Home / Pernikahan / Istri Manis sang Pewaris / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Istri Manis sang Pewaris: Chapter 161 - Chapter 170

252 Chapters

161. Anak Kedua Kita

“Ng-nggak! Bukan begitu maksudku!” Cepat-cepat Jingga menyanggah seraya mengibaskan tangannya di udara berkali-kali, sebelum Davin berubah menjadi pria pencemburu yang mengerikan. “Sungguh. Aku cuma penasaran gimana nasib Vincent sekarang.”Mata Davin masih memicing curiga. Ekspresinya baru mencair setelah Jingga menghadiahi bibirnya dengan sentuhan mesra.Davin mengerjap berkali-kali, berdehem, lalu ia mengeratkan pelukannya yang membuat Jingga merasa sesak.“Vincent baik-baik saja,” ucap Davin pada akhirnya. “Aku sudah mengirimkan beberapa orang untuk melindungi dia. Dan ternyata orang-orang yang mengawasinya akhir-akhir ini adalah orang suruhan Om Emran. Om Emran sudah tahu kalau Vincent memiliki bukti-bukti itu, dia mengancam Vincent dengan membawa-bawa keluarganya, tapi Om Emran terlalu bodoh sepertinya karena dia menganggap remeh Vincent.”Davin mendengus kasar, rahangnya berkedut dengan mata berkilat penuh emosi begitu ia menyebut nama Emran.Jingga yang menyadari perubahan rau
Read more

162. Ada Papa Yang Lain

‘Anak kedua kita?’Davin membeku. Menatap foto janin seukuran biji apel itu dengan tatapan tak percaya. Debaran jantungnya terasa semakin hebat.Seketika itu juga Davin menyingkap selimut dan hendak turun dari ranjang. Namun, tiba-tiba ia mengumpat lirih saat menyadari tubuhnya hanya mengenakan brief. Bisa saja ia keluar dalam kondisi seperti ini, tapi Davin masih sadar bahwa ada orang lain di rumah ini selain Jingga dan Oliver.Ia lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan menemukan celana selututnya terlipat rapi di nakas. Davin yakin Jingga yang menyediakannya di sana.Setelah mengenakan celana itu, ia bergegas keluar kamar dengan langkah tidak sabaran. Jantungnya berpacu semakin keras dan matanya berusaha mencari-cari sosok sang istri, yang ternyata tidak ada di dalam rumah.Davin menyeret langkahnya ke luar. Ia menghela napas lega kala menemukan sosok yang ia cari-cari sedang berjemur bersama Oliver di sunbed yang ada di taman.“Ternyata kamu di sini,” ucap Davin dengan napa
Read more

163. Hak Milik Davin

Jingga melongokan kepala di pintu perpustakaan. “Dave, kita mulai meeting-nya sekarang?”Davin melirik arloji. Menoleh pada Jingga sesaat ketika menjawab, “Tunggu sepuluh menit lagi, hm?”“Ya sudah.” Jingga menghela napas pelan. Ia masuk ke ruangan perpustakaan pribadi itu dan mengambil buku dari rak terdekatnya secara asal.Jingga duduk di single sofa, membuka-buka buku di tangannya sejenak, lalu memperhatikan Davin yang fokus pada beberapa buku yang terbuka di hadapannya, di atas meja. Sesekali pria itu beralih ke laptop, lalu mencatat di sebuah buku. Gelagatnya persis seperti seorang profesor muda yang sedang menyusun materi kuliah.Jingga tidak tahu apa yang sedang Davin tekuni. Namun yang pasti itu bukan pekerjaan. Sebab Davin akan berada di ruangan kerjanya jika yang sedang ia tekuni adalah hal yang menyangkut pekerjaan.Penasaran, Jingga lantas menaruh bukunya di atas meja. Lalu mendekati Davin dan melihat buku-buku yang berserakan di hadapan pria itu. Mata Jingga seketika terb
Read more

