Tak ada banyak yang aku harapkan.
Cukup dengan melihatmu setiap pagi menyajikan senyum dan ucapan selamat pagi tiap kali aku bangun tidur pun, aku sudah bahagia.
Ah, andai semua harap tentangmu bisa jadi nyata, Aleah.
(Reza Zanuardi)***
"Atas nama ibu Aleah Dominique?" suara seorang kurir langsung menyapa begitu Athena membuka pintu mansion Andreas.Bukannya langsung menjawab, Athena justru mengerutkan keningnya bingung dengan segala tanya di kepala-
Dia tahu alamat ini dari mana? batin Athena.
“Ya, saya sendiri. Ada keperluan apa?”tanya Athena akhirnya, alih-alih menanyakan pertanyaan yang sebelumnya sempat terlintas di kepalanya.
“Oh, ini ada kiriman bunga dan kotak hadiah untuk ibu Aleah Dominique atas nama pengirim Reza Zanuardi,” jawabnya ringan seraya mengulurkan rangkaian bungan mawar-bunga baby birth dan tulip ungu itu kepada Athena.
Sedangkan Athena sudah
"Brian Atmaja bercerai," ucap Andreas membaca headline dari berita online yang ia baca di ponselnya. “Ckckck... jaman sekarang berita perceraian orang-orang kaya lebih banyak dimuat di media berita, darpada informasi saham atau apapun yang lebih pending,”lanjutnya berkomentar.Sementara Athena tampak termenung mendengar kabar itu. Entah ia harus bereaksi seperti apa. Sebab, untuk sekadar bergembira pun ia tak mampu. Hatinya sudah terlanjur kosong untuk sekadar memberikan reaksi soal Brian.“Kamu gak mau ketawa gitu?” tanya Andreas seraya menoleh ke arah Athena.Athena menggeleng cepat.“Gak deh makasih. Gak peduli juga hidup mereka berantakan atau apa pun juga, kecuali kalo mereka sengsara karena perbuatanku, barulah aku senang." Sudut bibir Athena berkedut, menyunggungkan senyum miring untuk beberapa saat.Andreas terbahak, lalu mengulurkan tangannya untuk sekadar mengusap gemas puncak kepala Athena.&ldq
“Minum obat anda, tuan.” Suara Ismail menegur Brian yang masih saja keras kepala tak mau meminum obatnya sama sekali.Brian masih tetap memilih terus berbaring lemah di atas tempat tidurnya, sambil terus mendiamkan demam menggorogoti tubuhnya lebih lama lagi.“Berhenti mengoceh, Ismail. Suaramu membuat kepalaku makin sakit,” protes Brian seraya menarik selimutnya sampai menutupi seluruh kepalanya.“Tuan, kan, harus mengurus perusahaan. Belum lagi proyek bersama perusahaan Hilton. Kalau anda masih terbaring lemah seperti ini, bu Aleah Dominique pasti akan marah besar. Anda tahu sendiri bagaimana murkanya beliau seperti apa?"Brian diam. Ia enggan menjawab ucapan Ismail dan memilih tetap memejamkan matanya.Pada akhirnya Ismail hanya bisa menghela napas berat dan mengembalikan botol pil obat anti depresan juga obat demam Brian itu ke dalam laci nakas."Ah, ternyata tuan sudah tak punya semangan hidup. Padahal saya
"Kak Andre," panggil Athena ragu. Ia bersandar pada daun pintu ruang praktek Andreas di klinik pria itu.“Ada apa?” sahut Andreas bertanya, setelah ia selesai membungkus semua obat-obatan racikannya.“Eng… itu… aku mau tanya… apa dokter Reza… suka ngerayain ulang tahun?” tanya Athena dengan suara yang sedikit terbata-bata.Mendengar itu, Andreas pun seketika mengulum senyumnya dan berbalik menatap Athena dengan kedua alis yang sengaja naikkan sebelah, berniat menggoda Athena.“Apa ini artinya kamu mau memberikan lampu hijau pada penantian Reza selama ini?”Athena menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tiba-tiba saja merasa malu dan canggung kalau harus mengakui niatannya.“Eng.. iya, aku pikir kata-kata kakak juga ada benernya. Mulai dari hari ini aku mau buka hati aku buat dokter Reza. Apa kakak tahu di mana dokter Reza biasanya ngerayain ulang tahun?”
