Home / Pernikahan / Dicerai Karena Mandul / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dicerai Karena Mandul: Chapter 31 - Chapter 40

65 Chapters

Part. 30

Di kamar, Kala membuka satu map merah besar yang berisi dokumen penting mengenai identitasnya. Bukan yang asli namun semuanya terlegalisir menunjukkan keabsahan dari dokumen tersebut. Hanya ada satu lembar yang asli, yang akan ia serahkan hingga waktunya tiba. Menyerahkan pada mantan suaminya dan ini pasti akan berujung pertemuan. Ia tak menyangka waktu yang diminta dalam tiap sujudnya dikabulkan Allah demikian cepat.Kala sudah seharusnya siap, kan? Walau tak bisa ia pungkuri lagi, perasaan itu masih demikian mencekik. Hingga membuat Kala sukar bernapas normal. Ia harus menyiapkan hati untuk segala kemungkinan yang ada. Semua kenangan yang terpatri jelas dalam dirinya, terputar tanpa bisa ia kendalikan walau hanya mengingat namanya. Nama yang dulu ia semat dalam lantun doa di setiap waktunya bersama Sang Pencipta.Kenangan indah bersama Wirya Janubrata sebanding dengan rasa sakit yang ditoreh pria itu padanya. Dua belas tahun usia pernikahannya yang karam dengan dua t
Read more

Part. 31

Daru membaca laporan tertulis Kala dengan saksama. Keningnya sesekali berkerut namun tak urung senyumnya terbit. "Saya senang akhir-akhir ini Sheryl enggak membuat kepala pening."Kala hanya menanggapi dengan garis sudut kecil di bibir."Kamu benar-benar bisa mengimbangi anak saya, ya.""Pada dasarnya setiap anak itu enggak nakal, Pak. Hanya kita selaku orang dewasa yang enggak bisa menyelami isi kepalanya."Daru terkekeh. Dirinya bangkit dan mengambil posisi berdirinya seperti biasa. "Laporan mengenai Non saya rasa sudah selesai, kan, Pak?" Sepertinya sang majikan tidak terlalu mendengar suara Kala yang memang kurang jelas. “Saya undur diri kalau begitu.""Tunggu. Saya masih mau bicara."Merasa masih ditahan di sini, Kala menghentikan niatnya melangkah keluar ruangan."Ini tentang Pak Janu."Kala mematung. Membiarkan menit berlalu dengan keji karena dirinya terlalu sibuk mendengar ucapan ma
Read more

Part. 32

Debur ombak menyapa Kala pun aroma asin sudah tercium sejak dirinya naik speed boat dengan tujuan akhir pulau Macan. Terik mentari jelang siang hari menyambut kedatangan mereka di sana.Sekelibatan kenangan indah mengenai pantai menyeruak ke permukaan. Minta agar Kala mengingatnya, namun ia abaikan. Dihelanya napas panjang dan mulai memfokuskan diri agar setidaknya bisa menikmati waktu yang ada tanpa memikirkan hal lain.Anna mengajaknya berlibur. Semua anggota yang ada di rumah besar itu ikut serta tanpa terkecuali. Nina heboh begitu Anna membuat pengumuman liburan bersama. Katanya, "Di sana Nina bakal masak yang banyak, Bu. Ikan bakar, cumi bakar, kalau bisa dapat kepiting, ya, Bu. Nanti Bapak sama Pak Ahmad mancing yang banyak, ya."Wanita paruh baya itu tertawa mendengar ocehan salah satu orang yang membantunya di rumah. Pun Sari dan Ahmad. Mereka menyambut hal tersebut tak kalah riang. Bagi mereka, liburan gratis."Mbak, ayo jangan lama jala
Read more

