All Chapters of Terpaksa Jadi Istri Ketiga Juragan Empang: Chapter 1 - Chapter 10

108 Chapters

Bab 1

Seorang gadis berlari dengan air mata yang sudah jatuh membasahi pipi, mengikuti langkah pria paruh baya yang menuntunya. Deru napasnya keras terdengar namun Ia tetap melangkahkan kakinya dengan cepat.Namanya Gendis Rahayu, ia masih duduk di bangku SMA dan terlahir dari keluarga yang sederhana."Ya Allah, semoga saja Bapak baik-baik saja," batin Gendis berdoa sepanjang jalan.Pandanganya samar-samar menatap jalanan yang ia pijak dengan kaki yang bergetar."Bapak." Gendis berlari menghampiri Hartono yang sudah terbaring lemas di ranjang. Wajahnya pucat dan matanya sendu setengah terpejam."Sepertinya bapak kamu sakitnya tambah parah, Gendis. Apa tidak sebaiknya kita bawa saja ke rumah sakit," ucap pria yang menjemput Gendis dari sekolahnya. Ia terpaksa menjemput Gendis dan membawanya pulang karena ia yang tak sengaja menemukan Hartono yang tergeletak di belakang rumah."Tapi aku nggak punya uang, Pak," jawab Gendis dengan air mata yang masih berlinang. Tangannya menggenggam erat tang
Read more

Bab 2

Malamnya Gendis menyiapkan makan malam sederhana. Ia hanya memasak sayur kangkung dan menggoreng tahu. Menu sederhana itu akan Ia santap bersama dengan bapak dan adiknya."Mbak, bapak kok belum datang? Apa bapak sakitnya kambuh lagi?" tanya Indri pada Gendis yang masih sibuk menyendokkan nasi ke piring."Iya Ndri. Nanti biar Mbak saja yang antar makan malam bapak ke kamar. Kamu makan saja sekarang setelah itu istirahat," ucap Gendis lembut.Indri pun lalu memakan makan malamnya. Sementara Gendis pergi ke kamar Hartono.Tamoak Hartono yang tengah berbaring miring membelakangi pint sehingga saat Gendis masuk hanya bisa menyaksikan punggung Hartono."Pak, bapak belum makan, kan? Ini Gendis bawakan makan malam," ucap Gendis sembari mendekati Hartono. Ia lalu duduk di pinggiran ranjang.Tak lama Hartono pun menoleh. Sambil terbatuk, ia mencoba bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk."Dadanya masih sakit banget, ya, Pak?" tanya Gendis pelan."Iya Ndok. Sepertinya sakitnya bapak semakin
Read more

Bab 3

Sampai pagi menyapa, Gendis masih belum juga tidur. Air matanya masih terus keluar membasahi pipinya."Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tidak mau menikah dengan pria yang sudah beristri tapi bagaimana dengan nasib bapak dan Indri kalau sampai aku tidak menikah dengan juragan Karta," batin Gendis.Pikirannya masih terus melayang jauh entah kemana. Bahkan sampai matahari mulai menyingsing. Gendis memilih untuk tak berangkat sekolah karena pikirannya yang sedang kacau saat itu.Terdengar derap langkah kaki di luar kamarnya dan setelah itu menghilang begitu saja. Namun, Gendis masih tak bangkit dari tempat tidurnya saat itu. Ia masih meringkuk memeluk kakinya yang ia tekuk hingga ke dada."Tok, tok, tok."Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dengan cepat Gendis menyapu air matanya yang saat itu masih keluar dari matanya."Gendis, ini bapak. Apa bapak boleh masuk?" tanya Hartono."Iya oleh, Pak," jawab Gendis dengaj suara parau.Hartono pun masuk dan melihat
Read more

Bab 4

Dengan berbunga-bunga Karta pulang ke rumah. Indah dan Ayu yang melihat wajah semringah Karta pun merasa heran. "Kamu kenapa, Mas? Kok senyum-senyum begitu?" tanya Ayu menghampiri Karta. "Aku akan segera menikah lagi! Aku akan punya anak laki-laki," jawab Karta sembari tertawa senang. Indah yang mendengar ucapan Karta pun segera menoleh ke arah Karta dan Ayu. "Bagaimana ini, bagaimana jika mas Karta menikah lagi dan berhasil punya anak laki-laki. Itu artinya hanya aku satu-satunya istri yang tidak memberikannya keturunan." Indah membatin dalam hati. Rasanya begitu sangat sakit saat ia harus mendapatkan hinaan dari semua orang karena tak bisa punya anak. "T-tapi, Mas. Bagaimana kalau dia tidak bisa memberikanmu anak laki-laki." Ayu menghentikan tawa Karta saat itu dengan kalimatnya. "Tidak mungkin! Dia pasti bisa memberikanku anak laki-laki. Aku yakin dia bisa memberikan ku anak laki-laki yang tidak bisa kalian berikan," ucap Karta. "Tapi, Mas. Aku kan punya Raya, aku nggak mau y
Read more

