Semua Bab CINTA TERLARANG TUAN MAJIKAN: Bab 51 - Bab 60

80 Bab

Bab 51

Sudah dua hari berlalu sejak Bima pergi dari apartemen Dinda malam itu. Dinda merasa Bima sengaja menghindarinya. Pria itu tidak menghubungi Dinda terlebih dulu dan hanya menjawab dengan singkat lewat pesan-pesannya. Tetapi Bima selalu mengirimkan seorang sopir untuk mengantar dan menjemput Dinda saat dia pergi kerja.Mungkin dia sedang banyak pekerjaan, Dinda mencoba menenangkan diri. Hanya saja sikap Bima saat pergi malam itu membuat hatinya tidak tenang. Ada yang aneh dengan Bima, tetapi dia tidak tahu apa pastinya. Jelas itu berhubungan dengan apa yang dikatakan Aldi. Namun Dinda sudah jauh-jauh hari memaafkannya. Dia sudah menutup luka itu dan menerima Bima kembali. Dinda tidak bisa memikirkan alasan di balik sikap Bima yang tiba-tiba berubah dan menjauh.Tangan Dinda naik untuk memijit pelipisnya. Sakit kepalanya datang lagi. Semalam dia tidak bisa tidur hingga dini hari. Kepalanya penuh dengan hal-hal yang tidak ingin ia pikirkan. Tetapi anehnya semakin dia berusaha untuk menga
Baca selengkapnya

Bab 52

Sabrina masih terlihat sama seperti dua tahun lalu. Pakaiannya masih menempel ketat di tubuhnya yang seksi. Wajahnya masih dipoles dengan riasan sempurna. Dan Dinda masih tetap tidak suka padanya.“Ngapain lo di sini?” tanya Sabrina saat melihat Dinda. Matanya meneliti Dinda dari atas ke bawah, memberikan penilaian pada penampilannya. Sabrina tersenyum tipis karena meskipun penampilan Dinda sudah berubah, dia merasa tetap lebih seksi dan cantik jika dibandingkan.Dinda mengerahkan seluruh kekuatannya untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh karena keberadaan Sabrina. Dia berusaha mengingat pengakuan Bima yang mengatakan kalau mereka hanya berteman. Jadi dia tidak perlu curiga.Merasa diabaikan, Sabrina mendengus kesal pada Dinda. Dia lalu menyentuh lengan Bima. “Jangan lama-lama, ya.”Bima tidak memberikan respon apapun pada Sabrina hingga ia masuk kembali. “Kami nggak berdua. Ada yang lain juga.”Dinda akhirnya mengalihkan pandangannya dari lengan Bima yang tadi dipegang oleh Sabrina
Baca selengkapnya

Bab 53

“Kenapa?” sembur Dinda. “Kenapa baru sekarang? Apa yang salah?” Setelah semuanya, akan terasa sangat konyol jika Dinda menyerah. Tetapi Dinda tidak tahu di mana letak kesalahannya. Dia lalu teringat apa yang Kartika ucapkan padanya. “Apa karena aku bukan siapa-siapa?”“What?” Bima tersentak. Dia menatap Dinda yang balas menatapnya dengan mata yang hampir menangis. “Bukan karena kamu, Din. Aku yang salah,” bisik Bima.Dinda menggeleng. “Aku nggak ngerti.”Bima menghela napas panjang. “Aku pikir satu-satunya cara untuk menebus semua kesalahanku ke kamu adalah dengan kita kembali bersama dan aku akan membuat kamu bahagia. Tetapi ucapan Aldi bikin aku mikir lagi. Apa yang aku lakukan ke kamu dulu benar-benar menjijikan. Seharusnya kamu nggak perlu memaafkan aku. Bahkan seharusnya kamu melaporkan aku ke polisi. Seharusnya kamu nggak nerima aku lagi.”Kepala Bima menunduk semaki
Baca selengkapnya

