Sabrina masih terlihat sama seperti dua tahun lalu. Pakaiannya masih menempel ketat di tubuhnya yang seksi. Wajahnya masih dipoles dengan riasan sempurna. Dan Dinda masih tetap tidak suka padanya.“Ngapain lo di sini?” tanya Sabrina saat melihat Dinda. Matanya meneliti Dinda dari atas ke bawah, memberikan penilaian pada penampilannya. Sabrina tersenyum tipis karena meskipun penampilan Dinda sudah berubah, dia merasa tetap lebih seksi dan cantik jika dibandingkan.Dinda mengerahkan seluruh kekuatannya untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh karena keberadaan Sabrina. Dia berusaha mengingat pengakuan Bima yang mengatakan kalau mereka hanya berteman. Jadi dia tidak perlu curiga.Merasa diabaikan, Sabrina mendengus kesal pada Dinda. Dia lalu menyentuh lengan Bima. “Jangan lama-lama, ya.”Bima tidak memberikan respon apapun pada Sabrina hingga ia masuk kembali. “Kami nggak berdua. Ada yang lain juga.”Dinda akhirnya mengalihkan pandangannya dari lengan Bima yang tadi dipegang oleh Sabrina
“Kenapa?” sembur Dinda. “Kenapa baru sekarang? Apa yang salah?” Setelah semuanya, akan terasa sangat konyol jika Dinda menyerah. Tetapi Dinda tidak tahu di mana letak kesalahannya. Dia lalu teringat apa yang Kartika ucapkan padanya. “Apa karena aku bukan siapa-siapa?”“What?” Bima tersentak. Dia menatap Dinda yang balas menatapnya dengan mata yang hampir menangis. “Bukan karena kamu, Din. Aku yang salah,” bisik Bima.Dinda menggeleng. “Aku nggak ngerti.”Bima menghela napas panjang. “Aku pikir satu-satunya cara untuk menebus semua kesalahanku ke kamu adalah dengan kita kembali bersama dan aku akan membuat kamu bahagia. Tetapi ucapan Aldi bikin aku mikir lagi. Apa yang aku lakukan ke kamu dulu benar-benar menjijikan. Seharusnya kamu nggak perlu memaafkan aku. Bahkan seharusnya kamu melaporkan aku ke polisi. Seharusnya kamu nggak nerima aku lagi.”Kepala Bima menunduk semaki
Dinda tersenyum saat mengingat ucapan Bima semalam. Entah berapa lama Dinda telah menunggunya mengucapkan sesuatu seperti itu. Akhirnya Bima membuat pengakuan. Meski Dinda tidak yakin pria itu mengatakannya karena euforia alkohol dan klimaksnya, atau memang karena dia benar-benar serius.Mengingatnya mambuat Dinda khawatir. Bagaimana jika Bima tidak mengingatnya karena semalam terlalu mabuk? Tetapi bahkan Dinda tidak terlalu mabuk. Dia masih memiliki kesadarannya dan bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi.Semalam setelah mereka selesai di sofa, Bima membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya di sana. Setelah menanggalkan semua pakaiannya, Bima bergabung dengan Dinda. Memeluk dan membelainya hingga dia tertidur dalam pelukannya.Tidak ada mimpi buruk yang datang. Saat Dinda membuka mata, matahari sudah bersinar. Seberkas cahaya masuk dari sela tirai yang tidak tertutup sempurna, menyinari wajah Bima yang masih terlelap di depannya. Mereka tidur dengan berpelukan, satu tangan
