Home / Pernikahan / Dicerai Karena Mandul / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Dicerai Karena Mandul: Chapter 41 - Chapter 50

65 Chapters

Part. 40

"Pak, ini sudah kali ketiga lho saya minta direvisi."Daru bicara dengan nada enteng namun tidak lah se-simple itu. Kepalanya ikut pusing membaca laporan yang Janu beri dua jam lalu. Bahkan Denny mendapat ekstra tugas untuk menganalisa pada bagian individual strategi yang menurut Daru tidak pas. Sama sekali. Di hadapannya, pria jelang empat puluh tahun itu mendesah frustrasi. Ia memijat pelipisnya pelan."Maaf.""Saya bukan maksud menggurui atau apa. Saya selaku yang muda meminta maaf terlebih dahulu, tapi kondisinya—" Jeda sejenak untuk Daru mengambil napasnya kembali, "Kita ini diburu waktu. Wasting time dalam dunia marketing itu enggak berlaku. Profit perusahaan ada di tangan kita, Pak. Pak Janu tahu pasti hal tersebut. Saya harap, singkirkan dulu apa yang memenuhi kepala Bapak."Daru berdiri dari kursi yang ada di depan meja pria itu. "Saya tunggu setengah jam lagi. Bisa, kan, Pak?"Janu memej
Read more

Part. 41

Pada akhirnya Kala terbiasa duduk di depan deretan buku di ruang kerja Daru. Mengamati tiap jejer yang ada di sana. Mengambil mana yang ia suka dan larut di dalamnya. Sembari membunuh waktu karena di ujung sana, sang majikan masih tampak bekerja penuh konsentrasi.Kali ini pilihannya jatuh pada buku autobiografi mantan presiden yang cukup lama berkuasa. Sementara di balik meja besarnya, Daru tak kuasa untuk tidak mencuri pandang ke arah Kala. Dari mimik wajahnya, jelas jika wanita itu sudah menyelam pada buku tebal pilihannya. Sesekali alisnya berkerut, sudut bibirnya kadang mengerucut—Daru sedikit yakin kalau bibir itu terpoles lipstik dengan sapuan tipis berwarna merah muda. Memberi warna pada wajahnya yang memang cantik.Tunggu. Tunggu sebentar.Ia bukan sedang memuji seorang Kala Mantari, kan? Sudahlah, ia menyerah. Tak bisa lagi dipungkiri kalau wanita itu cantik. Cantik dengan caranya.Daru menghela napas pelan, memejamka
Read more

Part. 42

Daru mengecek pekerjaan sebagai cara membunuh waktu menunggu. Ia sengaja tiba di tempat yang telah disepakati terlebih dahulu. Secangkir kopi latte less sugar tersaji di depannya berikut satu potong soft cake. Ia mencicipi sedikit, tapi tak lagi dilanjutkan. Rasanya terlalu manis. Berbeda dengan yang ia sering makan di rumah. Itu pun harus dengan rayuaan ekstra jika mau memakannya. Karena putri kesayangannya sudah memonopoli piring atau toples berisi camilan yang pengasuhnya buat.Tag Heuer di tangan kirinya sudah menunjuk pukul dua siang. Saat ia mengedarkan pandangan untuk menikmati interior kafe, sosok yang ia tunggu berjalan ke arahnya. Senyum pada bibir yang dipulas lipstik merah itu masih sama, menggoda tapi penuh dengan misteri.Aura yang terpancar dari si wanita membuat beberapa pengunjung lain menoleh dengan atau tanpa sengaja padanya. Wanita itu tak peduli pada apa yang terjadi dengan sekitar. Tujuannya jelas, menemui pri
Read more

