Suara nyaring dari pecutan cambuk itu menggema di ruangan bawah tanah. Bekas kemerahan yang sedikit mengeluarkan darah itu terlihat mengerikan di punggung putih Athena yang terekspos karena saat ini perempuan itu hanya terduduk berbalutkan kain putih sebatas dadanya.
"Maaf, Nona Athena." Suara Surti terdengar serak di sela-sela tangisannya. Ia sekali lagi mengayunkan tangannya untuk kembali melayangkan cambukan keras pada punggung Athena.
Athena berjengit saat rasa perih dan sakit yang menyiksa itu mendera punggungnya, tapi tak sekalipun ia mengerang kesakitan. Ia bahkan tidak meneteskan satu tetes air mata pun.
Ia terus menerima cambukkan itu dengan tegar dan tagguh.
"17..."
"18..."
"20..."
Surti mengakhiri cambukkannya lalu terduduk lemas, sementara Athena duduk terbungkuk merasakan rasa perih dan sakit yang luar biasa menyiksanya.
"Bawa Nona Athena ke kamar asalnya, Surti. Dimulai dari malam ini sampai beberapa hari kedepan,
(Nona Athena gak mau minum susu hamilnya, tuan) ucap Ismail yang kini enggan bersuara ketika menggunakan bahasa isyaratnya.(Kenapa?) tanya Brian dengan ekspresi wajah tak suka.(Dia mengira tuan berniat meracuni bayinya. Nona Athena juga gak mau lukanya diobati, sampai akhirnya sekarang tubuhnya demam) ungkap Ismail.(Bawa dia kemari, dia boleh tidur di sini lagi.)(Baik, tuan.)Setelah membantu Brian untuk merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, Ismail pun bergegas melenggang pergi keluar kamar untuk segera menemui Athena, meninggalkan pintu kamar yang terayun menutup di belakangnya.Setelah memastikan bahwa langkah kaki Ismail sudah benar-benar menjauh, Brian pun menghela napas kasar lalu kemudian berhenti memiringkan mulutnya dan perlahan memijat rahangnya yang terasa sangat pegal.“Ini melelahkan, tapi mau bagaimana lagi, aku belum bisa berhenti,” gumam Brian pelan lalu menoleh dan menatap nanar ke luar jendel
Brian terbangun dari tidur nyenyaknya saat mendengar suara rintihan juga pergerakan di sampingnya. Ia membuka matanya dan menoleh ke samping untuk sekadar mendapati Athena yang terlihat gelisah dalam tidurnya.“Athena, kamu udah bangun?” tanya Brian. Namun, pertanyaan itu tak kunjung mendapatkan jawaban dari Athena.Brian mengibaskan tangannya di depan wajah Athena dan perempuan itu pun masih saja bergeming, menandakan bahwa dirinya masih berada dalam tidurnya.Lantas, kenapa Athena gelisah dalam tidurnya? Entahlah, Brian tak tahu dan tidak ingin mencari tahu.Helaan napas berat terdengar dari Brian setelahnya. Ia memandangi Athena cukup lama, dan berniat beranjak mengambil tisu ketika tiba-tiba Athena bergerak mengubah posisi tidurnya, sementara situasinya saat itu dia berada di ujung tempat tidur."Gila, ya?" sentak Brian yang refleks merengkuh tubuh Athena dan menahannya agar tidak terjatuh menghantam lantai.Namun, Athena tid
Semuanya terlalu berisik sampai rasanya telinga Brian terasa pengang dan berdenging. Suara teriakan orang-orang dan suara ledakan mulai memenuhi telinganya. Bayangan seorang pria tetinggi langit-lagit yang mengenakan jubah bertudung berwarna hitam itu, membuat Brian mematung di tenpatnya. Ia memandangi kedepan dengan sorot mata yang menunjukkan ketakutan luar biasa. "Jangan bunuh... jangan bunuh aku," gumam Brian dengan bahu yang gemetar. Ia terus menutupi telinganya. Merunduk lalu kemudian jatuh dari kursi rodanya dan tersungkur di lantai. Ia meringkuk dengan tubuh gemetar dan terus meracau. Sedangkan Athena hanya menatap pemandangan itu dengan panik, ia tidak bisa berbuat apapun ketika kondisinya yang bahkan kesulitan untuk bergerak. "Tuan... tuan kenapa? Tolong bangun," panggil Athena pelan. Walaupun sebenarnya Athena ingin sekali menjerit memyadarkan Brian, tapi ia memilih tetap merendahkan volume suaranya. Sebab, ia tidak ingin orang-orang di rumah ini mendengar suaranya lal