164. Kebaikan Hati Davin

“Sayang, kamu masih ingat rencana liburan kita? Yang pernah aku bahas bulan lalu?” Davin mencomot potongan buah apel dari piring, yang sedang Jingga kupas. Lalu ia menarik kursi dan mendaratkan bokongnya di sana.Jingga mengangguk cepat. “Hm. ingat banget. Aku sempat berpikir kalau liburannya akan batal karena kamu yang lupa ingatan.”“Maaf...,” ucap Davin dengan penuh rasa bersalah. Ia kemudian tersenyum. “Liburannya akan tetap dilaksanakan. Kita akan pergi minggu depan.”Mata Jingga seketika melebar. “Sungguh? Ke Maldives?”“Hm.” Davin mengangguk sambil mengerjap pelan. “Bagaimana?”Jingga menatap Davin dengan mata berbinar-binar. Ia mengangguk berkali-kali sambil tertawa kecil. “Aku mau!” jawabnya, “Maldives... aku sangat ingin ke sana, dan aku rasa ini pasti jadi liburan yang paling menyenangkan!”Davin tersenyum dan mengambil pisau buah dari tangan Jingga yang bergerak-gerak saking antusias. Ia taruh pisau itu di atas piring. “Pisau ini akan melukaiku, Sayang.”“Oops! Maaf.” Jing
Read more

165. Keinginan Anak Kita

Di dalam ruangan kantor sang CEO, Vincent berdiri dengan canggung di hadapan Davin yang sedang menatapnya dengan tajam. Vincent diam, menunggu dengan sabar atasannya itu berbicara.Sementara itu, Davin menatap Vincent dan berkas di hadapannya, bergantian. Ia hanya tinggal membubuhkan tanda tangannya dalam surat keterangan kenaikan gaji Vincent tersebut. Namun, mood Davin sedang buruk, dan perutnya mual-mual.“Bukankah kamu tahu, aku tidak suka ada pria lain yang dekat dengan istriku?” Suara Davin memang rendah, tapi terdengar penuh intimidasi.Vincent mengangguk kalem. “Saya tahu, Pak.”“Lalu apa yang kamu lakukan kemarin?” Rahang Davin mengeras kala mengingat kejadian saat makan malam kemarin, di rumahnya. Jingga banyak berceloteh terhadap Vincent, Jingga juga menunjukkan kekhawatirannya dan berterima kasih terlalu berlebihan, karena Vincent berhasil mengungkap tersangka kasus kecelakaan itu. Dan Davin kesal karena Vincent menanggapi celotehan Jingga. Dan Davin dianggap makhluk tak k
Read more

166. Sedikit Pelajaran Untuk Dia

“Dave, ayolah, pasar nggak semenakutkan itu, kok.”“Tapi ini mengerikan. Aku baru pertama kali ke pasar tradisional hari ini.”“Kalau begitu, kamu bisa kembali ke mobil dan tunggu aku di sana. Oke?”“Dan membiarkan kamu pergi tanpa pengawasanku?” Mata Davin terpicing. “Tidak. Aku akan terus mengikutimu.”Jingga menghela napas pelan seraya merotasi matanya. Karena ada Davin, Jingga jadi tidak bisa bergerak bebas.Bagaimana tidak? Sejak memasuki pasar, pria itu selalu berjalan di belakang atau di samping Jingga, sambil merentangkan tangan ke depan untuk melindungi Jingga dari segala sesuatu yang bisa menabraknya. Bahkan, Davin melepas jas hitamnya dan mengenakannya di tubuh Jingga, membuat Jingga merasa kegerahan.Jingga kemudian tersenyum lembut seraya menatap Davin yang sejak tadi tampak tegang itu. “Kamu khawatir sekali padaku ya, Dave. Padahal aku sudah sering pergi ke pasar sendiri, lho. Dari kecil aku sering melakukannya.”Davin menggeleng tegas. “Nggak, aku nggak bisa merelakanmu
Read more

167. Boys Time

“Sayang, baik-baik sama Papa, ya? Orang-orang di dekat Papa itu baik-baik, kok. Main sama Papa pasti sangaaat menyenangkan!”Jingga berkata penuh kelembutan seraya memisahkan kancing kemeja putih yang amat mungil itu. Oliver tertawa dan tampak tak sabar ingin segera mengenakan pakaian yang sama dengan ayahnya.Jingga memakaikan kemeja putih itu di tubuh Oliver. Selanjutnya Oliver mengenakan celana bahan berwarna hitam. Kemudian Oliver dipakaikan jas hitam mungil menggemaskan.Setelan jas mungil itu sengaja dibuat di butik yang membuat pakaian Davin. Dan tentu saja, Davin yang berinisiatif membuatkan setelan formal untuk Oliver yang persis seperti miliknya.Sebagai langkah terakhir, Jingga memasang dasi kupu-kupu dan sepatu pantofel. Ia lalu memandangi putranya itu dengan senyuman penuh kekaguman.“Kamu ganteng banget, sih. Mirip sekali sama Papa kamu,” gumam Jingga sambil terkekeh-kekeh.“Tentu saja dia tampan sepertiku, Sayang. Dia anak kandungku.”Jingga terperanjat begitu mendengar
Read more

