Semua Bab Dicerai Karena Mandul: Bab 21 - Bab 30

65 Bab

Part. 20

"Kamu memangnya enggak tidur, Sa?" tanya Kala penasaran setelah menjawab salam dari sahabatnya. Di ujung sana, suara kekehan Risa terdengar. Padahal yang diinginkan Kala malam ini adalah sendiri menikmati bintang."Mas Irsyad dinas keluar kota, Abyan sudah tidur. Jadi aku gangguin kamu aja, lah."Kala menggeleng heran dengan jawaban Risa."Gimana tadi interviewnya?"Wanita berambut sebahu itu sudah yakin akan ada sesi lanjutan interogasi mengenai pekerjaan yang baru saja ia lamar tadi siang. Kala menjelaskan dengan nada datar bagaimana proses tadi terlewati. Belum-belum Risa sudah sangat amat bersemangat dengan hasilnya. Kala hanya mengulum senyum mendengar Risa. Menurut sahabatnya itu, ijazah yang Kala punya harus digunakan lebih dari sekadar menjadi pengasuh. Toh, dari awal pekerjaan ini hanya sebatas batu loncatan. "Semoga aja kamu bisa diterima di sana, ya. Untuk pengalaman kamu juga."Kala memilih diam,
Baca selengkapnya

Part. 21

Sepanjang ingatan Kala selama berada di rumah besar ini, aroma pengharum ruangannya sama. Citrus. Terkadang lavender yang silih berganti. Kecuali satu ruangan, ruang kerja majikannya. Kala menghidu dalam-dalam aroma Ocean Escape karena baginya, aroma ini lebih menenangkan ketimbang yang lain."Jadi  ... apa keputusan kamu?" Sang majikan bertanya sembari bertopang dagu. Matanya memandang si lawan bicara tanpa putus."Saya belum tahu." Kala mengerjap pelan, langsung memilih menunduk ketimbang beradu pandang. Tatapan mata milik Andaru Aria terlalu mengintimidasi dirinya. Seolah kata-kata yang ingin ia sampaikan, menguap dengan cepat tanpa disadari. "Kamu harus segera memutuskan. Sudah melewati tahap psikotest, kan?"Kala memilih menjawab dengan anggukan. "Saya enggak masalah kalau kamu mau berhenti menjadi pengasuh Sheryl. Seperti yang pernah saya bilang sebelumnya."Kala mendengar suara kursi yang terdorong, lalu
Baca selengkapnya

Part. 22

Aroma tumis bawang yang harum juga sedikit pedas dari cabai, memenuhi indera penciuman Daru ketika langkahnya mendekati dapur. Perutnya tiba-tiba ingin segera diisi oleh apa pun itu yang sepertinya akan lezat menyapa lidah. Bayangan sosok ramping mengenakan celemek yang cekatan mondar mandir di sana sudah terproyeksi dengan jelas. Dan sosok itu nyata berada di dapur. Lengkap dengan spatula juga satu wadah yang Daru yakini, berisi aneka sea food. Jenis makanan kesukaan Daru, pun anaknya. Bicara mengenai sang anak, "Lho, Sheryl mana?" tanya Daru penasaran saat mendapati kursi yang biasa anak itu tempati, kosong. Biasanya sang putri sudah duduk di sana, menatap ke arah dapur penuh minat sembari sesekali bertanya ini dan itu dengan riang. Menambah semarak suasana pagi dan menyuntikkan satu kantung penuh semangat untuk Daru menjalankan aktifitas nantinya.Kala hanya menoleh sekilas, "Selesai buat sarapan saya segera bangunkan, Pak."P
Baca selengkapnya

