Home / Pernikahan / Istri Manis sang Pewaris / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Istri Manis sang Pewaris: Chapter 211 - Chapter 220

252 Chapters

211. Wanita Lain

Davin memasuki ruang kreatif Jingga tanpa menimbulkan suara. Ia segera menempelkan jari telunjuk di bibirnya saat Arum akan menyapanya.Arum mengerti, ia hanya mengangguk dan mengalihkan perhatian Oliver pada mainan di hadapannya. Oliver tidak menyadari kedatangan ayahnya, sebab jika tahu, anak itu pasti akan berteriak memanggil-manggil ‘papa’.Davin mendekati Jingga yang sedang duduk di depan kanvas dengan posisi membelakanginya. Jemari wanita itu tengah menggoreskan pensil, membuat sketsa pada kanvas. Jendela besar di hadapannya memperlihatkan taman kecil di rooftop.“Selamat sore, Sayang,” bisik Davin seraya mengecup pipi Jingga dari belakang.Seketika, Jingga berjengit. Ia menurunkan tangannya, menoleh dan menghela napas lega kala melihat Davin. “Kamu bikin aku kaget, tahu?”“Maaf. Aku sengaja melakukannya untuk memberimu kejutan.” Davin tetap merundukan badan di belakang Jingga dan mencium puncak kepalanya.Lantas Davin menyerahkan setangkai bunga mawar merah yang sejak tadi ia s
Read more

212. Terbakar Api Cemburu

Jingga merasakan darahnya mendidih. Pikirannya berkecamuk saat ia mendengar ucapan wanita tersebut. Cemburu mulai merayapi hatinya meski Davin yang mereka maksud belum tentu Davin suaminya.“Davin? Laki-laki yang kita lihat barusan? Yang bersama anak kecil dan perempuan tua yang seperti pembantunya itu?”“Iya.”Jingga seketika lupa bagaimana caranya bernapas. Ternyata benar. Davin yang mereka maksud adalah suaminya. Sedangkan wanita tua mungkin maksudnya Arum.Jingga mengurungkan dirinya untuk keluar dari bilik toilet dan memilih mendengarkan percakapan mereka.“Dulu dia sering datang ke club-nya Danish, hampir setiap malam.” Terdengar suara air mengucur dari keran saat wanita itu bicara. “Kamu tahu nggak? Dia jadi idaman di sana. Banyak wanita yang berusaha dan bermimpi naik ke ranjang dia.” Wanita itu terkekeh-kekeh.“Terus? Dia meniduri semua perempuan itu?”“Nggak. Cuma yang memenuhi spesifikasi dia saja yang dipilih. Seperti aku?”“Ya... ya... aku percaya. Kamu nggak perlu diragu
Read more

213. Tanpa Kamu

Davin merasakan darahnya berhenti mengalir saat melihat tatapan dingin istrinya. Sungguh, ia amat berharap bahwa Jingga tidak mendengar percakapannya dengan wanita yang samar-samar ia kenali di hadapannya itu. Namun, harapan Davin sia-sia. Dilihat dari raut muka dan tatapan tajamnya, jelas jika Jingga mendengar apa yang wanita itu ucapkan barusan.“Sayang?” gumam Davin dengan leher yang terasa tercekik.Jingga menatap Davin dan wanita itu, bergantian. Lalu menatap Davin lagi sambil berkata, “Kalau ngobrolnya sudah selesai, sebaiknya kita pulang.”“Tunggu!” ucap wanita berdada besar itu dengan cepat, membuat Jingga mengurungkan niat untuk pergi. “Kamu... yang tadi di toilet itu, ‘kan? Jadi kamu istrinya Davin?”“Kalian berdua bertemu di toilet?” Raut muka Davin tampak tegang sekaligus kebingungan. Sekarang, ia mengerti apa yang membuat mood Jingga tiba-tiba berubah setelah kembali dari toilet tadi.“Benar,” jawab Jingga pada wanita itu dengan senyuman samar. “Saya istrinya Davin. Terim
Read more