Bab 54

Dinda tersenyum saat mengingat ucapan Bima semalam. Entah berapa lama Dinda telah menunggunya mengucapkan sesuatu seperti itu. Akhirnya Bima membuat pengakuan. Meski Dinda tidak yakin pria itu mengatakannya karena euforia alkohol dan klimaksnya, atau memang karena dia benar-benar serius.Mengingatnya mambuat Dinda khawatir. Bagaimana jika Bima tidak mengingatnya karena semalam terlalu mabuk? Tetapi bahkan Dinda tidak terlalu mabuk. Dia masih memiliki kesadarannya dan bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi.Semalam setelah mereka selesai di sofa, Bima membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya di sana. Setelah menanggalkan semua pakaiannya, Bima bergabung dengan Dinda. Memeluk dan membelainya hingga dia tertidur dalam pelukannya.Tidak ada mimpi buruk yang datang. Saat Dinda membuka mata, matahari sudah bersinar. Seberkas cahaya masuk dari sela tirai yang tidak tertutup sempurna, menyinari wajah Bima yang masih terlelap di depannya. Mereka tidur dengan berpelukan, satu tangan
Baca selengkapnya

Bab 55

Dinda hampir menyesali keputusannya, tetapi dia sudah terlanjur mengiyakan. Emosinya tersulut karena Aldi seolah meremehkannya. Dia lalu mengirimkan pesan pada Kartika yang menyatakan kalau dia menerima persyaratan yang diberikan padanya untuk tetap bersama Bima. Dinda merasa perlu untuk membuktikan diri kepada semua orang agar mereka tidak lagi melihatnya dengan sebelah mata.Kartika hanya membalas dengan jadwal dan rincian alamat tempat Dinda mengambil kelas privat. Karena Kartika tidak mengatakan apapun tentang biaya, Dinda berasumsi semua telah beres. Kalaupun harus membayar semua biayanya, Dinda rela merogoh tabungannya.Dan di sinilah dia berada. Masih mengenakan pakaian kerjanya, Dinda berdiri di sebuah rumah berlantai dua dengan arsitektur Eropa. Di jadwal yang Kartika berikan tertulis Miss Daisy sebagai gurunya di kelas etika. Setelah Dinda membunyikan bel, pintu pagar terbuka secara otomatis.Dinda berjalan melewati taman bunga kecil yang indah. Tepat saat ia menaikkan tanga
Baca selengkapnya

Bab 56

“Nggak.”Dinda menolak bujukan Indra. Mereka masih ada di ruang rapat bersama dengan Bima sementara yang lain sudah kembali ke meja masing-masing.Setelah Indra mengumumkan Dinda sebagai kandidatnya untuk mempromosikan produk mereka, hampir semua yang hadir langsung menyetujui. Indra beralasan kalau saat ini nama Dinda sedang banyak dibicarakan di media sosial. Banyak fotonya yang diambil diam-diam dan mendapat banyak reaksi positif. Beberapa bahkan mengomentari gaya berpakaiannya dan menjadikannya inspirasi.“Pak Indra lagi bercanda, kan?” tanya Dinda saat mendengar Indra mengatakannya.Tetapi Indra datang dengan persiapan. Dia menunjukkan bukti-bukti yang telah diambil dari media sosial. Saking tidak percayanya Dinda sampai meminjam ponsel Reva dan memeriksa lewat akunnya.“Kalo lo punya akun medsos, gue yakin pengikut lo udah puluhan ribu,” komentar Reva saat Dinda mengembalikan ponselnya dengan lesu.Dinda hanya bisa melongo. Entah apa yang ada di pikiran orang-orang hingga menjad
Baca selengkapnya

Bab 57

“Dan kenapa dia ada di sini?”Bima bergegas masuk dan menghampiri Daniel. Dengan Dinda hanya memakai piama dan berduaan saja dengan pria seperti Daniel membuat dadanya bergemuruh. Bima tahu reputasi Daniel dengan para wanita. Meski ada semacam perjanian tidak tertulis di antara mereka untuk tidak saling memperebutkan wanita yang sama, tetap saja Bima merasa cemburu kalau mereka berduaan di ruangan tertutup.“Hai, Bim. Udah sarapan belum?” Daniel terlihat santai meski teman baiknya itu siap membunuhnya.“Ngapain lo di rumah cewek gue?”Daniel tertawa keras. Baru sekali ini dia mendengar Bima mengklaim seorang gadis menjadi miliknya. “Cewek gue?”“Iya. Jawab!”Tawa Daniel memudar dan kemudian menghilang saat Bima tidak menganggapnya lucu. Bahkan sahabatnya itu menunjukkan ekspersi tegang dan serius. Daniel lalu mengangkat kedua tangannya, mencoba menjelaskan kalau dia tidak punya niat buruk. “Chill, Bim. Gue nggak ada maksud apa-apa ke Dinda. I know she’s yours.”Bima mengangkat kedua a
Baca selengkapnya

