cerai dari bu Ajeng, karna pak Fandi akan tetap bisa hidup seperti biasanya. Perusahaan yang di pinpin Lingga selama beberapa tahun itu masih menjadi miliknya. Perusahaan cabang juga masih jalan dan itu adalah miliknya. Terkecuali satu anak atau cabang perusahaan yang belum lama diresmikan, itu milik Lingga. Walau uang pembangunannya bukan seratus persen dari Lingga, tapi tetap. Kepemilikan dan modal utamanya dari dompetnya Lingga. “Mas, kamu harus bisa ambil hp Lauren dan hapus vidionya. Jangan sampai anakmu itu nekat!” kembali, bu Marlin merengek sembari menarik-narik lengan p
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status