"Sudah, sudah. Tolong hentikan tangisanmu itu Nona Thena. Hidup dengan tuanku gak seburuk itu," desis Ismail jengkel. "Nona nangis karena fisik tuan Briant yang cacat, iya? Itu gak usah dipikirin. Nona cuma jadi istri tuan Briant sampe tuan Briant selesai sama tujuannya, toh selama pernikahan juga tuan Briant gak akan nyentuh Nona." Thena tak menjawab. Ia tetap terisak-isak pedih di atas tempat tidurnya. "Buat apa menangis seperti itu? Seharusnya malah Nona bahagia karena dengan menikahi tuanku, Nona bakal hidup bagaikan ratu selagi Nona jadi seorang penurut. Nona mau apa? uang banyak? Mobil? baju bagus? Atau sebidang tanah? tuan Briant bisa ngasih itu semua buat Nona kalo Nona mau." Namun, Thena masih saja diam, membuat Ismail jadi gemas sendiri. "Seharusnya Nona tahu betul, kalo gak menjawab ucapan orang yang usianya lebih tua itu sama dengan gak sopan," sarkasmenya. Seketika, Thena pun menghentikan isak tangisnya. "Maaf, pak mandor," sesalnya. Beberapa kali, ia menyeka air mat
Baca selengkapnya