Davin menggendong Oliver dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya menempelkan ponsel di telinga kanannya. Langkahnya terayun menuju pantai.“Ya Tuhan, Mas... kamu itu kemana saja, sih? Kenapa tiba-tiba menghilang tanpa ngasih kabar ke Mami? Kamu tahu di sini Mami sampai khawatir dan sakit kepala mikirin kamu?”Davin mengembuskan napas kasar mendengar ucapan ibunya yang berlebihan di seberang telepon. Ia tersenyum sejenak pada Oliver, sebelum menjawab, “Aku lagi ada perlu yang sangat penting, Mi. Dan ini urusanku, Mami nggak perlu lagi ikut campur.”“Mas... lalu gimana dengan Chelsea? Apa kamu memikirkan perasaan dia setelah kamu campakkan malam itu?”“Menantu Mami itu Jingga, bukan Chelsea,” tegas Davin, “seharusnya Mami lebih memikirkan perasaan istriku dibanding wanita lain."“Mas! Kamu sendiri tahu kalau bagi Mami Chelsea itu—““Begini saja,” sela Davin sambil terus melangkah di atas pasir. “Besok aku akan pulang. Aku minta tolong Mami undang Chelsea dan keluarganya makan
Baca selengkapnya