Tangis pilu Athena mengiringi pemakaman Abimanyu. Nyawa abahnya itu tidak bisa terselamatkan karena ketika sampai ke rumah sakit, ternyata Abimanyu sudah dikatakan dalam keadaan kritis. Pria paruh baya itu tidak sadarkan diri setelah didiagnosis mengalami pendarahan di perutnya akibat tendangan keras, dengan limpa yang pecah. "Aku benci dengan fakta bahwa hidup cuma bergantung pada uang. Kalo aja kita punya uang dan berasal dari keluarga kaya raya, apa Abah akan pergi dengan cara seperti ini? Apa pemakaman Abah akan sesederhana dan sekosong ini?" lirih Athena pedih. Athena terisak-isak di atas pusara Abimanyu yang basah karena hari yang hujan deras. Seolah ikut berduka atas kehilangan yang kini tengah Athena rasakan. Tak ada pelayat sama sekali. Para penggali kubur hanya pergi begitu tugas mereka selesai dan sudah mendapatkan uang. Yang tersisa hanya pak ustadz. Hanya pak ustadz yang tetap berada diantara Athena, sang ibu juga Ismail, beliau bahkan dengan sukarela berdoa tanpa mene
Semua orang mentertawakan nasib Athena yang harus menikah dengan Brian– si saudagar cacat. Daripada ikut berbahagia dengan pernikahan Athena dan Brian yang berlangsung meriah itu. 'Udah miskin, dijual sama suaminya, terus nikah sama orang kaya, tapi cacat.' 'Kasian. Cantik sih, tapi hidupnya kurang beruntung.' 'Percuma cantik dan dapet suami kaya raya kalo cuma dapet yang cacat. Gak ada gunanya, mending suami aku atuh, gak kaya tapi fisiknya sempurna.' Kira-kira begitulah beberapa kalimat penuh cemooh yang tertangkap oleh indera pendengaran Athena. Kemudian, berbagai ejekan itu pun diakhiri dengan tawa. "Jangan didengarkan, nona," bisik Ismail di terlinganya. Mata Athena mengerjap lalu kemudian ia pun mengangguk kecil. "Tentu, pak. Semua kalimat itu tidak lagi menyakiti aku, Athena yang dulu sudah mati," jawab Athena datar. Ia menatap dingin ke arah sekumpulan perempuan seusianya, yang tak lain adalah para anak tetangga Athena sehingga membuat mereka semua seketika berhenti ter
"Hafalkan 1 hari 100 kosa kata," ucap Ismail seraya menyerahkan kamus bahasa Inggris kepada Athena. "Untuk apa?" tanya Athena mengeryit bingung kepada Ismail yang hanya mengangkat bahunya ringan. "Gak tahu, Nona. Hanya itu yang tuan Brian perintahkan padaku," jawab Ismail kemudian berlalu pergi. Athena menatap kamus itu, membuka halaman pertamanya lalu kemudian merasa pusing melihat rentetan kosa kata yang ditulis dengan jarak masing-masingnya terlalu dekat. Perlahan, Athena pun menuruti perintah Ismail, ia mulai membaca satu persatu kosa kata. Karena Athena bukanlah perempuan dengan pendidikan yang layak, sehingga Athena pun membaca kosa kata dalam bahasa inggris itu pun dengan pelafalan yang salah, membuat Ismail harus turun tangan dan mengajarkan cara membaca dari satu persatu kosa kata itu sebanyak 1 kata. Athena mengikuti arahan Ismail dan menghafal 100 kata pertama itu sesuai dengan apa yang Ismail ajarkan, lalu menghafalnya dengan sekuat tenaga. Sesekali, Ismail mengoreksi
Athena Goddess adalah salah satu nama Dewi Yunani yang menjadi simbol Dewi kebijaksanaan dan perang. Namun, Athena sendiri tidak merasa namanya sesuai dengan Athena Goddess. Ia merasa sangat lemah."T-tuan," gumam Athena tertahan karena Brian mencekik lehernya kuat-kuat.Mata pria itu memerah, terlihat kalut dan ketakutan untuk hal yang tidak bisa Athena mengerti. "Mati... kau harus mati, iblis sepertimu harus mati." Brian mendesis marah. Ia benar-benar menatap Athena dengan tatapan penuh rasa benci dan penuh ketakutan.Detik itu pula Athena merasakan tulang lehernya hampir patah seiring cengkraman Brian kian mengetat, sementara yang bisa Athena lakukan saat itu hanya menangis. Ia pikir, setelah tidak lagi bersama dengan Bima, ia tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi. Namun, entah ini sebuah kutukan ataupun nasib buruk, lagi-lagi Athena harus berada di situasi seperti ini. Lingkaran setan seperti ini terus menerus membuatnya sengs
