Home / Pernikahan / Istri Manis sang Pewaris / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of Istri Manis sang Pewaris: Chapter 181 - Chapter 190

252 Chapters

181. Davin Yang Makin Rajin Menggombal

“Apa... ibuku yang memintamu datang ke sini?” Rachel mengerutkan kening, lalu tertawa renyah sambil menggeleng. “Aku kebetulan sedang menemani ibuku ke acara ini, lalu tanpa sengaja kami bertemu Tante Lucy,” ujarnya seraya menyelipkan rambut ke belakang telinga. “Kami mengobrol cukup banyak tadi, dan Tante Lucy juga sempat membahas kamu.” Sial. Davin menggeram dalam hati. Ibunya berhasil menjebaknya datang kemari dan mempertemukannya dengan wanita ini. Ya, Davin yakin sekali, ibunya benar-benar berniat menjodohkannya dengan wanita lain. “Lalu di mana ibuku sekarang?” tanya Davin seraya melihat ke sekeliling restoran sekali lagi. “Tante Lucy sudah pulang, tadi sepertinya dia buru-buru sekali. Kalau Mama aku, dia lagi ada pertemuan sama teman-temannya di lantai atas,” ujar Rachel, lalu ia menunjuk ke arah meja yang terletak tak jauh dari mereka. “Kita minum dulu di sana? Bagaimana?” “Maaf.” Davin melirik arloji seraya mengembuskan napas kasar. “Aku harus pulang sekarang. Terima k
Read more

182. Keinginan Calon Bayi

“Light Gallery? Di sana lagi ada pameran, ‘kan?” “Mm-hm. Kamu mau lihat pamerannya?” Mata Jingga seketika berbinar-binar seraya menganggukkan kepala. “Iya, aku mau.” Davin tersenyum, ia tak sampai hati menghilangkan binar di mata istrinya. Jadi Davin memilih untuk tidak mengatakannya sekarang mengenai rencana Lucy. “Baiklah. Besok aku akan menemanimu ke sana.” “Terima kasih!” seru Jingga sambil tersenyum lebar dan mengecup hidung Davin, membuat pria itu seketika menegang. Jingga tertawa melihat ekspresi suaminya. “Sayang...,” panggil Davin dengan suara yang mendadak berat. “Jangan berpikir yang aneh-aneh.” Sekali lagi Jingga mengecup Davin, kali ini di bibirnya. Lalu turun dari pangkuannya. “Karena kita harus makan siang sekarang, perut aku sudah lapar. Dan yang paling penting, handphone kamu bunyi itu. Angkat dulu, deh.” Davin mengerjap. Ciuman Jingga membuat perhatiannya terserap habis pada wanita itu, hingga Davin baru sadar ponselnya berbunyi. Panggilan dari Lucy. Davin
Read more

183. Ide Briliant Vincent

Davin tidak tahu kalau penolakannya siang itu akan berakibat fatal. Davin yang melarang, tapi Davin sendiri yang kena batunya. Ia tersiksa. Rasanya ingin membenturkan kepala ke dinding saja pagi ini. Bagaimana tidak? Sudah dua hari berlalu sejak Jingga menyampaikan keinginannya untuk bermain flyboard, dan selama dua hari itu pula Jingga mengabaikan Davin akibat penolakan itu. Saat sarapan bersama, Jingga sama sekali tidak bicara pada Davin kecuali jika Davin bertanya, itupun jawaban Jingga hanya ala kadarnya. Saat malam hari Davin mencoba tidur sambil memeluknya, tapi Jingga justru malah menjauh dengan ekspresi datar. Jingga sama sekali tidak memberi kesempatan pada Davin untuk dekat-dekat dengannya. Dan sungguh, itu benar-benar membuat Davin merana dan tersiksa! Ya Tuhan.... Namun, mengiakan keinginan Jingga pun tidak akan pernah Davin lakukan. Bagaimana bisa Davin mengizinkan Jingga dipeluk lelaki lain bermain di atas flyboard? Itu sangat mustahil! Dunia akan kiamat jika sa
Read more

