All Chapters of Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan: Chapter 171 - Chapter 180

194 Chapters

171

Mutia memesan taksi online dan meminta pelayan toko untuk membawa perasaannya ke dalam mobil, dia sudah memesan kue ulang tahun yang tidak terlalu besar, kue ulang tahun berwarna coklat karena memang diselimuti irisan coklat batang dan dihiasi buah Cherry dan strawberry di atasnya. Ada tulisan nama Diaz dan hari jadinya. Setalah sampai rumah, Mutia membungkus kado yang berupa pisau cukur itu, setalah menimang-nimang kado tersebut, perasaan kecil hati kembali menyusup di hatinya, akankah Diaz terkesan dengan hadiah ulang tahunnya? Hari sudah malam, Mutia kembali menghubungi Diaz, dia ingin memastikan jika laki-laki itu ingat makan malam, jangan sampai terlalu fokus berkerja hingga tidak memperhatikan diri sendiri. Pada panggilan pertama, lelaki itu tidak mengangkat panggilannya, Mutia kembali memanggil, terlihat tanda dering diatas ponselnya yang menandakan jika ponsel lelaki itu aktif. "Halo, Sayang!" Mutia menghela napas lega disaat terdengar suara lelaki itu dari sebarang s
Read more

172

Diaz melaju ke hotel yang disebutkan ayahnya, setelah sampai lobi hotel, dia bergegas keluar, tadi ayahnya bilang dia harus menemui di ballroom hotel, sepertinya ayahnya tengah menghadiri sebuah acara. Langkah tegap lelaki itu berjalan dengan mantap, Rais yang mengikuti dari belakang seolah-olah terlihat seperti pengawal. Ketika sampai ballroom hotel, hari sudah jam sepuluh malam. Tetapi di ballroom terlihat sangat ramai, sepertinya memang sedang ada acara pesta. Jadi Diaz sendiri bingung mau mencari ayahnya di mana, sementara musik terdengar menghentak dan pencahayaan juga seperti di diskotik dengan lampu disko yang berwarna-warni. Tiba-tiba musik berhenti dan ruangan terang benderang sepenuhnya, terlihat banyak orang yang hadir di sana, Diaz sendiri tidak sempat mengamati siapa saja yang hadir di sana. "SURPRISE!!" teriak semua orang dan bertepuk tangan dengan gembira. Diaz hanya mendelik kan matanya, menatap bingung dengan situasi yang ada, sebelum Rais berbisik ke telinganya
Read more

173

Mutia telah mengemas pakaian Diaz dalam koper kecil, mereka hanya tiga hari di sana, jadi tidak perlu membawa baju banyak. Hari sudah jam sepuluh malam lewat, tetapi Diaz belum juga pulang. Apa lelaki itu memang begitu banyak pekerjaan? kalau memang banyak seharusnya dia tidak memaksa untuk mengantar nenek, dia dan nenek bisa naik kereta api ke kampungnya. Dari stasiun dia bisa memesan taksi online menuju ke desa nenek. Bukankah jika lelaki itu kurang istirahat juga tidak terlalu bagus, dia bisa mengantuk di jalan dan menyebabkan hal berbahaya nanti di jalan, lagipula jalan ke kampung nenek itu berkelok karena daerah pegunungan, juga banyak tanjakan yang di kanan kiri jalan berupa jurang. Mutia menghela napas berat, dia mengambil ponselnya di saku celana, bermaksud mengirim pesan agar lelaki itu tidak terlalu larut lemburnya, jika dia kekurangan waktu istirahat Mutia akan pergi sendiri naik kereta api. Namun sebelum dia mengetik pesan, ada pesan dari Evita yang menumpuk, harusnya
Read more