214. Kesepian

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi kantuk tak kunjung menyerang. Setiap kali Jingga berusaha memejamkan mata, imajinasinya berkeliaran, terbayang di benaknya bagaimana pria yang ia cintai menyentuh wanita lain dengan panas. Membuat hati Jingga terasa semakin terbakar, amarah membuat jantungnya berdetak cepat. Jingga berusaha meyakinkan dirinya, bahwa hal itu terjadi di masa lalu sebelum ia dan Davin menjadi pasangan suami istri yang ‘sesungguhnya’. Namun, tetap saja Jingga sulit mengendalikan perasaan cemburu itu. Saat Jingga duduk memeluk lutut sambil bersandar pada headboard ranjang, tiba-tiba terdengar pintu kamar putranya itu diketuk dari luar. Awalnya Jingga tidak ingin menghiraukan. Ia sudah bisa menebak bahwa orang di luar sana pastilah Davin. Namun, karena Jingga tidak ingin suara ketukan pintu yang tak berhenti itu membangunkan Oliver, alhasil ia membuka pintu dengan terpaksa. Dugaannya tidak meleset. Terlihat Davin berdiri di depan pintu dengan rambut a
Read more

215. Korban Davin

Meski hanya tidur sekitar dua jam tadi malam, tapi hal itu tidak mengurangi ketampanan Davin pagi ini. Hanya saja ekspresinya tampak tegang dan suram. Vincent segera menyadari bahwa suasana hati bosnya itu pasti sedang buruk.Gawat!Davin memasuki ruang rapat dan melemparkan pandangannya ke meja. Matanya langsung tertuju pada tumpukan laporan yang dicetak di kertas putih. Ia mengembuskan napas kasar."Siapa yang mencetak laporan ini?" tanya Davin dengan suara dingin dan tatapan tajam.Karyawan di ruang rapat saling bertukar pandang, merasa bingung dan cemas. Mia, sekretarisnya, segera berdiri dan menjawab dengan tenang."Saya, Pak. Apakah ada yang salah dengan laporan tersebut?""Apa kamu tidak melihat ada yang sangat salah di sini? Kenapa kertasnya putih, bukan biru seperti biasanya?" Suara Davin setengah membentak, membuat Mia terkejut sekaligus bingung.Mia lantas mencoba menjelaskan dengan hati-hati. "Maaf, Pak. Kami kehabisan kertas biru, jadi kami menggunakan kertas putih untuk
Read more

216. Pantang Menyerah

“Hey, Nak. Apa yang harus Papa lakukan untuk menaklukan hati ibumu, hem?”Oliver tertawa. Tawa yang terdengar renyah seolah-olah senang melihat ayahnya masih diabaikan ibunya.“Jangan mengejekku.” Davin mencubit pucuk hidung Oliver dengan gemas.Anak berusia 1 tahun itu memeluk pinggang ayahnya dan bersandar di dada. Matanya mulai mengantuk saat Davin tak berhenti mengelus punggungnya dengan lembut.Sementara itu, Davin yang sejak tadi duduk di depan meja kerja sambil menggendong Oliver, merasakan pikirannya amat penuh. Ia terus berusaha mencari cara untuk menaklukan hati Jingga.Saat pulang dari kantor sore tadi, istrinya itu masih enggan bicara dengannya. Bahkan Davin yakin, malam ini pun ia harus kembali tidur sendirian. Dan hal itu membuatnya sangat tersiksa. Sial.Cukup lama Davin berpikir sampai ia menemukan beberapa ide brilian untuk mengambil kembali hati istrinya. Hingga ia baru sadar bahwa Oliver sudah tertidur di pangkuannya.Davin tersenyum miring, ia lantas membawa Oliver
Read more

217. Ide Gila Davin

“Ini kiriman untuk Bu Jingga,” kata pria di hadapannya, membuat Jingga seketika keluar dari keterpanaannya.Jingga mengalihkan tatapannya dari beberapa mobil yang masuk satu persatu memenuhi halaman rumah, ke arah pria tersebut dengan bingung. “Tapi saya nggak memesan apa-apa, Pak.”“Di sini pemesannya memang atas nama Pak Davin, Bu. Dan penerimanya Jingga Thania,” ujar pria itu sekali lagi.“Davin?” Jingga mengerjap.Dengan ekspresi yang masih kebingunan, Jingga akhirnya menandatangani surat penerimaan, lalu tercengang saat melihat bunga demi bunga diturunkan dari mobil-mobil itu yang mengantre dari halaman hingga ke luar gerbang. Jingga terkejut melihat betapa banyak bunga tulip yang diantar ke rumah.Tukang bunga tidak berhenti datang, membawa buket demi buket, hingga ruang tamu penuh dengan aroma harum bunga tulip.Jingga mematung, tak habis pikir mengapa Davin membeli semua bunga itu.“Totalnya ada seribu bunga, Bu. Kami sengaja mendatangkannya dari berbagai kota tadi malam, kare
Read more

