Home / Pernikahan / Dicerai Karena Mandul / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Dicerai Karena Mandul: Chapter 51 - Chapter 60

65 Chapters

[50]

Tak ada yang bisa Kala lakukan selain duduk di kursi penumpang Mazda merah milik Daru. Memang, ini bukan pertama kalinya Kala duduk di sini. Namun rasa canggung itu masih ada. Bukan perkara mudah mengingat hati dan pikirannya sudha tak lagi di tempat"Kok, saya merasa Mbak enggak akan kembali, ya."Kala akhirnya tertawa pelan. "Kalau enggak jalan sekarang, saya bisa ketinggalan pesawat."Daru menghela napas pelan, lalu menyalakan mobil sembari mengerucutkan bibir. Persis seperti Sheryl yang merajuk.Di rumah, Kala harus membujuk Sheryl yang tiba-tiba histeris karena tahu ia akan pulang ke Surabaya. Sampai Kala kebingungan sendiri merayu juga meredakan tangisnya."Sheryl, dengar Ibu." Kala akhirnya membuat ketegasan. Menatap gadis kecil itu dengan tatapan cukup tajam. Tadinya Sheryl sama sekali tidak mau menatap mata Kala, namun karena dipaksa, akhirnya dengan mata berkaca-kaca Sheryl beradu pandang dengan pengasuhnya.Sebenarnya Kala sedih bukan main harus pulang sementara namun apa d
Read more

[51]

"Kita mau ke mana?" Akhirnya Kala bersuara setelah membisu di samping Erwin sebagai pengemudi."Sarapan.""Saya tau dengan jelas hal itu. Lokasinya?" Erwin mengulum senyum. "Kamu terlihat enggak ikhlas keluar bersama saya." Sembari melirik wanita yang ada di sampingnya itu. Benar tebakannya, wajah cantik yang dipoles make up tipis itu kembali bergeming. Tidak merespon sama sekali ucapannya."Saya mau ajak makan lontong balap." Erwin kembali menoleh, berharap wanita itu mau sedikit berbagi senyum padanya. Namun nihil. Kala masih tetap setia memperhatikan jalan di depannya, bahkan melirik ke arah Erwin saja tidak."Kamu mau? Atau ada yang ingin kamu makan sebagai sarapan?"Belum-belum menjawab, dering ponsel Kala memecah kaku di antara mereka. "Saya angkat telepon dulu." Dan ternyata itu sebuah panggilan video dari Sheryl. Mendadak ia merasa sangat besalah. Semalam, karena kelelahan ia lupa untuk sekadar mengabari kalau sudah tiba di rumah dengan se
Read more

[52]

Dulu, Kala benci rumah sakit. Baginya, bangunan itu sarat akan umur yang sudah tua. Bau. Lapuk dan juga menyeramkan. Entah kenapa hal itu selalu terpatri kuat dalam benaknya hingga kini. Namun ketika sang ayah berada di salah satu ruang rawat, ketakutannya lenyap. Seperti sekarang. Dirinya sudah berada di dalam ruangan tempat semalam ia kunjungi. Duduk sembari mengupas apel untuk sang ayah. Ibunya cemberut mengetahui berita yang Kala bawa tadi. Baru saja membuka pintu ruang rawat, wanita berambut sebahu itu sudah diberondong pertanyaan mengenai pertemuannya dengan Erwin. Kala ingin sekali menampilkan wajah jengah namun tak mampu.Ia hanya tersenyum kecil lalu menjelaskan tentang sarapan prakarsa ibunya itu. Hasilnya? Sang ibu menceramahinya panjang lebar. Katanya, Kala tidak mampu bersyukur. Pun menyalahkan dirinya kalau nanti Erwin tiba-tiba mundur menjadi calon menantu."Bu, perasaan enggak bisa dipaksa. Toh, Tari yang menjalani. Tari harap, Ibu mengerti."
Read more

[53]