Dinda hampir menyesali keputusannya, tetapi dia sudah terlanjur mengiyakan. Emosinya tersulut karena Aldi seolah meremehkannya. Dia lalu mengirimkan pesan pada Kartika yang menyatakan kalau dia menerima persyaratan yang diberikan padanya untuk tetap bersama Bima. Dinda merasa perlu untuk membuktikan diri kepada semua orang agar mereka tidak lagi melihatnya dengan sebelah mata.Kartika hanya membalas dengan jadwal dan rincian alamat tempat Dinda mengambil kelas privat. Karena Kartika tidak mengatakan apapun tentang biaya, Dinda berasumsi semua telah beres. Kalaupun harus membayar semua biayanya, Dinda rela merogoh tabungannya.Dan di sinilah dia berada. Masih mengenakan pakaian kerjanya, Dinda berdiri di sebuah rumah berlantai dua dengan arsitektur Eropa. Di jadwal yang Kartika berikan tertulis Miss Daisy sebagai gurunya di kelas etika. Setelah Dinda membunyikan bel, pintu pagar terbuka secara otomatis.Dinda berjalan melewati taman bunga kecil yang indah. Tepat saat ia menaikkan tanga
“Nggak.”Dinda menolak bujukan Indra. Mereka masih ada di ruang rapat bersama dengan Bima sementara yang lain sudah kembali ke meja masing-masing.Setelah Indra mengumumkan Dinda sebagai kandidatnya untuk mempromosikan produk mereka, hampir semua yang hadir langsung menyetujui. Indra beralasan kalau saat ini nama Dinda sedang banyak dibicarakan di media sosial. Banyak fotonya yang diambil diam-diam dan mendapat banyak reaksi positif. Beberapa bahkan mengomentari gaya berpakaiannya dan menjadikannya inspirasi.“Pak Indra lagi bercanda, kan?” tanya Dinda saat mendengar Indra mengatakannya.Tetapi Indra datang dengan persiapan. Dia menunjukkan bukti-bukti yang telah diambil dari media sosial. Saking tidak percayanya Dinda sampai meminjam ponsel Reva dan memeriksa lewat akunnya.“Kalo lo punya akun medsos, gue yakin pengikut lo udah puluhan ribu,” komentar Reva saat Dinda mengembalikan ponselnya dengan lesu.Dinda hanya bisa melongo. Entah apa yang ada di pikiran orang-orang hingga menjad
“Dan kenapa dia ada di sini?”Bima bergegas masuk dan menghampiri Daniel. Dengan Dinda hanya memakai piama dan berduaan saja dengan pria seperti Daniel membuat dadanya bergemuruh. Bima tahu reputasi Daniel dengan para wanita. Meski ada semacam perjanian tidak tertulis di antara mereka untuk tidak saling memperebutkan wanita yang sama, tetap saja Bima merasa cemburu kalau mereka berduaan di ruangan tertutup.“Hai, Bim. Udah sarapan belum?” Daniel terlihat santai meski teman baiknya itu siap membunuhnya.“Ngapain lo di rumah cewek gue?”Daniel tertawa keras. Baru sekali ini dia mendengar Bima mengklaim seorang gadis menjadi miliknya. “Cewek gue?”“Iya. Jawab!”Tawa Daniel memudar dan kemudian menghilang saat Bima tidak menganggapnya lucu. Bahkan sahabatnya itu menunjukkan ekspersi tegang dan serius. Daniel lalu mengangkat kedua tangannya, mencoba menjelaskan kalau dia tidak punya niat buruk. “Chill, Bim. Gue nggak ada maksud apa-apa ke Dinda. I know she’s yours.”Bima mengangkat kedua a
Apa yang dilakukan Aldi siang tadi masih terus membayangi kepala Dinda. Dia tidak mengerti mengapa Aldi menyimpan benda kotor seperti tisu bekas dan memperlakukannya seolah itu adalah barang yang begitu berharga.Mungkin dia lupa bawa sapu tangan, pikir Dinda. Tetapi dia kenapa harus tisu yang sudah kotor?Dinda punya beberapa jawaban, namun baginya terlalu menakutkan dan tidak masuk akal. Dia berusaha menyangkalnya. Mungkin Aldi hanya punya kebiasaan yang unik dan berbeda dengan orang lain. Jika Aldi berniat jahat, dia punya banyak kesempatan untuk melakukannya selama ini. Tetapi sejak dulu pria itu tidak pernah melakukan sesuatu yang bisa menyakitinya. Kecuali ucapannya beberapa hari lalu.“Kita mulai.”Dinda kembali memusatkan perhatiannya pada Miss Daisy, yang menolak memulai kelas sebelum pukul enam lewat tiga puluh meski Dinda datang sepuluh menit lebih awal. Wanita itu mempersilakan Dinda masuk ke ruang duduk yang sama seperti sebelumnya.“Silakan duduk.”“Terima kasih,” jawab