Bab 58

Apa yang dilakukan Aldi siang tadi masih terus membayangi kepala Dinda. Dia tidak mengerti mengapa Aldi menyimpan benda kotor seperti tisu bekas dan memperlakukannya seolah itu adalah barang yang begitu berharga.Mungkin dia lupa bawa sapu tangan, pikir Dinda. Tetapi dia kenapa harus tisu yang sudah kotor?Dinda punya beberapa jawaban, namun baginya terlalu menakutkan dan tidak masuk akal. Dia berusaha menyangkalnya. Mungkin Aldi hanya punya kebiasaan yang unik dan berbeda dengan orang lain. Jika Aldi berniat jahat, dia punya banyak kesempatan untuk melakukannya selama ini. Tetapi sejak dulu pria itu tidak pernah melakukan sesuatu yang bisa menyakitinya. Kecuali ucapannya beberapa hari lalu.“Kita mulai.”Dinda kembali memusatkan perhatiannya pada Miss Daisy, yang menolak memulai kelas sebelum pukul enam lewat tiga puluh meski Dinda datang sepuluh menit lebih awal. Wanita itu mempersilakan Dinda masuk ke ruang duduk yang sama seperti sebelumnya.“Silakan duduk.”“Terima kasih,” jawab
Baca selengkapnya

Bab 59

“Aahhh... pelan-pelan,” desah Dinda. Dia menggigit bibir bawahnya menahan erangan yang sejak tadi ada di tenggorokannya.“Sebelah sini?” tanya Bima.Dinda mengangguk. “Iya..ah... Pelan-pelan!”Bima menghela napas dan menghentikan aktivitasnya memijit telapak kaki Dinda. “Ini udah pelan, Din. Mau sepelan apa?”“Ya kan dipijitin biar enakan, ini jadi sakit,” keluh Dinda lagi. Bibirnya cemberut. Dia menarik kakinya yang sejak tadi ada di pangkuan Bima. Mereka ada di sofa di apartemennya setelah seharian merekam berbagai video yang akan digunakan untuk promosi produk baru.“Ya emang gitu, kan? Awalnya emang sakit, tapi lama-lama juga enak,” seringai Bima. Dia menarik kaki Dinda kembali ke pangkuannya, mengusap betisnya dengan lembut dan memberi sedikit tekanan. “Sekarang mulai enak, kan?”Wajah Dinda sontak memerah mendengar kata-kata Bima yang bermakna ganda. Pria itu selalu bisa mengubah suasana biasa menjadi sensual. Dinda mengigil saat Bima memberi pijatan di betisnya yang lain. Dia m
Baca selengkapnya

Bab 60

Bima menambah kecepatan treadmill-nya. Keringat menetes di seluruh tubuhnya. Tetapi Bima tidak ingin berhenti. Sepulangnya dari apartemen Dinda, dia hanya berganti pakaian olahraga dan berlari di atas treadmill. Dan itu sudah berlangsung lebih dari tiga puluh menit.Dia ingin tubuhnya kelelahan hingga tidak sanggup memikirkan apapun. Bima tidak mau memikirkan Dinda dan perjanjiannya dengan sang Mama. Atau kebetulan berkali-kali antara Dinda dan Aldi. Atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang terlintas di kepalanya.Mungkin seharusnya dia mendengarkan Dinda tadi. Mungkin penjelasan Dinda akan membuatnya mengerti dan merasa lebih baik. Sayangnya kekecewaannya terlalu besar. Dinda tahu apa yang membuatnya memberontak. Tetapi gadis itu justru mengambil jalan yang sedang Bima hindari dan menyembunyikan semua itu darinya. Dinda meraih uluran tangan Kartika dan mengikutinya tanpa menyadari kalau wanita itu sedang membuat cetakan dirinya dalam diri Dinda.Sebentar lagi gadis itu akan menjelma s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status