184. Bujuk Rayu Ala Davin

Davin berjalan menghampiri rumahnya sambil bersiul. Ia sengaja pulang lebih awal siang ini. Davin yakin sekali, malam ini ia bisa tidur memeluk Jingga setelah istrinya itu mendengar bahwa ia akan mengizinkannya bermain flyboard. Davin berdehem dan berdiri di depan pintu, bersiap menekan bel. Jantungnya berdebar-debar kencang, ia merasa seperti seorang pria yang akan datang ke rumah orang tua sang kekasih untuk meminangnya. Sambil menyembunyikan seikat bunga tulip di belakang punggung, tangan kanan Davin menekan bel. Hingga tak lama kemudian pintu terbuka, dan menampilkan sosok Jingga yang tampak tidak terkejut melihat kedatangan Davin. Namun, justru Davin yang dibuat terkejut oleh penampilan sang istri. Mata Davin seketika melebar, mendadak ia kesulitan menelan saliva. Bagaimana tidak? Penampilan Jingga saat ini berhasil mengundang hasratnya yang merana dua hari terakhir ini. Wanita itu mengenakan celana selutut dan thank top yang sama-sama ketat, tubuhnya dibanjiri peluh. Meski
Read more

185. Happy Birthday, Oliver!

Oliver tampaknya mengerti bahwa kemegahan di sekelilingnya adalah acara yang diperuntukkan tahunnya.Beberapa hari sebelumnya Jingga memang sering membahas hari ulang tahunnya dan melibatkan Oliver dalam persiapannya. Alhasil, hari ini Oliver tampak ceria, mata bulat jernihnya tampak berbinar-binar melihat dekorasi ruangan yang disulap seperti memasuki luar angkasa yang meriah dan mewah.Oliver sama sekali tidak terganggu oleh kehadiran banyak orang di sekitar. Ia tetap ceria di pangkuan sang ayah.Selain mengundang keluarga besar, Davin juga mengundang keluarga dan anak dari para kolega bisnisnya, karyawan New Pacific Group, dan teman-temannya yang tidak begitu banyak.Sementara itu dari pihak Jingga, tidak banyak yang ia undang. Hanya beberapa orang dari Madhava Studio, termasuk Kalil. Dan anak-anak beserta seluruh staf dari baby daycare tempat Oliver dititipkan, dulu.Jingga sempat memberikan undangan kepada ibunya dan Pelangi. Namun, entah mengapa, sepertinya mereka tidak akan had
Read more

186. Siapa Wanita Itu, Dave?

Jingga keluar dari ballroom yang mulai sepi. Ia mengayunkan langkahnya menghampiri lift dan melihat punggung dua wanita yang cukup dikenalinya. Lucy dan... Rachel. Kedua wanita itu tengah mengobrol dan tertawa bersama sembari menunggu pintu lift terbuka. Jingga bukan orang yang akan merasa nyaman berdiri satu ruangan dengan seseorang yang tidak akrab dengannya—apalagi membencinya—seperti Lucy, meskipun wanita itu adalah mertuanya sendiri. Maka dari itu, Jingga memutuskan untuk berbalik arah, tapi ia terlambat karena Rachel tiba-tiba menengok ke belakang. “Oh, Jingga? Mau naik juga?” tanya Rachel seraya tersenyum ramah. Jingga balas tersenyum, mengangguk. “iya,” jawabnya pada akhirnya. Sudah terlambat untuk menghindar. Lucy menoleh. Jingga sedikit menganggukkan kepala sambil tersenyum untuk menyapa sang ibu mertua. Tak ada senyuman balasan sama sekali di wajah Lucy. Jingga berusaha menahan napas sejenak, merasakan atmosfer yang tiba-tiba menjadi tegang. Lucy hanya menatapnya ta
Read more

187. Penjelasan Davin

Mendengar pertanyaan Jingga, Davin seketika terdiam. Kemudian menghela napas panjang dan menangkup pipi istrinya itu. “Kita mandi dulu, ya. Aku gerah,” ucap Davin pada akhirnya. “Setelah mandi, aku janji akan menceritakan semuanya padamu, Sayang.” Kening Jingga berkerut dalam. Ia berpikir, pasti ada sesuatu yang serius dengan pembahasan mengenai Rachel. Karena jika tidak, Davin tidak akan menunggu nanti-nanti. Namun, Jingga tidak ingin berspekulasi sendiri. Ia akhirnya mengangguk mengiakan keinginan Davin. “Ya sudah. Mau mandi bareng?” tawar Jingga seraya melepaskan diri dari pelukan pria itu. Davin menelan saliva. Tawaran itu sangat menggiurkan. Lebih menggiurkan dari tawaran kerjasama antar perusahaan. Davin memandangi tubuh sang istri dari belakang, yang baru akan menghapus make up. Lalu Davin mendekat, memeluknya dari belakang. “Nggak, Sayang. Kita mandi gantian saja, ya,” ucap Davin dengan berat hati. Jingga menoleh ke arah Davin seraya mengulum senyum. “Tumben?”
Read more