Daru Aria : Saya benci bilang ini. Saya take off ke Pontianak sore ini. Bisa tiga hari saya di sana. Begitu landing, saya telepon Kala, ya. Jangan tidur dulu. Serius, saya rindu. Nanti saat saya take off dari sana menuju Jakarta, saya ingin teh lemon. Akhir-akhir ini saya enggak bisa tertidur pulas, Salah satunya karena Kala. Saya takut, Kala enggak pulang ke rumah lagi.Sudut bibir Kala tertarik penuh. Ia membenahi posisi duduknya agar gadis kecil di sampingnya bisa nyaman dalam tidur. Saat bertemu dirinya di pintu terminal kedatangan, tak ada yang diinginkan Kala sebesar keinginan memeluk Sheryl. Anak itu menjemputnya di sana, bersama Ahmad. Dengan wajah setengah cemberut anak itu mengadu, "Papa pergi sama Om Denny. Buru-buru. Katanya dinas-dinas itu. Sheryl kesel. Padahal sudah janji mau jemput Ibu Kala.""Ibu sudah sangat senang kalau Sheryl yang jemput. Papa, kan, kerja bukan mau main. Sheryl harus ngerti, ya."Wajah cantik itu perlahan mengulum senyum. "Sheryl
Read more

[Epilog]

Kala membawa setumpuk pupuk pada Didi yang sudah menunggu di sudut area tempat bibit sawi mulai disemai. Sudah dua hari sejak ia tiba di rumahnya, Kala menyibukkan diri di sini. Mungkin, area ini akan menjadi favoritnya menghabiskan waktu.Sejak tahu mobil Civic milik Erwin masuk garasi, Kala menyingkir. Masa bodo dengan kedatangannya. Sementara di ruang tamu, Erwin disambut senyum ramah milik Nita. Rianto yang duduk sembari membaca koran lama, menyapanya hangat. Seperti kawan lama."Gimana Nak Erwin, bisnisnya lancar?" Rianto berbasa basi sejenak. Erwin mengulum senyum manis dengan sedikit bangga. "Minggu lalu baru deal. Akhirnya setelah negosiasi alot, bos besarnya mau juga untuk realisasi.""Proyek apa kalau boleh tau, Nak?""Franchise kafe kopi yang terkenal itu, Pak. Soalnya pemilik nama enggak mau design kafenya dimodif. Susah sekali negonya."Rianto menepuk bahunya sekilas. "Bagus berarti kamu kerja sama dengan orang seperti itu.
Read more

[Ekstra. 1]

“Aria, ini serius?” tanya Kala tak percaya. Matanya bolak balik menatap banyaknya list yang baru Daru serahkan padanya.“Kenapa enggak serius?”Wanita yang tampak cantik mengenakan blouse peach mengerang frustrasi. Bukan sekali dua kali Daru mengubah keinginannya dalam to do list yang ada di tangannya itu. List tersebut akan mereka gunakan sebagai acuan untuk melangsungkan pernikahan yang kurang dari sebulan lagi.Mulai dari; penyewaan hall di salah satu hotel ternama di Jakarta, undangan yang akan dicetak sebanyak 1000 lembar, biaya catering yang tidak main-main, pemilihan kebaya serta tata rias yang membuat Kala melotot tak percaya, juga dekorasi pesta yang membuat dirinya sudah bernapas.“Ini terlalu mewah, Aria.” Daru hanya terkekeh. Sejak wanita itu menerima sosoknya masuk dalam lingkar kehidupannya, Daru tak pernah mengendurkan geraknya. Bahkan untuk sekada
Read more

[Ekstra. 2]

