Athena dikurung di kamarnya dengan pintu yang sengaja dikunci dari luar oleh Surti. Dua orang pengawal bahkan berjaga di sana, tak membiarkan satu celah pun bisa membuat Athena kembali kabur.
"Di mana dia? Terus dokternya bagaimana?" tanya Ismail pada Surti dengan wajah dinginnya."Di dalam kamar, sudah di amankan. Bu dokter udah aku bayar. Udah aku bebaskan dan dibiarkan pulang," jawab Surti memaparkan.Ismail meremas kantong obat yang dibawanya itu, lalu dengan emosi dia masuk dengan kasar ke kamar Athena untuk sekadar melayangkan tatapan tajamnya pada Athena yang terduduk menangis di tepi tempat tidurnya."Kenapa kamu berbuat begitu, Nona? Padahal hanya tinggal duduk manis dan diam merasakan semua kemewahan ini saja, tapi tetap membantah? Ckckck... apa kemewahan ini masih kurang?" cibir Ismail.Athena diam.Ia tak berani menjawab, sehingga yang dilakukannya saat ini hanya menangis terisak-isak, tak mampu mengeluarkan barang saJelas satu kampung gempar. Mereka membicarakan Bima yang tiba-tiba bisa beli rumah di kota, dan bisa beli berbagai macam barang elektronik yang bahkan sebelumnya sangat mustahil bisa dibeli oleh Bima. Naasnya, kabar ini juga sampai ke telinga Athena dengan Ismail yang lebih dulu memulai pembicaraan. "Bima menikah bulan depan dengan calonnya yang bernama Ayu, Nona Athena pun harus segera mempersiapkan diri. Nona akan segera menikah dengan tuan Brian," kata Ismail tanpa tedeng aling-aling. Tidakkah Ismail tahu bahwa saat ini hati Athena sedang berdarah-darah? Suaminya akan menikah lagi dengan perempuan lain setelah dia menjualnya! Mata Athena sudah berlinangan air mata. Ia ingin sekali menyalahkan takdir hidupnya. Kenapa? Kenapa Athena harus hidup semenyengsarakan ini?! "Jangan bersedih lagi hanya untuk mantan suamimu, Nona Athena. Dia sudah tidak berhak mengusik ketenangan hidup Nona, walau sekedar dalam pikiran." Suara Ismail kembali
"Kamu mau apa? Emas atau baju baru? Biar aku belikan," tawar Bima pada Ayu– si kembang Desa yang pernah jadi mantan kekasihnya. Kembang desa yang sejatinya tetap Athena, dan itu tidak bisa ditampik lagi. Hanya karena Athena sudah menikah dan Ayu masihlah seorang gadis, posisinya jadi tergeser. "Emang kalo aku mau emas, mas Bima mau beliin?" tanya Ayu dengan suara manja yang dibuat-buat. "Tentu. Kamu mau apapun pasti aku beliin, karena aku sekarang punya banyak uang. Kamu mau kan nikah sama aku?" tanya Bima seraya menjawil dagu Ayu. Ayu tersenyum senang, terlihat menunduk malu-malu dengan kedua pipinya yang tiba-tiba bersemu merah. "Iya, aku mau." Ayu menjawab tenang. "Tapi, mas... Athena gimana? Athena masih istri kamu, kan? Aku gak mau kalo dijadiin istri ke dua." Bima terkekeh geli. "Tenang, sayang... aku sama Athena udah bercerai secara agama, jadi kita bisa menikah bulan depan dengan lancar." Pernyataan Bima m
Brian sudah mengubah posisinya ke posisi awal, ketika akhirnya dia meraih lonceng dan membunyikannya. Ia bahkan berpura-pura membangunkan Athena, untuk mengurangi kecurigaan Ismail ketika melihat Athena yang berbaring di tempat tidurnya. (Coba periksa dia, Ismail. Tiba-tiba saja dia terbaring seperti ini,) kata Brian pada Ismail. Ismail mengernyit bingung dan buru-buru mengarahkan jemarinya untuk memeriksa denyut nadi di leher dan pergelangan tangan Athena. "Nona Athena hanya tidur, tuan," ujar Ismail seraya mengabarkan hal itu menggunakan bahasa isyaratnya. (Kenapa tiba-tiba?) "Karena tadi saya minta resep obat tidur demi kesehatan Nona Athena dan mungkin sekarang obatnya mulai bekerja, apa sekarang saja saya pindahkan Nona Athena ke kamarnya?" tanya Ismail, masih dengan ucapan yang diiringi dengan gerakan bahasa isyaratnya. Brian menggeleng pelan. (Gak perlu. Biarkan dia di sini saja dulu,) sahut Brian datar.