218. Kamu Jahat

Mata Jingga berkaca-kaca. Hatinya terenyuh. Bagaimanapun, ia juga seorang perempuan yang hatinya mudah tersentuh oleh hal-hal romantis, apalagi dengan penuh perjuangan seperti yang dilakukan suaminya saat ini.Helikopter itu perlahan-lahan mendarat di halaman belakang rumah yang luas. Angin yang bertiup kencang dari baling-baling helikopter, membuat pohon pinus yang memagari halaman bergoyang-goyang. Jingga menutupi mata dari tiupan angin kencang itu menggunakan lengan.Saat Jingga menurunkan lengannya, ia melihat seorang pria berkemeja putih dan celana hitam melompat turun dari helikopter tersebut. Menghampirinya dengan langkah tegap.Jingga menatap pria itu dengan wajah merengut dan mata yang masih berkaca-kaca. Sementara helikopter di belakangnya kembali mengudara.Pria itu berhenti di hadapan Jingga, menyisakan jarak sekitar satu meter di antara mereka. Mata lelahnya menatap Jingga dengan penuh ketulusan. Keduanya tak ada yang bersuara, hanya tatapan masing-masing yang saling berb
Read more

219. Kamu Berbeda

Jingga terpenjara. Ia sulit menggerakkan tubuhnya karena pelukan Davin yang sangat erat. Seolah-olah pria itu merasa takut Jingga akan kabur saat ia tengah terlelap.Usai percintaan panas mereka beberapa saat yang lalu, Davin langsung memejamkan matanya dan mendengkur halus, tertidur nyenyak, tangan dan kakinya memeluk Jingga di bawah selimut putih yang membungkus tubuh polos mereka berdua.Kini, Jingga memandangi wajah suaminya yang tampak tenang. Dalam hati ia bergumul dengan perasaan yang campur aduk.Perasaan cemburu yang menghantui pikirannya beberapa hari terakhir ini, mulai mereda seiring waktu. Jingga tahu, bahwa ia harus belajar menerima masa lalu Davin, jika ingin mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.“Kenapa kamu terlahir jadi pria yang sangat tampan seperti ini?” bisik Jingga nyaris tak terdengar, seraya menyapukan jemari lentiknya di wajah Davin. “Banyak wanita yang tertarik padamu. Dan aku nggak suka.”Jika Davin sedang terjaga, rasanya Jingga tidak mungkin jujur
Read more

220. Berbagi Kebahagiaan

“Sekarang harus kita apakan semua bunga ini, Dave?”Jingga menghela napas panjang seraya melangkah dengan susah payah. Pasalnya, ia berjalan dengan Davin yang terus memeluk perutnya dari belakang dan dagu bertumpu di pundaknya. Seakan-akan pria itu tak ingin terpisah dari Jingga barang sedetikpun.“Rumah kita luas, Sayang. Simpan saja bunganya di setiap sudut ruangan,” jawab Davin sebelum mendaratkan kecupan singkat di leher sang istri.Jingga sempat menahan napasnya mendapati kecupan itu. Mereka berdiri di hadapan lautan bunga tulip. Jingga menoleh ke arah suaminya seraya mengusap rahang kasar itu dengan lembut.“Dave, kamu tahu? Aku senang sekali mendapatkan semua bunga ini dari kamu,” katanya sambil tersenyum lembut. “Aku merasa spesial dan dicintai. Terima kasih, ya.” Sebuah ciuman lembut Jingga berikan di bibir Davin, membuat pria itu mengerang pelan.“Sayang, jangan memancingku. Aku sedang berusaha menahan diri demi anak kita di perut kamu,” gerutu Davin, “karena kalau tidak, bi
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
26
DMCA.com Protection Status