Part. 23

Kala juga benci dokter. Makanya ketika Sheryl menolak dengan keras untuk ke dokter, Kala memaklumi. Namun tak kurang akal, sogokan berupa spaghetti panggang sepulang dari dokter adalah hadiah. Sheryl tak sanggup menolak. Dan kini, Kala ditagih hidangan itu.“Selesai makan, Non minum obat lagi, ya.”Gadis kecil itu berbinar kegirangan mendapati satu porsi spaghetti panggang tersaji di depannya. Sepertinya ia mengabaikan kata minum obat yang baru saja diucapkan pengasuhnya."Makannya pelan-pelan, Non." Kala merapikan rambut Sheryl yang terlihat mengganggu anak itu saat makan. Sesekali ia membersihkan sisa saus yang menempel di sudut bibir sang anak."Ini enak banget, Mbak."Kala lagi-lagi tersenyum. Diperiksanya kening Sheryl, sudah lebih baik ketimbang tadi pagi. Ia menghela napas lega akhirnya. Kala cukup khawatir dengan keadaan Sheryl. Ia belum pernah memiliki pengalaman menangani seorang anak yang sedang sakit. Dalam keadaan sehat saj
Baca selengkapnya

Part. 24

Kala menghidu dengan penuh rindu akan aroma tanah yang terkena basah air hujan. Semua tanaman yang memenuhi inderanya basah merata. Sesekali masih ada rintik yang menderas lalu berhenti mendadak. Wanita itu memejamkan mata, telapaknya sengaja ia ulurkan merasakan rinai hujan yang turun pertengahan Maret ini. Padahal ini bukan bulan musim penghujan. Seaneh itu cuaca sekarang.Satu sosok yang ia ingat ketika hujan turun. Banyak hal yang menjadi petuah terucap dari bibir yang mulai menghitam dimakan usia, yang masih terpatri jelas di benaknya. Pria yang ia hormati sepanjang hidupnya. Pria yang menyayanginya tanpa ampun. Pria yang menjadi cinta pertamanya.            Bapak.Hingga pria itu datang. Menawan hatinya, memberi kasih yang lain, mengisi relung hatinya dengan madu penuh bernama cinta. Kata banyak orang, ia beruntung. Janu baik, pekerja keras, memiliki usaha sendiri, karirnya bagus, dan tak kalah pentin
Baca selengkapnya

Part. 25

Kala mengembuskan napas pelan. Berulang kali. Ini adalah titik yang berat selama Kala mengenai Sheryl. Gadis itu duduk di sebelahnya, sedikit bersandar pada dirinya sembari menikmati semangkuk sereal. Acara di TV benar-benar menyedot perhatiannya. Sesekali bibir kecil itu tertawa, lalu bergumam pelan."Non." Ia tak mungkin menunda lagi. Hari Rabu ini, Kala diundang untuk menandatangani kontrak perjanjian kerja sementara. Yang artinya, jika Kala setuju, mulai Senin depan Kala sudah bekerja di sana. Walau hanya tiga bulan, kontrak terhadap pekerja harus tetap ada. "Mbak nanti sore temani aku bersepeda, ya." Sheryl hanya menoleh sekilas lalu kembali asyik dengan suguhannya. "Mbak mau bicara boleh?"Kali ini atensi sang nona muda benar-benar ke arah Kala. Alisnya yang tebal pun raut wajah cantik itu tampak bingung dan juga menunggu. Mungkin dalam pikiran kecilnya, si pengasuh hanya ingin bicara mengenai pelajaran untuk hari esok."Mulai bes
Baca selengkapnya

Part. 26

"Aku makan karena aku lapar, ya, Mbak." Sheryl menyuap besar-besar potongan pizza yang tadi pagi ia tolak. Menyeka sudut bibir dengan segera karena dirasa ada saus yang mengenainya di sana."Tapi aku masih marah sama Mbak."Mendengar gadis kecil itu sudah mau bicara walau ketus dan memakan pizza buatannya saja, Kala sudah segembira ini. Dirinya tersenyum dan rasanya ingin memeluk sang gadis dengan erat. Menciuminya penuh rindu padahal baru beberapa jam tidak bertemu. Bagaimana nanti kalau dirinya benar-benar memutuskan untuk menandatangani kontrak? Kala tidak bisa memastikan dengan jelas mengenai hal itu."Pelan-pelan makannya, Non." Kala segera memberi botol minumnya ketika dilihat sang anak kesulitan menelan."Aku lapar.""Lain kali bawa yang Mbak siapkan. Memang tadi enggak makan siang?""Enggak enak.""Mau dibuatkan apa di rumah? Mbak Nina masak sop iga. Kayaknya enak.""Mau ayam tepung aja."Wanita itu mengangguk de
Baca selengkapnya