“Aahhh... pelan-pelan,” desah Dinda. Dia menggigit bibir bawahnya menahan erangan yang sejak tadi ada di tenggorokannya.“Sebelah sini?” tanya Bima.Dinda mengangguk. “Iya..ah... Pelan-pelan!”Bima menghela napas dan menghentikan aktivitasnya memijit telapak kaki Dinda. “Ini udah pelan, Din. Mau sepelan apa?”“Ya kan dipijitin biar enakan, ini jadi sakit,” keluh Dinda lagi. Bibirnya cemberut. Dia menarik kakinya yang sejak tadi ada di pangkuan Bima. Mereka ada di sofa di apartemennya setelah seharian merekam berbagai video yang akan digunakan untuk promosi produk baru.“Ya emang gitu, kan? Awalnya emang sakit, tapi lama-lama juga enak,” seringai Bima. Dia menarik kaki Dinda kembali ke pangkuannya, mengusap betisnya dengan lembut dan memberi sedikit tekanan. “Sekarang mulai enak, kan?”Wajah Dinda sontak memerah mendengar kata-kata Bima yang bermakna ganda. Pria itu selalu bisa mengubah suasana biasa menjadi sensual. Dinda mengigil saat Bima memberi pijatan di betisnya yang lain. Dia m
“Kalian serius?” tanya Iskandar. Pandangannya tertuju pada sang putra. Balita di gendongannya merengek dan dia mengelus punggung anak kecil itu untuk menenangkannya. “Kalian nggak sedang main-main, kan?”Bima mengangkat satu alisnya. “Kenapa aku harus main-main dengan hal seperti ini, Pa?”“Karena kamu selalu menolak waktu Mama membahas pernikahan dan menghasilkan keturunan!” semprot Kartika. Wajahnya memerah, entah karena bahagia atau marah mendengar kabar itu. Dia lalu berjalan mendekati Bima hingga mereka berhadapan.“Mama nggak mau ngucapin selamat?” tanya Bima dengan senyum di bibirnya.Kartika memukul lengan putranya itu sebelum memeluknya. “Kenapa harus seperti ini, Bim? Kenapa kamu membuatnya jadi rumit?”“Aku bikin rumit?” Bima mendengus tak percaya. “Mama tuh, yang ribet,” gerutunya, yang membuatnya mendapat sebuah pukulan di punggung.“Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, Sayang.” Kartika melepas pelukannya dan mundur satu langkah. Tubuhnya berputar hingga sekarang dia mena
Setelah mengucapkan terima kasih pada Cindy yang meresepkan obat dan suplemen untuk Dinda, Bima tidak mengatakan apa-apa lagi. Selama perjalanan pulang Dinda menahan dirinya untuk tidak menangis sementara Bima menyetir dalam diam. Bungkamnya Bima membuat dirinya takut dan khawatir.Seharusnya Dinda senang karena rencananya berhasil. Dia hamil. Tetapi melihat reaksi Bima─meski sudah ia bayangkan sebelumnya─tetap membuatnya takut dan khawatir. Dalam hatinya diam-diam Dinda berharap Bima telah berubah pikiran. Dinda membayangkan meskipun terkejut, Bima akan dengan gembira menerima kehamilannya. Setelah itu mereka akan menemui Kartika dan memberitahu kabar itu.“Bagaimana bisa?” tanya Bima dengan nada datar saat mereka tekah berada di ruang duduk apartemen. Dia duduk di samping Dinda yang sedang melepas sepatunya. Rambutnya berantakan karena beberapa waktu tadi dia berkali-kali mengusap kepalanya dengan kasar. “Aku selalu hati-hati.”Dinda tidak tahu mana yang lebih menyakitkan. Kehilanga
