Dinda mengeluh dalam hati. Baru hari pertama saja Bima sudah berkali-kali muncul di depannya. Dinda tidak yakin apakah hatinya akan sanggup jika terus-terusan bertemu Bima seperti ini.“Ada apa, Pak?”Bima mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ruangan itu hanya berukuran sepuluh kali sepuluh meter dengan depalan set meja kursi yang dijejer berhadapan. Di ujung ruangan ada meja yang lebih besar milik Indra selaku ketua tim.“Ini jam makan siang. Semuanya sedang keluar, Pak,” Dinda memberikan penjelasan.“Saya tahu,” jawab Bima singkat.“Kalau begitu Pak Bima bisa kembali lagi nanti kalau jam makan sudah selesai.”“Kenapa kamu nggak makan siang?”“Saya banyak kerjaan. Bapak yang kasih saya kerjaan, masih ingat, kan?”Bibir Bima tertarik membentuk senyum tipis. Ah, ternyata menggoda Dinda masih terasa menyenangkan, pikirnya saat melihat Dinda berusaha keras menekan kekesalannya.“Jangan lupa makan siang.”“Saya bukan anak kecil yang harus diingatkan untuk makan,” balas Dinda ketus
Read more