"Hai Athena!" teriak Ayu dengan sengaja menyapa Athena yang saat itu hendak berbalik pergi dari area pakaian wanita. "Jangan dilihat," kata Ismail mengingatkan. "Aku baik-baik aja, pak." Tanpa mengindahkan perintah Ismail, Athena berbalik dan menatap datar ke arah Bima dan Ayu yang berjalan bergandengan tangan menghampirinya. "Kamu apa kabar? Tapi kayaknya baik-baik aja ya?" tanya Ayu yang bahkan tidak perlu memerlukan jawaban sama sekali. Perempuan itu tersenyum pongah, mencibir keadaan Athena yang dijual bagaikan barang kepada pria cacat. Athena tidak menjawab. Ia memilih bungkam dan menatap tanpa ekspresi ke arah Bima yang terlihat tak merasa berdosa sama sekali saat bertemu dengan Athena. Bahkan, untuk permintaan maaf demi remeh temeh pun, Bima tidak sudi mengucapkannya. "Kenapa Bima? Sepertinya kamu sedang menikmati uangmu," cibir Ismail menyahut tiba-tiba. Ismail tersenyum miring, sementara Bima malah mendengus kasar dan menatap Athena dan Brian secara bergantian. "Tentu
"Ada tamu," ucap Ayu pada Bima yang sedang mengancingkan kemejanya setelah percintaan panasnya dengan Ayu selesai. Ya, memang belum menikah, tapi Bima dan Ayu melakukannya atas dasar suka sama suka dan juga mereka beranggapan tidak ada salahnya melakukan hubungan intim lebih dulu karena toh mereka sebentar lagi menikah. "Siapa?" tanya Bima lalu merangkul pinggang Ayu dengan mesra dan menariknya untuk mendekat sampai tubuh mereka pun saling merapat. Di detik itu juga Bima mendaratkan ciuman ringan di bibir dan pipi Ayu. "Itu, Abah sama Emaknya si Athena," papar Ayu. Ia mengarahkan jari telunjuknya untuk membebelai pipi, rahang dan bibir Bima. "Mau ngapain mereka ke sini?" tanya Bima lagi. "Mana aku tahu," jawab Ayu mengangkat bahunya ringan. "Ya sudah, aku temuin mereka dulu. Kamu jangan kemana-mana, kamu belum makan." "Iya. Aku bakal nungguin kamu di sini aja," sahut Ayu dengan ceria, lalu duduk di tepi ranjang milik Bima yang kini sudah diganti dengan kasur empuk. Rumah Bima
"Abah kamu, masuk rumah sakit," ucap Ismail tiba-tiba saat ia membuka pintu kamar Brian tanpa permisi. Athena yang saat itu sedang membantu Brian berpakaian pun seketika menegang dengan mata yang terbelalak lebar. "Kok bisa? Abah aku kenapa, pak?" tanya Athena penuh rasa khawatir. "Beliau dipukuli habis-habisan oleh Bima. Sudah dibawa ke rumah sakit oleh warga, tapi nyawanya entah bisa tertolong atau enggak, aku belum memastikannya." Dengan santainya Ismail mengungkapkan itu semua. Ia bahkan sepertinya tidak bisa sama sekali berbasa basi dengan penyampaian kalimat yang lebih halus agar Athena tidak terlalu merasa sakit hati. "Aku mau ketemu abah...," lirih Athena lalu terburu-buru mengancingkan seluruh kancing kemeja Brian. Setelahnya, ia bergegas melangkah lebar ke arah Ismail, dan menatapnya penuh permohonan. Sedangkan Ismail, tampak mengarahkan pandangannya pada Brian yang terlihat menatapnya dengan tajam. Perlahan Brian mulai menggerakkan tangannya dan mulai berbicara pada Is
Tangis pilu Athena mengiringi pemakaman Abimanyu. Nyawa abahnya itu tidak bisa terselamatkan karena ketika sampai ke rumah sakit, ternyata Abimanyu sudah dikatakan dalam keadaan kritis. Pria paruh baya itu tidak sadarkan diri setelah didiagnosis mengalami pendarahan di perutnya akibat tendangan keras, dengan limpa yang pecah. "Aku benci dengan fakta bahwa hidup cuma bergantung pada uang. Kalo aja kita punya uang dan berasal dari keluarga kaya raya, apa Abah akan pergi dengan cara seperti ini? Apa pemakaman Abah akan sesederhana dan sekosong ini?" lirih Athena pedih. Athena terisak-isak di atas pusara Abimanyu yang basah karena hari yang hujan deras. Seolah ikut berduka atas kehilangan yang kini tengah Athena rasakan. Tak ada pelayat sama sekali. Para penggali kubur hanya pergi begitu tugas mereka selesai dan sudah mendapatkan uang. Yang tersisa hanya pak ustadz. Hanya pak ustadz yang tetap berada diantara Athena, sang ibu juga Ismail, beliau bahkan dengan sukarela berdoa tanpa mene
Semua orang mentertawakan nasib Athena yang harus menikah dengan Brian– si saudagar cacat. Daripada ikut berbahagia dengan pernikahan Athena dan Brian yang berlangsung meriah itu. 'Udah miskin, dijual sama suaminya, terus nikah sama orang kaya, tapi cacat.' 'Kasian. Cantik sih, tapi hidupnya kurang beruntung.' 'Percuma cantik dan dapet suami kaya raya kalo cuma dapet yang cacat. Gak ada gunanya, mending suami aku atuh, gak kaya tapi fisiknya sempurna.' Kira-kira begitulah beberapa kalimat penuh cemooh yang tertangkap oleh indera pendengaran Athena. Kemudian, berbagai ejekan itu pun diakhiri dengan tawa. "Jangan didengarkan, nona," bisik Ismail di terlinganya. Mata Athena mengerjap lalu kemudian ia pun mengangguk kecil. "Tentu, pak. Semua kalimat itu tidak lagi menyakiti aku, Athena yang dulu sudah mati," jawab Athena datar. Ia menatap dingin ke arah sekumpulan perempuan seusianya, yang tak lain adalah para anak tetangga Athena sehingga membuat mereka semua seketika berhenti ter