174

"Mas, ayo. Bangun, Selamat ulang tahun ...." Mutia kembali mengguncang tubuh lelaki itu, Diaz yang merasa tengah bermimpi tangannya spontan meraih tubuh Mutia dan membaringkan di sampingnya, hal itu tentu saja membuat wanita itu terkejut dan berteriak. "Aaargh!" Mendnegar teriakan Mutia, kesadaran Diaz datang secara perlahan, lelaki itu membuka matanya secara perlahan, mengernyit dan melihat kalau dia sudah mengungkung seorang wanita di bawahnya. "Astaga!" Mata Diaz terbelalak mana kala apa yang disangkanya mimpi ternyata dunia kenyataan. "Mut, kupikir tadi mimpi aku mencium dan mencumbu kamu, ternyata kamu sungguhan ada di sini. Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang?" Suara Diaz yang serak khas orang bangun tidur sungguh begitu seksi, membuat Mutia terpaku sesaat sebelum dia sadar dari terpesona pada lelaki itu. Mutia berusaha bangun dari tempat tidur dan duduk, menatap Diaz yang juga ikut bangun. "Em, aku sengaja datang ke sini untuk memberikan sesuatu," jawab Mut
Read more

175

"Aku tidak akan menilai benda ini dari harganya, tetapi aku akan menilainya dari siapa yang memberikannya, karena kamu orang yang memberinya, semurah apapun harganya bagiku sangat berharga." Mutia tambah tersenyum lebar mendengar perkataan lelaki di hadapannya, kenapa lelaki ini dari tadi menyerangnya dengan kalimat Bucin seperti ini. "Mas buka, ya?!" ujar Diaz. "Nanti aja, mas. kalau aku sudah pergi dari sini. Aku malu." "Gak perlu malu, seperti apapun yang kau berikan aku pasti akan menghargainya." Diaz mulai membuka bungkusan kado itu, setelah dilihat di dalamnya sebuah pisau cukur, lelaki itu tersenyum sumringah, reaksinya sungguh diatas ekspektasi. "Ini pisau cukur?" "Iya, aku juga membelikan silet isi ulangnya," jawab Mutia. Diaz menatap pisau cukur itu dengan tatapan mata berbinar-binar seperti melihat sebongkah berlian. Mutia yang melihat itu menjadi tidak enak, jadi spontan dia meraih pisau cukur yang masih terbungkus dengan pembungkus, tetapi sebelum tangan M
Read more

176

Pagi hari, Diaz memang tertidur dengan pulas, Mutia sendiri jam setengah enam sudah siap. Sudah selesai mandi, Diaz juga sudah terbangun, sudah sikat gigi dan salat subuh, dia berbaring kembali, pasalnya pakaiannya juga sudah di-packing oleh Mutia. Mutia mengambil ponselnya dan menelpon Diaz, apa lelaki itu belum bangun? ini sudah jam setengah enam pagi, jangan-jangan belum bangun. Mutia bergegas ke rumah lelaki itu dan membuka kode pintu rumahnya. "Mas Diaz?!" panggil Mutia dari ruang tamu. Diaz yang memang tidak tertidur mendengar suara Mutia langsung pura-pura tertidur. wajahnya dia benamkan ke dalam bantal. kreeek Pintu kamar terbuka, Mutia terbelalak melihat Diaz masih tertidur di kamarnya. Dia ingin berteriak memanggil lelaki itu agar lekas terbangun, tetapi itu bukan cara yang sopan untuk membangunkan orang. Mutia melangkah perlahan, Diaz yang sudah sangat manja dan senang dengan gaya dan cara Mutia membangunkannya tadi malam tentu saja sangat ketagihan. Wanita itu m
Read more

177

Sepanjang jalan Diaz menyetel lagu-lagu lembut agar nenek tidur dengan nyenyak, ada juga lagu religi yang lembut dan menyejukkan. Mutia sebagai pemandu jalan. "Kamu pernah ke kampung halaman nenek, Sayang?" tanya Diaz. "Pernah, aku dulu bahkan pernah tinggal di sana bersama ayah dan ibuku. Adalah beberapa tahun ketika ayah mulai merintis usaha, tapi saat itu aku masih bayi," jawab Mutia bercanda "Lah, kamu tinggal di sana saat masih bayi, emangnya sekarang kamu masih ingat jalan ke sana?" tanya Diaz dengan bibir mengkerut membuat Mutia tertawa terbahak. "Ya, nggak ingatlah!" "Terus, aku mau bawa mobil ke arah mana ini?" "Pakai GPS aja sih, Mas." "Ya, udah kamu cepat buka GPS, sudah itu pandu aku, gak mungkin kan aku sambil nyetir mata jelalatan lihat hp?" "Jelalatan kok ke hp? mendingan jelalatan itu ke cewek." "Nah itu kamu tahu, jadi kamu yang ngelihat hp, aku yang jelalatan ke kamu." "Apaan sih kamu, Mas!" Mutia mencubit lengan Diaz dengan gemas. "Augh! kamu
Read more