“Mau ke mana?” tanya Brian saat Athena mulai mengemasi kamus bahasa dan buku pelajarannya. “Mau ke kamar saya. Tuan pasti gak akan nyaman kalo sekamar terus sama saya, toh saya pun udah agak sembuh.” “Jangan ke mana-mana, tidur di sini saja,” ujar Brian tenang, seraya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. “Tapi nanti tuan gak akan ngerasa nyaman karena-” “Athena,” panggil Brian menyela ucapan Athena. “Iya?” jawab Athena linglung. “Aku minta kamu temani aku tidur di kamar ini, jangan membantah,” tukasnya. Setelah termangu untuk waktu beberapa menit, pada akhirnya tanpa kata Athena pun menyimpan buku-bukunya ke atas meja rias lalu kemudian ia pun beringsut naik ke tempat tidur dan perlahan merebahkan tubuhnya dengan jarak yang cukup jauh dengan Brian. Bisa dibilang, Athena tidur lebih merapat ke tepi tempat tidur yang kalau Athena lalai sedikit saja, ia akan terjungkal. “Kamu bisa jatuh kalo tidur diujung kayak gitu,” pungkas Brian menoleh ke arah Athena. “Kemari, tidur le
“Tuan Adnan sudah membuat surat warisan,” kata Athena mengulangi ucapan Ismail yang ia kuping tadi siang saat pria setengah baya itu sedang melakukan panggilan telepon di taman belakang rumah Brian. Brian mendengus kasar lalu mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Sialan,” geramnya marah. “Mereka mempercepat pembagian warisannya, Athena, bahkan disaat aku belum melakukan persiapan apa pun.” Athena menatap simpati ke arah Brian yang terlihat putus asa setelah mendengar kabar itu. “Jadi, sekarang tuan mau gimana? Apa tuan bakal pulang ke rumah orang tua, tuan?” Brian menggeleng lemah. “Aku gak tahu. Ismail belum mengabarkan hal ini padaku, aku gak mungkin pergi sendirian apalagi tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya, itu hanya akan membuat semua rencanaku hancur semua.” Athena menghembuskan napas berat mendengar penuturan Brian, sementara Brian terlihat mengusap kasar wajahnya. Baru saja Brian membuka mulutnya dan hendak kembali berbicara kep
Tengah malam, Brian dan Athena akhirnya tiba di rumah Adnan.Tak ada sambutan apapun dari keluarga Brian, hanya seorang pembantu yang memintanya segera masuk dan menunjukkan kamarnya. Baik Andan atau pun Sadra, tidak ada yang keluar untuk sekadar menampakan wajahnya pada Brian.“Apa rumahnya kosong?” bisik Athena begitu mereka berdua sudah berada di kamar yang dulu ditempati Brian dan dengan pintu kamar yang sudah dikunci dari dalamBrian menghela napas kasar.Ia bangkit berdiri dari kursi rodanya lalu berjalan ke arah tempat tidurnya dan kemudian berbaring di sana.“Aku cuma anak yang dibuang dan dianggap sebagai aib keluarga, Athena. Tentu saja ayahku dan istrinya tidak sudi menyambutku, karena aku tidak penting dan tidak diharapkan.”Brian tersenyum getir lalu menatap nanar plafon kamarnya.Sedangkan Athena perlahan duduk di tepi tempat tidur dan mengulurkan tangannya untuk memijat kaki Brian.“
"T-Tuan... bisa... bicara?" tanya Ismail dengan terbata-bata.Sementara Brian tampak sibuk memijat rahangnya yang perlahan kembali normal. Kemudian, ia menoleh ke arah sang pengacara, dan mengabaikan pertanyaan dari Ismail.“Bukannya itu gak sah, ya, pak pengacara? Ibu tua itu hanyalah istri kedua, sementara semua harta kekayan itu didapat saat pak Adnan masih dengan Mama saya. Harusnya saya, kan yang dapat semua harta itu?” tanya Brian pada pengacara itu.Untuk sejenak, pengacara itu tampak kebingungan. Namun, kemudian ia pun mulai bisa menguasai dirinya-“Ah, iya. Kalo memang kondisi dari anak kandung dari pak Adnan se-sehat ini, tentunya semua harta harus diturunkan pada anda,” katanya.Kemarahan besar pun sempat tercipta jelas di wajah Sandra, sebelum akhirnya perempuan paruh baya itu pun mengubah ekspresinya dengan senyuman sinis.“Serakah sekali kamu, Brian. Kalo pum kamu se-sehat ini, kenapa gak dari dulu
Jam dinding sudah menunjukkan tengah malam, tapi baik Brian atau pun Athena, masih saja terjaga. Rasa kantuk seolah lenyap tak ingin menghampiri mereka berdua.“Sudah minum susu hamilmu?” tanya Brian memecah keheningan di antara mereka.“Belum, tuan. Udah malem soalnya, saya gak enak kalo harus ganggu tidur semua orang.”“Oh,” sahut BRian singkat.Kemudian, tanpa kata Brian pun beringsut turun dari tempat tidur dan melenggang pergi begitu saja keluar kamar, meninggalkan Athena yang kebingungan di tempat tidurnya ketika keheningan justru melingkupi dirinya seorang diri.Tapi, tak lama kemudian, pintu kamar itu pun kembali terbuka lebar, menampilkan Brian yang membawa segelas susu di tangannya. Ekspresi wajahnya masih terlihat datar, baik saat mengunci kembali pintu kamar ataupun saat ia mengulurkan segelas susu itu pada Athena.“Minum susunya, mumpung masih hangat,” katanya dingin.Saat i