BALIPria itu mengerutkan kening. Undangan pernikahan yang baru saja diberikan resepsionis tadi cukup membuatnya tergelitik namun, ia tetap akan menyampaikan pada majikannya. Tidak mungkin menyembunyikan undangan ini padanya. "Keana," panggil Andri cukup lantang begitu memasuki unit apartement wanita berambut panjang itu."Apa, sih, lo! Teriak-teriak enggak jelas!" Keana yang sedang memasang bulu mata merasa terganggu tiba-tiba. Rasanya ingin sekali ia lempar asistennya itu dengan boots yang ada di sebelahnya. Memasang bulu mata itu butuh konsetrasi dan Andri sukses membuyarkannya begitu saja. "Gue punya kejutan untuk lo." Andri nyengir tak berdosa. Menyerahkan undangan tadi pada sang wanita.Keana mendengkus tak suka namun tetap saja ia membacanya. Lama sekali ia membaca undangan pernikahan yang datang padanya. "Kapan sampainya?" Ia masih membolak balik undangan berwarna ivory dengan tinta g
Read more

[Ekstra. 3]

Kala lelah? Pasti. Tapi hatinya senang sekali karena selain pesta pernikahan yang dulu pernah ia impikan, diwujudkan sempurna oleh suaminya. Pun kemauan dirinya mengenai kamar pengantin. Walau sempat mendapat protes, tapi Kala kembali bisa membuat suaminya menuruti.Tak ada kamar pengantin di tempatnya menghabiskan malam pertama setelah sah menjadi suami istri. Padahal pihak hotel sudah menawarkan paket paling lux pada Kala namun, ia menolak. Daru sebenarnya tidak mengerti jalan pikiran Kala. Bukan kah perempuan itu akan takjub melihat betapa cantik kamar pengantin dihias?Ingin sekali Daru bertanya namun, senyum dan raut sedih terpancar di wajah cantik Kala. Ia tak mau bertanya lebih jauh. Mungkin nanti, ketika suasana istrinya sudah lebih baik, ia akan tanyakan mengenai hal ini.“Capek?” tanya Daru ketika sudah memasuki kamar, menoleh sekilas pada istrinya yang kini menunduk sembari melepaskan sepatu tingginya. Membuat
Read more

[Ekstra. 4]

“Lho, Nak, Kala mana?”Giliran Daru yang kebingungan ditanya seperti itu. Sejak keluar kamar ia memang memilih merapikan berkas di ruang kerjanya dulu baru menuju ruang makan. Biasanya sang istri dibantu Sari sedang menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini, sosoknya tidak ada.Ditambah pertanyaan ibunya barusan.“Mungkin di kamar Sheryl.” Hanya itu yang bisa Daru jawab.“Pagi, Eyang. Pagi, Papa.” Sheryl, penuh riang mendekat ke arah ayahnya juga sang nenek. Memberi kecup selamat pagi sebelum memulai sarapan. “Lho, Ibu mana?”Mereka semua saling pandang. Daru tanpa perlu menunggu komando segera naik ke lantai dua, menuju kamarnya. “Kala,” panggil Daru pelan. Pintu kamarnya agak sedikit terbuka. Saat ia mendorongnya, suasana kamarnya masih sama seperti saat ia tinggalkan. Sudah rapi namun tidak ada sosok istrinya
Read more

[Ekstra. 5]

Pria itu masih mematung di depan setir mobil. Ada sebongkah ragu sebelum ia memutuskan untuk benar-benar turun dan berjalan menuju tempat diadakannya fare wall party seorang Andaru Aria. Hari ini, rekan kerjanya mengundurkan diri. ia memilih meneruskan usaha yang memang sudah ia rintis ketimbang berjibaku di bawah komando orang lain.Ada segunung penasaran yang mendera hati pria itu. terutama kata-kata yang sangat menggangunya sejak tadi pagi."Saya pasti kehilangan Pak Daru dalam pekerjaan." Ia mengatakan kejujuran. Rekan kerjanya kali ini, sangat berdedikasi dalam pekerjaan."Pak Janu bisa saja. Saya memang sudah berniat mengundurkan diri sejak lama tapi waktunya selalu benturan. Kebetulan istri manjanya enggak ketulungan minta ditemani terus di rumah.""Hormon ibu hamil beda, Bos," celetuk Denny, asisten seorang Andaru Aria. "Mbak Kala segitu independent-nya pas manja tuh lucu banget enggak, sih.""Ja
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status