“Jadi, Athena, bagaimana kalau kita punya anak? Aku gak akan nuntut kamu untuk cinta padaku. Kita bisa berhubungan intim tanpa cinta, tapi jika akhirnya aku berhasil punya anak darimu, tentu saja aku akan mencintai anakku.”Athena diam sejenak.Ia terlihat menimbang-nimbang keputusan yang hendak diambilnya, lalu kemudian akhirnya ia mengangguk malu-malu."Iya, tuan. Saya bersedia punya anak dari tuan," jawabnya tenang, walaupun suara itu terdengar gemetar saat sampai ke telinga Brian."Kalo gitu, sini, mendekat." Brian menepuk sisi tempat tidur disampingnya.Athena meliriknya sebentar, dan kemudian beringsut mendekati Brian untuk duduk tepat di sampingnya."Boleh aku peluk kamu?" tanya Brian.Athena mengangkat wajahnya mendongak menatap Brian tepat di matanya, lalu mengangguk kecil."Iya, boleh."Tanpa kata, perlahan Brian pun menepis jarak di antara dirinya dan Athena. Ia merengkuh dengan lembut tubuh
Hari Minggu yang cerah, ketika pagi-pagi sekali Ismail mengetuk pintu dan Athena dengan langkah gontai membukanya karena tidak mungkin Brian yang sedang bersandiwara sebagai pria tak berdaya itu yang melakukannya."Wajah anda pucat, nona. Apa masih sakit?" suara Ismail langsung menyapa begitu itu terbuka lebar.Athena menyentuh keningnya sebentar, lalu menatap sayu ke arah Ismail. Sedangkan Brian tampak berbaring di tempat tidurnya tanpa bisa melakukan apapun."Cuma sedikit demam, pak. Aku-" Athena tidak bisa melanjutkan kalimatnya ketika perutnya bergejolak dan ia... ingin muntah.Ia terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi. Berkali-kali ia berusaha memuntahkan isi perutnya, tapi yang keluar hanya lendir. Ia tak memuntahkan apapun, sementara rasa mual itu terus menggerogotinya."Nona, apa nona baik-baik saja?" tanya Ismail menggedor pintu kamar mandi.Sementara Athena hanya bisa terduduk lemas di lantai dan menatap sayu ke arah pintu.
Suara nyaring dari pecutan cambuk itu menggema di ruangan bawah tanah. Bekas kemerahan yang sedikit mengeluarkan darah itu terlihat mengerikan di punggung putih Athena yang terekspos karena saat ini perempuan itu hanya terduduk berbalutkan kain putih sebatas dadanya."Maaf, Nona Athena." Suara Surti terdengar serak di sela-sela tangisannya. Ia sekali lagi mengayunkan tangannya untuk kembali melayangkan cambukan keras pada punggung Athena.Athena berjengit saat rasa perih dan sakit yang menyiksa itu mendera punggungnya, tapi tak sekalipun ia mengerang kesakitan. Ia bahkan tidak meneteskan satu tetes air mata pun.Ia terus menerima cambukkan itu dengan tegar dan tagguh."17...""18...""20..."Surti mengakhiri cambukkannya lalu terduduk lemas, sementara Athena duduk terbungkuk merasakan rasa perih dan sakit yang luar biasa menyiksanya."Bawa Nona Athena ke kamar asalnya, Surti. Dimulai dari malam ini sampai beberapa hari kedepan,
(Nona Athena gak mau minum susu hamilnya, tuan) ucap Ismail yang kini enggan bersuara ketika menggunakan bahasa isyaratnya.(Kenapa?) tanya Brian dengan ekspresi wajah tak suka.(Dia mengira tuan berniat meracuni bayinya. Nona Athena juga gak mau lukanya diobati, sampai akhirnya sekarang tubuhnya demam) ungkap Ismail.(Bawa dia kemari, dia boleh tidur di sini lagi.)(Baik, tuan.)Setelah membantu Brian untuk merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, Ismail pun bergegas melenggang pergi keluar kamar untuk segera menemui Athena, meninggalkan pintu kamar yang terayun menutup di belakangnya.Setelah memastikan bahwa langkah kaki Ismail sudah benar-benar menjauh, Brian pun menghela napas kasar lalu kemudian berhenti memiringkan mulutnya dan perlahan memijat rahangnya yang terasa sangat pegal.“Ini melelahkan, tapi mau bagaimana lagi, aku belum bisa berhenti,” gumam Brian pelan lalu menoleh dan menatap nanar ke luar jendel