You Hate When People See You Cry Because You Want To Be That Strong Girl. At The Same Time, Though, You Hate How Nobody Notices How Torn Apart And Broken You Are.(Anonymous)***“Baba, pon unyi.” (Papa, handponenya bunyi.) Suara menggemaskan itu terdengar, disusul dengan langkah kecil Valerie yang datang menghampiri Andreas dengan sebuah ponsel yang digenggam erat oleh tangan mungilnya.Andreas dan Athena yang saat itu sedang duduk di ruang tamu membicarakan soal bisnis pun akhirnya menoleh ke arah Valerie yang berjalan sedikit limbung ke arah mereka.“Oh, iya beneran bunyi. Makasih ya?” Andreas menyahut senang seraya meraih tubuh mungil Valerie untuk duduk dipangkuannya.Ia mengambil ponselnya dan menerima panggilan itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya padangdan matanya tertuju ke arah Athena.“Ada apa?” tanya Athena.Andreas tak langsung menjawab. Ia menutup lubang spiker
Hari Senin pagi, Athena begitu semangat melangkahkan kakinya memasuki lift VIP khusus para eksekutif perusahaan.Hari ini sangat menyenangkan bagi Athena karena ia berangkat bekerja diantar oleh Reza. Pria itu bahkan datang pagi-pagi sekali untuk sekadar menjemput Athena. Bahkan,Reza begitu telaten menyuapi Valerie, membuat Athena merasa benar-benar punya pasangan yang cocok untuk dirinya dan ayah yang baik untuk anaknya."Morning, Bu Aleah. Anda sepertinya sangat ceria hari ini, tidak seperti biasanya." Suara Brian menyapa.Sontak, saat itu Athena menoleh ke belakang, untuk sekadar mendapati Brian yang tersenyum tipis ke arahnya.Ah, sial memang. Saking larutnya dalam rasa senang, Athena bahkan sampai tidak melihat keberadaan Brian.“O-Oh… morning pak Brian,” sahut Athena sedikit terbata. Ia berdeham sejenak sebelum akhirnya ia menetralkan raut wajahnya kembali menjadi terlihat tanpa ekspresi."Diantar oleh suami, bu?" ta
"Gak guna!" Thena tersungkur di lantai rumahnya yang masih berupa tanah berdebu, sementara Bimo mengamuk karena Thena tak bisa memberinya uang untuk berjudi. Sebuah pukulan keras dari kayu rotan itu menodai betis mulus Thena yang seputih susu. Luka dari pukulan itu meninggalkan guratan merah dengan rasa perih yang menyiksa, walau rasa sakitnya sangat menyengsarakan, tapi Thena enggan menangis. Padahal dulu Bimo tak seperti ini. Bimo tak pernah sekasar ini. Bimo yang dahulu Thena kenal hanyalah pria baik dan cukup tampan, sehingga Thena pun berani jatuh hati padanya. Namun, entah kebencian macam apa yang merasuki Bimo. Pria itu tiba-tiba saja berubah setelah mereka dijodohkan. Setelah mereka menikah, Bimo jadi terjerumus pada perjudian dan bahkan jadi pemabuk. Semua hal baik yang dulu Thena lihat dari pria itu pun seketika lenyap dari ingatannya. Yang tersisa hanyalah Bimo yang terlalu mengerikan untuk bisa Thena anggap sebagai manusia. Tak hanya itu, Bimo pun jadi selalu menyalahk
Thena tak pernah berani membayangkan kebahagiaan dalam kehidupannya yang menyedihkan ini, tapi kesengsaraan yang tak berujung bukankah terlalu berlebihan? Seolah kehidupan yang menyengsarakan saja tidak cukup, Tuhan justru membuat Thena harus menghadapi kesedihan bertubi-tubi seperti ini. "Antarkan nona ini pulang dulu," kata Ismail seraya menoleh ke arah salah satu pria tinggi besar yang sebelumnya menjemput Thena dan Bimo. "Baik, pak. Ayo nona ikuti aku," sahut pria asing itu lalu kemudian meraih bahu Thena dan menggiringnya pergi. Namun Thena menepisnya. Ia menatap penuh protes ke arah Bimo- "Mas, ini ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba kayak gini?" Helaan napas berat terdengar dari Bimo. Ia kemudian tersenyum hangat dan menghampiri Thena, seraya mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut puncak kepala Thena. Ini pertama kalinya Bimo bersikap selembut ini, dan hal ini membuat Thena sempat membeku dan tersihir untuk beberapa saat. "Kamu pulang duluan aja, ya? Aku ada urusan
Bimo babak belur. Tulang pipinya bengkak dan membiru akibat bogem mentah dari pria kekar dengan badan penuh tato sampai ke area lehernya itu. Sudut bibirnya Bimo lebam dengan sisa-sisa darah yang mengering di sana. Ya, pagi-pagi sekali Bimo dijemput paksa oleh Ismail dan beberapa anak buah Brian dengan alasan yang tidak diketahui oleh Bimo. "Tuan... Ampun, tuan. Saya teh gak bohong. Saya cuma cium Thena, itu pun terpaksa karena saya panik Thena banyak tanya soal apa yang saya lakukan di rumah tuan. Jadi, demi buat dia bungkam, saya cium dia. Sumpah, saya gak nyentuh dia lebih daripada itu." Dengan bertelanjang dada dan kedua tangan yang diikat ke belakang, ia bersimpuh dan menatap penuh permohonan pada pria yang berada di hadapannya. Brian Atmaja. Dengan air wajahnya yang tanpa ekspresi dan tatapan mata yang dingin itu, dia duduk di kursi rodanya. Rahangnya terlihat bengkok ke samping seperti orang yang terkena stroke. Ia mengangkat tangannya dan membuat gerakan yang tidak bisa di