Part. 33

"Harus banget?"Daru mengernyit heran dengan kabar yang Denny bawa. Sepanjang berangkat dari rumah, mood-nya jika dibuat dalam skala persen, ada di nilai seribu. Lalu dihancurkan dengan informasi yang baru saja dibagitahu Denny. Dirinya harus mengikuti sesi perkenalan calon ambassador baru perusahaan mereka. Kontraknya tidak main-main, selama satu semester. Biasanya pemilihan wajah baru hanya untuk satu kuartal. "Dia masuk jajaran top model terkenal, sih."Gerak Daru yang sedang membubuhkan tinta pada salah satu kontrak terhenti."Model? Biasanya artis.""Big boss kalau punya mau beda, Aria."Daru mengedikkan bahu. "Jam berapa? Kita ada jadwal apa saja seharian ini?"Padahal ia ingin menetap di ruangannya. Sembari nanti saat senggang, membuat panggilan video pada sang putri kesayangan adalah cara terlicik yang ia punya untuk sekadar mendengar suara Kala.Dirinya masih mengingat dengan jelas obr
Read more

Part. 34

"Nduk, kamu enggak kepengin pulang?" Suara ibunya sedikit bergetar di ujung sana. Kala menahan laju air mata yang dalam sekali kedip, sudah membasahi pipi. Jangan tanya betapa rindu ia pada ibunya. Namun semuanya lenyap saat perlahan ia mengingat bagaimana wanita paruh baya itu menghadapi dirinya."Tari belum dapat cuti, Bu."Ada desah kecewa yang terdengar di telinganya. "Jangan terlalu lama di Jakarta, Nduk. Bantu Ibu di sini lebih baik, Nduk."Ia bukan tak ingin bersama ibunya di toko. Dua tahun ia di rumah dengan keseharian membantu sang ibu di toko, tak membuat hatinya merasa lebih baik. Banyak pertanyaan singgah, tak secuil rasa iba diberi, belum lagi nasihat berujung penyudutan atas apa yang terjadi padanya. Kala kenyang menghadapi hal itu.  Ibunya? Bukan membela atau sekadar memberi bahu, ia justru sering termakan bicara. Kalau bukan ayahnya yang sesekali memperingati, mungkin sa
Read more

Part. 35

Daru memperhatikan layar kerjanya cukup serius. Sesekali ia menggeser pada lembar lainnya dan membuat perbandingan. Marketing design bilang, ini sudah konsep final. Namun Daru merasa ada yang kurang di beberapa bagian."Bos, lo enggak makan?"Daru mendongak. Diliriknya Tag Heuer, sudah menunjuk angka dua belas kurang lima menit. Ia mendesah pelan. "Lo hubungi Pak Janu dulu, dong. Selepas makan siang, gue mau diskusi dengan beliau. Takutnya dia mau meeting keluar."Denny hanya mengangguk dan segera menjalankan perintah Daru. "Kebetulan banget, Pak Janu memang baru diskusi sama lo habis makan siang."Saat Daru akan bersiap dan menyalakan mode sleep pada layar laptopnya, ponsel yang masih ada di atas meja berdering. Sebuah panggilan video masuk yang membuat senyum Daru terkembang."Hallo, Princess Papa.""Hai, Papa." Layar ponselnya langsung menampilkan wajah le
Read more

Part. 36

Sudah seminggu berlalu sejak kali terakhir Kala ke kantor majikannya. Kini, ia harus kembali ke sana, mengantar sang nona muda menjemput ayahnya. Dirinya menghitung banyak sekali kemungkinan bertemu sosok pria itu. Sangat besar. Apalagi lingkup pekerjaan majikannya, menurut keyakinan Kala pasti dekat. Kali ini, Daru mengizinkan Kala untuk menunggunya di mobil. Entah mengapa izin yang diberi Daru tadi membuatnya lega. Malam harinya, ia akan berterima kasih secara tulus karena hal tersebut.Ia tak mau ada kebetulan yang tidak sanggup ditolerir lagi. Walau pernah majikannya bertanya, Kala merasa bukan hal yang patut untuk dikemukakan. Itu sudah zona privasi miliknya. Ia bukan sembarang orang yang akan bercerita hanya karena ditarik rasa simpatinya. Bukan. Kendati demikian, Kala tak berhenti untuk memantapkan hati kalau akan tiba hari di mana ia harus bertemu Janu. Mantan suaminya. Dan ia sudah memutuskan di malam ini. Kala sudah menghitung berbagai kemungkinan yang
Read more