Part. 43

"Ada perlu apa?" tanya Kala dingin. Ia duduk di seberang Janu yang tampak lelah. Raut wajahnya tak seperti kali terakhir mereka bertemu. Ia peduli? Sama sekali tidak.Justru dalam pikirnya saat ini, ia seperti sudah tak memiliki muka jika harus bertemu majikannya nanti. Bagaimana bisa orang ini demikian nekat bertemu Kala di sini. Di rumah Daru. Entah ia merasa beruntung atau justru seperti ketiban sial saat Daru menghampirinya. Setelah Kala yakin, majikannya itu terlebih dahulu menemui Janu."Selesaikan masalah Mbak Kala. Kami menyingkir. Mbak Kala jangan sungkan, anggap saja ini rumah Mbak Kala sendiri. Saya pastikan, ini terakhir kali kalian bertemu."Kala hanya mengangguk kecil menanggapi ucapan majikannya. "Saya minta maaf sebelumnya, Pak."Hal menyebalkan yang Daru lakukan atas tekanan yang Kala terima, saat sang majikan justru tertawa ringan."Permintaan maafnya saya terima tapi dengan syarat, ya, Mbak." Lalu pria itu meninggalk
Read more

Part. 44

Dari salah satu sudut kafe, mata Kala tak lepas untuk memperhatikan bagaimana interaksi dua orang yang tampak canggung itu. Entah apa yang mereka bicaranya, Kala memilih memberi ruang juga waktu.Kala masih ingat saat wanita cantik itu menghampiri dirinya di sekolah siang tadi. Ia terkejut luar biasa begitu tahu siapa wanita itu. Keana Grizelle. Ibu kandung Sheryl. "Maaf, kalau kehadiran saya membuat Mbak Kala terkejut."Keana tersenyum kikuk karena tak pernah menduga akan mengambil langkah ini. Ia nekad menemui ibu sambung putrinya. Ia tak tahu baik Daru atau Kala, sudah menceritakan mengenai dirinya atau belum pada Sheryl. Ia merasa, ia harus segera bertemu. Dirinya takut melewatkan kesempatan itu lagi. Sudah cukup ia menyesali apa yang telah diperbuat. Kali ini, segenap keyakinana membawanya untuk sekadar mendekat walau sesaat."Apa saya pernah mengenal Mbak sebelumnya?" tanya Kala bingung karena tiba-tiba dihampiri wanita secantik ini. Ada sesua
Read more

Part. 45

Sudah seminggu berlalu sejak pertemuan terakhirnya dengan Janu. Rasa lega, lebih tenang, juga merasa lebih damai dirasa Kala. Ia tak peduli jika nantinya timbul pertanyaan mengenai rumah itu, terutama dari sang ibu. Baginya, ini sudah benar. Jalan yang ia ambil adalah keinginannya untuk melanjutkan hidup dengan lebih baik. Tak ingin menyimpan sagala rasa yang masih bercokol dan bersisian dengan sosok mantan suaminya.Sudah cukup.Kala juga merasa ada yang berubah dari kesehariannya bersama Sheryl. Gadis kecil itu jarang sekali meminta ke mall kecuali ada sesuatu yang ia butuhkan. Sheryl lebih memilih segera pulang dan merengek dibuatkan satu porsi makan siang buatan Kala. Wanita berambut sebahu itu tersenyum penuh semangat tiap kali Sheryl dengan antusias berkata ingin makan ini dan itu di rumah.Seperti hari ini."Aku mau risol mayonaise, Bu." Sheryl menatap Kala penuh harap.Kala ingat dua hari lalu ia buatkan sarapan untuk nona mudanya dengan me
Read more

Part. 46

Denny menaruh berkas yang menjadi bagiannya untuk direvisi dengan cukup keras. Membuat lamun Daru buyar saat itu juga."Bos, yang benar aja dong kalau mau bikin orang emosi!"Daru mengerutkan kening. "Apaan, ih.""Ya lo minta gue ngerevisi data yang lo kasih 2017. Sekarang 2019. Gue disuruh nge-search margin marketing biar oke. Lo gila aja."Denny menghela napas frustrasi, duduk dengan sedikit keras di kursi beroda yang ada di depan meja Daru.Daru melongo. "Serius?"Ia langsung menyambar berkas yang tadi Denny beri. Matanya mondar mandir pada sederet data yang ada di layar laptopnya. Sesekali ia mengecek laporan tersebut."Sorry," katanya sembari meringis. "Gue enggak sadar.""Lo kenapa, sih? Tiga hari lho, Aria, tiga hari. Fokus lo ambyar ke mana?" Denny mendekatkan tubuhnya ke meja. Matanya menyipit penuh curiga. "Gue udah sent email data yang baru." Daru mengalihkan bic
Read more