188. Perlawanan Jingga

Pagi itu Jingga terbangun sendirian. Ia tidak menemukan Davin maupun Oliver di sampingnya. Seprai yang kusut itupun terasa dingin, pertanda bahwa kedua lelaki itu sudah cukup lama meninggalkan kasur.Jingga memaksa dirinya untuk bangkit duduk. Overthinking yang menderanya membuat Jingga baru bisa memejamkan mata hampir pukul tiga dini hari. Penjelasan Davin tadi malam mengenai Rachel, benar-benar mengganggu pikirannya.Saat Jingga akan melangkah ke kamar mandi, matanya menemukan sebuah notebook berlogo hotel yang terbuka di atas nakas, ada bolpen di sebelahnya. Dan terlihat tulisan tangan Davin di notebook tersebut.Jingga mengernyitkan dahi. Merasa penasaran dengan tulisan tangan itu, ia lantas mengambil notebook tersebut dan membaca pesan yang ditinggalkan suaminya.*Sayang, maafkan aku kalau tadi malam penjelasanku membuatmu khawatir dan mungkin overthinking. Aku sudah bicara pada Mami pagi ini, menjelaskan bahwa aku nggak akan mengikuti keinginannya. Aku sudah punya keluarga yang
Read more

189. Tak Ada Yang Bisa Memisahkan

Jingga tidak bisa melupakan kata-kata yang diucapkan Lucy pagi itu. Ucapan tajam ibu mertuanya selalu terngiang-ngiang. Membuatnya tak berselera makan. Tak bisa tidur nyenyak. Semakin kuat Jingga berusaha melupakannya, semakin keras pula suara Lucy terngiang di telinga. Jingga tidak menceritakan pertemuannya dengan Lucy kepada Davin. Ia memendamnya seorang diri. Sebab, Jingga yakin, jika Davin tahu mengenai apa yang Lucy ucapkan padanya, Davin akan marah besar pada ibunya. Jingga tidak mau membuat Davin bersikap tak wajar pada ibunya sendiri. Ponsel Jingga berdering, membuyarkan lamunannya. Jingga mengalihkan pandangannya dari makanan di hadapannya yang belum ia sentuh sama sekali—karena selera makannya benar-benar buruk, ke arah ponsel yang tergeletak di samping gelas. Panggilan dari Davin. Jingga tidak bisa menahan senyumnya kala membaca nama pria itu terpampang di layar. Dengan cepat ia mengangkat panggilan tersebut. “Halo?” sapa Jingga sambil beranjak dari meja makan. “Sayan
Read more

190. Jadi Suami Siaga

Setelah dokter pribadi keluarga Davin—yang telah selesai memeriksa kondisi Jingga, menyarankan agar Jingga segera diperiksa oleh dokter spesialis kandungan, maka sore itu juga Davin membawa Jingga ke rumah sakit dengan perasaan cemas yang berusaha ia sembunyikan. Selain demam, Jingga juga mengeluh perutnya sakit dan badannya lemas. “Kandungan Bu Jingga terlihat baik, tapi saya melihat ada sedikit tanda-tanda stres pada janin. Apa belakangan ini Bu Jingga merasa cemas atau stres berlebihan?" tanya Dokter Kartika sesaat setelah ia selesai memeriksa kondisi kandungan Jingga. "Stres?" Jingga terkejut mendengar dokter kandungan itu dapat menebak bahwa akhir-akhir ini ia merasa cemas dan mungkin bisa dibilang stres berlebih. Tak bisa dipungkiri, kata-kata ibu mertuanya tempo hari membuat pikiran Jingga semrawut. Namun, Jingga tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa ia stres di depan Dokter Kartika dan Davin. Jingga lalu menoleh pada suaminya, yang tampak cemas dan khawatir.
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
26
DMCA.com Protection Status