178

Diaz bermaksud setelah beberapa hari membersihkan rumah nenek, dia akan melangsungkan pernikahan di rumah ini, jadi kue-kue bolu yang dibawa Mutia bisa menjadi hidangan alternatif, dia sudah menyuruh Rais untuk mencari catering terbaik di kota Bogor untuk acaranya.Ketika memasuki rumah, para tetangga yang dari tadi menyambangi mereka juga sudah pulang, Diaz dan Mutia masih sibuk berbenah menyusun barang-barang nenek."Di sini cuma ada dua kamar, jadi Mutia akan tidur dengan nenek, Diaz bisa tidur di kamar depan," ujar nenek.Hari sudah malam, suasana di desa juga sepi tidak seperti di kota, jadi jam delapan malam sudah seperti larut malam, setalah makan malam, nenek beranjak untuk pergi ke kamar beristirahat."Oh, baiklah, Nek. Aku akan membereskan meja makan dan mencuci piring setelah itu menyusul nenek di kamar.' Mutia menjawab dengan wajah senang, tetapi ketika melihat ke arah Diaz, lelaki itu malah berwajah masam dan menatapnya dengan tajam. ada apa dengan orang ini? selalu saja
Read more

179

[Tadi aku chat sama Tasya. Dia sekarang sedang bulan madu ke Bali. dia sangat menyesal tidak datang ke acara pernikahan kita besok, dia marah karena acara kita begitu mendadak.] [Oh, chat sama Tasya? Fadil juga barusan nelpon, dia akan mengusahakan untuk datang. Jangan kuatir.] [Apa Mas memberi tahu Dokter Fadil?] [Ya, apa nenek sudah tidur?] [Sudah] [Datanglah ke sini, aku tidak bisa tidur!] [Eh, mana bisa begitu] [Kalau kamu tidak datang, aku akan tidur di kamar nenek, biarlah aku tidur di lantai.] Apa? dasar aneh, orang dewasa begitu tidak bisa tidur dan akan tidur bertiga di kamar nenek? apa itu pantas? pemikiran lelaki ini sungguh aneh, mana bisa dibiarkan begitu saja. [Ya, sudah. Aku akan datang, tunggu!] Ketika Mutia akan menutup ponselnya, tidak sengaja dia melihat nama Evita bertengger di barisan chat yang telah dia baca. Mutia akhirnya mengurungkan niat menutup ponselnya, pasalnya dia belum melihat kiriman video dan foto yang gadis itu kirimkan. Ada satu
Read more

180

Diaz segera keluar dari rumah, dengan modal senter di ponselnya dia mencari wanita itu. Hari ini masih jam sembilan malam, tetapi suasana sudah begitu gelap dan hanya terlihat cahaya yang redup dari lampu rumah-rumah warga.Ke mana Mutia? Kenapa dia pergi begitu saja?Mutia berjalan perlahan menyusuri jalan setapak di bawah bukit kecil di dekat rumah nenek. Desa ini cenderung aman dari kejahatan, setiap penduduk masih memiliki etika dan kesopanan yang tinggi, jadi Mutia tidak takut untuk berjalan sendirian di tengah malam seperti ini. langit tampak terang dengan bertaburan bintang-bintang. Dahulu ayahnya sering membawanya ke sini jika malam tiba setiap berkunjung ke rumah nenek.Itu sudah sangat lama, Mutia sendiri sampai lupa kapan terakhir ayahnya membawanya ke sini. Jika menuruni bukit kecil dan mengikuti jalan setapak, akan bertemu dengan Padang ilalang dan akan ada sungai kecil yang airnya sangat jernih dengan batu-batu pengunungan yang besar dan berwarna hitam. Jika siang Muti
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status