Part. 47

Daru pernah jatuh cinta dan patah hati namun, kali ini rasanya berbeda. Konsentrasinya ambruk di titik minus. Sindiran Denny memukulnya telak. Pekerjaan dan urusan pribadi adalah dua hal yang berbeda tapi, Daru tanpa sadar mengaduknya.Pria yang kini mengenakan kemeja abu-abu perlu menyusun rencana baru. Tak bisa ia seperti ini terlalu lama. Ketimbang memikirkan perasaannya pada Kala, yang sulit sekali ditampik hingga Daru kehabisan daya. Keputusannya bulat. Dikerahkannya segenap kemampuan untuk kembali tenggelam pada pekerjaannya.Sepanjang waktu tadi, dirinya tenggelam dalam setumpuk pekerjaan. Sengaja. Bahkan makan siang saja sedikit terlambat karena terlalu asyik. Ia mulai menyusun strategi promosi baru kuartal berikutnya. Padahal promosi kuartal ini baru saja diluncurkan. Menggunakan nama besar Keana Grizelle memang sukses mencuri perhatian khalayak ramai.Daru tahu Keana memang terkenal, tapi efeknya tak ia sangka kalau demikian besar. Mungkin karena dirin
Read more

Part. 48

"Wa'alaikum salam, Bu," jawab Kala dengan segera setelah mengangkat ponsel yang berdering, menampilkan ID caller ibunya di layar."Nduk, kamu sehat?"Kala tersenyum kecil. Kegiatannya duduk di bangku kayu tempat Daru menunjukkan betapa indah hamparan langit jika disaksikan dari tempat itu, akhirnya menjadi favoritnya juga. Sejak sang majikan pamit dinas ke Pontianak, Kala secara kontinyu memilih ruang ini sebagai pelepas penat. Kadang, ia masuk ke ruang kerja Daru. Itu pun setelah izin dengan Anna tentunya. Tanpa mengurangi rasa hormat akan siapa pemilik rumah sebenarnya. Kala masih sadar diri, ia hanya lah sebatas pengasuh."Alhamdulillah. Ibu dan Bapak?""Kami baik."Senyum Kala belum ingin luntur. "Alhamdulillah, Tari senang dengarnya.""Kamu kapan pulang, Nduk?"Segunung rindu memang sudah merayap ke sanubari jikalau mendengar kata-kata itu bergaung. Namun sesaat ia mengingat semua pan
Read more

Part. 49

Kala menghela napas panjang. Dirinya berdiri tepat di tengah dua orang yang luar biasa menjengkelkan sepanjang siang menjelang sore ini."Sheryl belum selesai bikin PR. Papa kenapa, sih, sakit reseh banget!”Sang anak langsung mendekap kaki wanita yang memijat pelipisnya. Kala pening menghadapi mereka berdua. Mereka semua berada di ruang kerja Daru yang disulap sedemikian rupa agar bisa bagi si pria yang katanya sakit, katanya lho, tapi masih bekerja.Luar biasa sekali, kan? Kala sampai menggeleng heran menghadapinya.Sheryl tadinya duduk lesehan di atas karpet berbulu tebal berikut dengan meja kecil yang ia pergunakan untuk menyelesaikan tugasnya. Kini sang anak cemberut lantaran ayahnya selalu mengganggu. Menggelayuti kaki pengasuhnya agar tidak beranjak. Sekadar mengambilkan minum bagi mereka berdua."Papa haus, Princess. Mbak Kala mau ambil minum, kan, ya? Sebentar. Nanti Papa enggak bisa nelan obat.""Papa!"D
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status