Dinda tahu cepat atau lambat hal seperti itu akan terjadi. Tetapi dia tidak berpikir malam ini, di tempat dengan orang-orang yang mengagungkan tata krama dan etika berkumpul. Dan tidak di depan Kartika.Sekilas Dinda bisa merasakan suasana di lingkaran itu menjadi hening dan canggung. Mereka menanti jawaban Felix dan bersiap menilainya.Tetapi pria itu tampak santai. Bahkan bibirnya masih menyunggingkan senyum tipis. “Memangnya Dinda sekontroversial apa, Bu Ratna?”“Merebut tunangan perempuan lain dan berhubungan dengan bos sendiri bukan sesuatu yang kontroversial?”Felix mengibaskan tangannya seperti mengusir lalat yang mengganggu. “Bu Ratna belum dengar berita terbaru? Atau mungkin Ibu Kartika belum menjelaskan?”Seketika semua orang di sana mengalihkan perhatian pada Kartika, menanti tanggapan dan reaksinya. Tentu saja. Topik seperti ini adalah sesuatu yang banyak diminati, hampir di semua kalangan.Dinda melihat kehebatan Kartika dalam mengontrol emosinya. Wajahnya tetap tidak ter
Bima selalu berhati-hati saat berhubungan dengan Dinda. Selain di waktu-waktu saat Dinda tidak dalam masa ovulasi, Bima selalu menggunakan pengaman. Tujuannya sudah jelas. Walapun status mereka telah berubah, Bima sepertinya masih tidak menginginkan kehadiran seorang anak.Tetapi yang Dinda rasakan justru sebaliknya. Dari ucapan beberapa orang termasuk Daniel, Dinda menyimpulkan keinginan terbesar Kartika saat ini adalah memiliki cucu dari putra satu-satunya. Untuk sekali ini, Dinda berada di kubu yang sama dengan ibu mertuanya itu. Terlepas dari masa lalunya, Dinda ingin mencoba lagi. Dia menginginkan sebuah keluarga.Jadi rencananya adalah menggoda Bima hingga ia terlena dan lengah hingga pria itu tidak lagi bisa berpikir jernih untuk memakai pengaman atau menggunakan pencegahan lainnya. Sebenarnya tidak sulit. Dinda hanya perlu memberanikan diri dan menebalkan muka.Seperti saat ini.Dia menyambut kepulangan Bima─yang akhir-akhir ini selalu pulang larut─dengan mengenakan lingerie b
Setelah menjadi istri seorang Bima Sakti Iskandar, ternyata tidak banyak yang berubah dalam rutinitas sehari-hari Dinda. Dia masih mengambil beberapa tawaran pemotretan iklan yang datang padanya. Meski Daniel ingin Dinda melebarkan sayap ke bidang lain setelah kesuksesan debut sebagai model video musik, Bima tidak menyetujui ide itu. Akhirnya setelah perdebatan panjang dan melelahkan─antara Bima dan Daniel tentu saja, karena Dinda hanya duduk diam menonton mereka berdua─Dinda hanya akan menjadi foto model.Dinda hanya mengangguk setuju saat Bima menanyakan pendapatnya karena ia sudah bertekad untuk mengikuti apapun keputusan pria itu tentang pekerjaannya. Bima berkali-kali mengatakan dia sanggup menanggung hidup Dinda sehingga dia tidak perlu bekerja. Tetapi Daniel tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya. Jalan Dinda sudah terbentang dengan mulus dan Daniel tidak bisa membiarkan dia berpindah halauan begitu saja.“Tunggu sampai agensi gue lumayan gede ya, Din. Abis
“Kamu yakin?” Bima menatap Dinda sambil mengelus sisi wajahnya. Betapapun besar keinginannya saat ini untuk berada di dalam tubuh Dinda, dia akan menghentikan semua yang membuat sang istri tidak nyaman.Dinda mengangguk. Napasnya berangsur stabil. “Please.”Tanpa menunggu lagi Bima kembali mencium bibir Dinda dengan semua tekad hatinya. Dia bersumpah akan membuat Dinda hanya mengingat sentuhannya, ciumannya, mendesah karenanya, dan memanggil namanya saat berada di puncak.Dengan sabar dan penuh kelembutan Bima menjelajahi seluruh tubuh Dinda. Menciuminya, menghisapnya hingga meninggalkan jejak di beberapa tempat. Sentuhan-sentuhannya di beberapa tempat seringkali membuat wanita itu menggigil. Setiap desahan yang keluar dari mulut Dinda adalah pelecut semangatnya.“Look at me, Din,” bisik Bima serak. “Keep looking at me.”Dinda menurut. Dia menatap Bima yang membayangi di atasnya.“Jangan tutup mata kamu.”Dinda hanya mengangguk.Puas dengan jawaban Dinda, Bima membenamkan dirinya dala