168. Calon Yang Lain

Oliver duduk di baby car seat, di samping Davin. Dia mengamati ayahnya sambil mengedip pelan. Kakinya ikut menyilang saat Davin menyilangkan kaki kiri di atas kaki kanan. Saat ayahnya bersedekap dada, Oliver pun mengikutinya.Davin tertawa menyaksikan tingkah menggemaskan putranya itu. Oliver ikut tertawa, tanpa tahu kalau yang ayahnya tertawakan adalah dirinya.Saat Davin menerima kacamata dari Vincent dan mengenakannya, Oliver merengek sambil menunjuk-nunjuk matanya sendiri.“Oh, baiklah, Tuan Muda. Saya juga sudah menyiapkan kacamata untuk Anda,” ucap Vincent sambil menoleh ke belakang dan mengedipkan sebelah matanya, ia mengeluarkan kacamata mungil dari dalam saku jas.Oliver tertawa riang saat Davin memasang kacamata itu di hidungnya.Davin tersenyum puas, mengusap puncak kepala Oliver sambil berkata, “Kamu calon penerus Papa. Kamu akan tumbuh jadi pria yang lebih baik dari Papa.”Beberapa saat kemudian, mobil berhenti di depan lobi New Pacific Group. Davin melepas kacamata, meny
Read more

169. Anakku, Tentu Saja

Raut muka Davin seketika berubah keruh. “Maksud Mami, Mami mau menjodohkan aku dengan teman anak Mami itu padahal jelas-jelas Mami tahu aku sudah punya istri dan anak?”Lucy menyilangkan kakinya dan menatap Davin dengan serius. “Mami ingin punya menantu yang setara dengan kita, Mas.”“Mami lebih mementingkan obsesi dan harga diri Mami daripada perasaan anak Mami sendiri.” Davin menyeringai miris, ia mengedikkan bahu, lalu berdiri. “Silahkan lanjutkan saja usaha Mami yang sia-sia itu. Aku cuma akan fokus pada istriku, Oliver dan calon anak kedua kami. Oh dan tentu saja pada pekerjaanku juga,” kata Davin sambil berlalu mendekati Oliver.Mata Lucy seketika melebar mendengar pernyataan Davin barusan. “Apa maksudmu calon anak kedua kalian?”“Jingga sedang hamil lagi. Anakku, tentu saja,” jawab Davin tanpa ragu, wajahnya yang mengeras seketika tersenyum pada Oliver yang juga melempar senyum ke arahnya.Jawaban Davin membuat Lucy memijat keningnya sambil mengeluh pusing. “Mia! Mia! Kamu di l
Read more

170. Malam Yang Panjang

Mungkin, Tuhan sedang memberinya karma?Ya, siapa tahu.Dulu, ia selalu bersikap dingin dan tidak berperasaan kepada Jingga, seolah-olah wanita itu hanyalah seonggok boneka yang tidak memiliki hati.Sekarang, ia justru malah jatuh, sejatuh-jatuhnya, di bawah kaki wanita itu. Mungkin kalimat itu terlalu berlebihan, tapi Davin merasa tidak ada lagi kalimat yang tepat untuk menggambarkan betapa ia mencintai Jingga, selain kalimat itu.Dulu, ia selalu melayangkan tatapan tajam padanya.Kini, ia menatapnya penuh damba, penuh cinta.Setiap inci wajahnya, setiap lekuk tubuhnya, bagai lukisan yang diciptakan dengan penuh rasa, dengan detail yang begitu indah.Davin merasa seperti menemukan keajaiban setiap kali memandang Jingga, seperti menemukan potongan hatinya yang hilang selama ini."Aku mencintaimu," bisik Davin setelah ia melepaskan tautan bibir mereka, menjauhkan wajahnya, menatap sepasang mata wanita itu dengan penuh damba.Tatapan sayu Jingga membuat napas Davin kian memburu, gairahn
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
26
DMCA.com Protection Status