Part. 37

Kala mengembuskan napas panjang. Ia mengeratkan pegangan pada tali tote bag miliknya. Dirinya keluar mobil perlahan, memantapkan diri kalau ini adalah inginnya terakhir kali. Setelah mengucapkan banyak terima kasih karena pria paruh baya itu mau meluangkan waktu untuknya."Bapak khawatir sama Mbak Kala. Saya juga enggak repot, kok," katanya yang semakin membuat Kala tak enak hati. Seharusnya minggu adalah waktu liburnya. Pak Ahmad diminta mengantar dan menunggu Kala, sesuai dengan perintah sang majikan. Tadinya ia menolak, namun Daru selalu punya cara agar Kala bungkam.Daru bilang, "Jakarta luas. Nanti Mbak Kala nyasar. Lebih baik diantar dan ditunggu. Enggak lama, kan, bertemu Pak Janu?"Belum lagi ia harus membujuk Sheryl agar tidak ikut. Bukan hal yang mudah mengingat hampir setiap hari Kala bersamanya. Persis seperti perangko, lengket tak bisa dipisahkan. Ia berjanji setelah selesai dengan urusannya, ia akan menemani Sheryl berenang. Juga
Read more

Part. 38

“Saya lapar, Mbak.”Kala sudah tak tahu rona wajahnya seperti apa. Kalau bisa bertukar pasti sudah ia lakukan sejak memastikan majikannya yang kini mengambil alih kemudi. Sungguh, Kala tidak mengerti kapan Pak Ahmad berganti dengan Daru?“Mbak enggak lapar?” tanya Daru sesekali menoleh ke arah Kala yang kini menunduk. Berusaha sekali wanita itu menutup wajahnya dengan rambut pun telapak tangannya.Saat tadi sedan yang dibawa Ahmad meluncur keluar dari garasi, hati Daru sudah tak keruan berdetak. Sambil menghitung segala kemungkinan terburuk juga entah akan ditanggapi seperti apa nantinya, ia sudah tak peduli. Selang dua puluh menit dalam selimut ragu, Daru menyusul.“Saya mau pulang saja,” tolak Kala. Ia masih belum berani mengangkat kepalanya sekadar memastikan Daru tidak menatapnya dengan pandangan iba.“Padahal saya sedang berusaha menghibur Mbak dengan makanan.” Daru terkekeh pelan. Matanya masih
Read more

Part. 39

“Ibu, aku lapar," keluh Sheryl yang langsung menubruk Kala ketika bertemu sosok yang berdiri di ruang tunggu sekolah. Hidupnya kembali dengan ritme yang sama; bangun pagi, membuatkan Sheryl sarapan, mengantarnya sekolah hingga gadis kecil itu pulang. Seperti saat ini.Kala membeku sesaat. Dirinya masih belum terbiasa dengan semat yang diberi sang anak padanya. Ini memang rahasia. Rahasia yang benar-benar juara membuat mood Kala berada dalam tingkat seratus persen."Memang Non—" Kala langsung membekap bibirnya saat bola mata kecil itu mendelik marah ke arahnya. "Memang Sheryl mau tunggu Ibu masak? Kan, laparnya sekarang." Diusapnya lembut puncak kepala sang anak."Sekarang nyamil donat aja, deh."Tangannya sengaja ia ayunkan dengan riang di udara. Tangan itu saling terkait dengan sang pengasuh. Mereka berjalan keluar gerbang sekolah menuju mobil jemputannya. Kala tertawa. "Pipinya nanti makin bulat mirip donat."
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status