Dinda tidak mengenakan gaun putih dan membawa buket mawar di tangannya. Dia tidak berjalan didampingi ayahnya menuju altar. Tidak ada tamu undangan yang memberinya selamat. Tetapi statusnya kini telah berubah. Ia sudah menjadi istri seseorang.Semua terjadi begitu cepat, seperti mimpi yang mengabur di mata Dinda. Setelah melakukan pernikahan secara agama yang hanya disaksikan oleh Daniel, Ryan, dan Kevin, Bima mendaftarkan pernikahan mereka ke catatan sipil. Dengan gemetar Dinda meletakkan kembali dokumen pernikahannya di nakas dan menghela napas panjang. Mantranya bergema dalam hati. Tarik napas lalu keluarkan.Setelah merasa sedikit lebih tenang Dinda bangkit dan keluar dari kamar. Suara-suara dari ruang tengah terdengar samar. Saat Dinda menampakkan diri di sana, dia siambut dengan tepukan tangan dan ucapan selamat. Hanya ada empat orang, tapi Dinda harus menutup telinganya untuk menghindari kerusakan pada pendengarannya.Saat mereka puas membunyikan terompet, Daniel berada di bari
Sekali lagi, Dinda menjadi orang paling banyak dicari di internet setelah videonya dan Bima di rumah sakit menyebar. Tentu saja berita-berita itu muncul dengan berbagai judul yang penuh kehebohan dan kontroversi. Ada satu media menyebutkan Dinda sakit keras dan Bima melamarnya agar mereka menikah sebelum Dinda meninggal. Yang lain menyebutkan hubungan mereka seperti Cinderella di dunia nyata. Beberapa bahkan mulai menghitung aset yang akan Dinda dapatkan jika ia menikahi Bima.Dinda memijit kepalanya saat membaca berita-berita itu. Semakin lama terdengar semakin aneh. Entah dia harus bangga atau sedih karena orang-orang lebih tertarik pada kehidupan pribadinya daripada pekerjaan Dinda sebenarnya.“Yang ini setuju. Tapi ada yang maki-maki lo lagi, Din. Oh, pantesan. Fans Chelsea ternyata,” Reva sibuk membaca komentar-komentar di bawah berita Dinda dan Bima. Mereka bertiga─Dinda, Reva, dan Tania─sedang berada di apartemen Dinda. Reva sengaja datang setelah membaca berita kalau Dinda sed
Jika Bima melamarnya dua tahun lalu, Dinda akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia. Dia akan dengan senang hati menerima pinangan itu. Tetapi keadaannya tidak sama lagi. Ada kemungkinan Dinda mengandung bayi pria lain. Dia tidak bisa membuat Bima menerima bayi itu juga. Rasanya sangat tidak adil bagi Bima jika Dinda menerima lamarannya dalam kondisi mengandung.Entah berapa banyak air mata yang ia keluarkan selama beberapa hari terakhir. Dinda menangis berhari-hari hingga rasanya tidak ada lagi yang tersisa. Hanya ada kekosongan di dalam hatinya. Bahkan dia tidak merasakan apapun saat melihat cincin permata di depannya.Tetapi jurang antara dirinya dan Bima justru semakin lebar dan dalam. Rasanya memang semesta tidak merestui mereka.“Aku akan menjawab setelah hasi tes keluar.”Bagi Dinda itulah yang paling masuk akal. Jika memang dia terbukti mengandung, jawabannya sudah jelas. Dinda akan menolak Bima. Tetapi jika hasilnya negatif, mungkin masih ada sedikit harapan bagi merek