“Aahhh... pelan-pelan,” desah Dinda. Dia menggigit bibir bawahnya menahan erangan yang sejak tadi ada di tenggorokannya.“Sebelah sini?” tanya Bima.Dinda mengangguk. “Iya..ah... Pelan-pelan!”Bima menghela napas dan menghentikan aktivitasnya memijit telapak kaki Dinda. “Ini udah pelan, Din. Mau sepelan apa?”“Ya kan dipijitin biar enakan, ini jadi sakit,” keluh Dinda lagi. Bibirnya cemberut. Dia menarik kakinya yang sejak tadi ada di pangkuan Bima. Mereka ada di sofa di apartemennya setelah seharian merekam berbagai video yang akan digunakan untuk promosi produk baru.“Ya emang gitu, kan? Awalnya emang sakit, tapi lama-lama juga enak,” seringai Bima. Dia menarik kaki Dinda kembali ke pangkuannya, mengusap betisnya dengan lembut dan memberi sedikit tekanan. “Sekarang mulai enak, kan?”Wajah Dinda sontak memerah mendengar kata-kata Bima yang bermakna ganda. Pria itu selalu bisa mengubah suasana biasa menjadi sensual. Dinda mengigil saat Bima memberi pijatan di betisnya yang lain. Dia m
Baca selengkapnya