Part. 27

Selepas wanita gila itu pergi, Sheryl tak henti-hentinya menangis. Hingga Kala menggendongnya kembali ke kamar. Wanita itu memilih membuka jendela kamar Sheryl yang besar. Mendudukkan anak itu di pinggir jendela—dengan beralas kasur lipat kecil, merasakan semilir angin. Juga membawa beberapa bantal dan selimut tebal takut-takut anak itu kedinginan.Segelas susu hangat juga Kala siapkan. Saat kembali ke kamar, anak itu tak bergerak dari sana. Menekuk lulut dan bahunya masih bergetar walau pelan. Semakin sesak hati Kala melihat pemandangan seperti ini. "Aku benci Tante Donita," kata Sheryl sembari mengusap laju air matanya yang masih belum mau berhenti.Sheryl duduk setengah bersandar pada dada Kala, digelung selimut miliknya. Sesekali anak itu menggusak wajahnya pada kaus yang dikenakan pengasuhnya. Sheryl bisa mendengar dengan jelas degup jantung yang menurutnya seperti irama musik yang menenangkan. Rasanya hangat juga sangat nyaman berada di dekapan
Baca selengkapnya

Part. 28

"Gue perhatiin dua hari ini tampang lo bahagia banget."Denny tanpa perlu menunggu izin dari sang bos slash sahabatnya itu duduk di depan meja kerja Daru. Satu ordner berisi data market planning ia bawa untuk didiskusikan sebagai acuan target bulan depan. Daru hanya mendongak sekilas, lalu mengabaikan Denny. Dirinya lebih memilih mengutak atik layar laptopnya ketimbang meladeni sahabatnya itu."Ini mau diskusi apa sibuk sendiri? Gue mau catat poin-nya. Lepas makan siang kita meeting,” kata Denny sembari mengetuk jemarinya pada odner yang ia bawa."Lo seharusnya senang kalau muka gue bahagia. Malah ditanya ada apa.""Sentimen lo," gelak Denny membahana. Tak urung itu pun membuat senyum dari bibir Daru tertarik walau sedikit.Hanya sebatas kelakar itu saja yang mengawali hari Rabu ini. Selanjutnya Daru sibuk memberitahu mana yang harus didahulukan dan mana yang mesti ditingk
Baca selengkapnya

Part. 29

Wanita itu mengedarkan pandangan. Menghitung banyak kemungkinan bertemu sosok pria yang membuatnya sedikit gusar. Ia bingung harus bicara apa, sementara dalam chat yang sering dikirim untuknya, pria itu meyakinkan Kala agar mau bekerja di sana.Seharusnya hari ini ia memang datang memenuhi undangan untuk menandatangi kontrak. Namun ia menolak dengan keyakinan penuh.Di hadapannya, nona mudanya tampak asyik memainkan ponselnya. Sesekali kepalanya bergoyang membuat kuncir rambutnya bergerak. Kadang keningnya berkerut, pun bibirnya mengerucut mungkin kesal karena permainannya kalah. Tak jarang ia bersorak riang ketika mendapat skor tinggi. Kala benar-benar merekam hal itu dengan jelas dalam benaknya.Pakaian seragamnya sudah berganti dengan setelan kaus ber-print Ice bear lengkap dengan namanya. Pada bagian lengan, Kala sengaja membuat lipatan hingga pangkal lengan. Entah mengapa kaus dengan model seperti itu dipadu celana jeans pen
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status