Bab 5

"Ndis? Kenapa kamu menerima pernikahan ini? Kamu kan tidak menyukai juragan Karta," ucap Hartono yang perlahan melangkahkan kakinya mendekati Gendis yang menangis sesenggukan sembari menundukkan kepalanya."Iya, Mbak. Kenapa mbak Gendis menerima ucapan juragan Karta." Indri yang juga tak percaya pada keputusan Gendis saat itu langsung mendekat ke arahnya."Mbak nggak mau kamu yang menjadi tumbal atas penolakan Mbak pada juragan Karta. Mbak nggak rela kalau sampai kamu menikah dengan juragan Karta. Kamu masih sangat muda, Ndri. Jalan masa depanmu masih panjang," jawab Gendis sambil sesenggukan."Tapi aku rela kok Mbak, berkorban untuk keluarga ini. Aku rela ikhlas jika aku memang harus melakukan itu semua," jawab Indri."Kalau kamu saja mau mengorbankan masa depanmu masa aku sebagai kakak malah bersembunyi di balik badanmu. Aku nggak mungkin membiarkan kamu kehilangan masa depanmu dengan menjadi istri ketiga jadi biar Mbak saja yang menikah dengannya dan kamu lanjutkan sekolahmu.""Ter
Read more

Bab 6

Akhirnya mereka pun sampai di kantor KUA. Kedua mata Gendis semakin samar menatap penghulu di depannya dengan mata yang berkaca-kaca."Apakah bapak yakin ingin menikah siri?" tanya pak penghulu saat itu.Bak disambar petir di siang bolong. Gendis membulatkan kedua matanya mendengarkan jawaban dari Karta saat itu yang mengiyakan pertanyaan dari pak penghulu."A-apa ini? Apa aku akan menjadi istri sirinya juragan Karta? Kenapa aku hanya dinikahi siri," batin Gendis yang saat itu ingin memberontak karena tak ingin dinikahi siri.Seumur hidupnya, Gendis tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan menjadi istri siri dari seorang pria yang menikahinya.Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Gendis yang duduk tepat di samping Karta menatap Hartono yang ada di depannya."Pak, tolong aku... Aku tidak mau dinikahi siri. Kenapa aku dinikahi siri," batin Gendis yang tak mampu mengeluarkan kalimat yang sudah ada di ujung bibirnya."Hei, kamu jangan menangis! Jangan bikin malu aku dan Karta," bisik An
Read more

Bab 7

"Ya Tuhan, bagaimana ini. Aku belum siap melayaninya," batin Gendis bergejolak. Seketika air matanya mengucur kembali dengan sangat deras. Jantungnya semakin berdegup kencang saat melihat Karta perlahan melepaskan kancing baju miliknya.Terlihat rambut-rambut halus yang tumbuh di dada dan menyembul keluar saat baju mulai terbuka."J-juragan, t-tapi ini masih siang. Apa kita harus melakukannya sekarang? bukankah tadi Juragan bilang ada urusan penting yang harus dikerjakan." Gendis berusaha mencari cara agar Karta mengurungkan niatnya untuk menunaikan kewajibannya sebagai suami istri."Itu mah gampang. Aku bisa menyelesaikannya setelah ini." Ekpresi penuh napsu tamoak jelas di wajah Karta. Kedua matanya fokus menatap gunung kembar milik Gendis yang masih bersembunyi di balik kebaya putih yang dipakainya."Ya Tuhan, bagaimana ini. Sepertinya Juragan Karta ingin melakukannya sekarang," batin Gendis semakin tak karuan.Karta yang sudah selesai melepaskan kancing bajunya, langsung melempa
Read more

Bab 8

"Lebih baik sekarang kamu bangun dan jangan bermalas-malasan! Jangan sok jadi tuan putri du rumah ini," umpat Anjarwati lagi.Bibir Anjarwati masih mengerucut menatap Gendis yang masih tertunduk di depannya."Indah, Ayu!" Suara Anjarwati yang keras dan lantang membuat Ayu dan indah segera datang menghampirinya."I-iya, Bu. Ada apa?" tanya Ayu menghampiri Anjarwati. "Kamu urus gadis ini. Ajari dia mengurus rumah ini," ucap Anjarwati pada Ayu dan Indah.Mendengar ucapan Anjarwati membuat Ayu tersenyum mengembangkan bibirnya hingga tanpa garis bibir yang sedikit terangkat.Sementara Indah hanya menoleh ke arah Gendis tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Kedua matanya menatap dalam Gendis yang masih tertunduk."Wah, dengan senang hati aku akan mengajarinya, Bu," jawab Ayu semringah."Tapi ingat, jangan sampai dia terluka sedikit saja. Kalau tidak nanti Karta bisa marah besar," ucap Anjarwati mengingatkan."Tenang saja, Bu. Itu tidak akan terjadi," jawab Ayu penuh keyakinan.
Read more

Bab 9

"Pantas saja mas Karta jatuh hati pada gadis itu. Ternyata secantik itu wajah naturalnya," batin Ayu yang masih belum bisa memalingkan tatapannya pada Gendis."Gendis, biasanya mas Karta jam 5 sore pulang, bagaimana kalau kamu bantu aku masak di dapur," ajak Indah sembari bangkit dari duduknya.Melihat Indah yang sudah bangkit dari duduknya membuat Ayu pun segera mengikutinya."Tunggu dulu!" Ayu menghentikan langkah kaki Indah dan Gendis saat itu. Keduanya pun kompak menoleh ke arah Ayu."Mbak Indah nggak boleh bantuin Gendis masak. Biarkan saja dia yang masak hari ini. Anggap saja itu adalah tugasnya di rumah ini di hari pertamanya menjadi seorang istri," ucap Ayu."Tapi, Yu. Gendis kan masih baru di rumah ini. Dia pasti belum tahu selera lidah di rumah ini. Biar aku bantu dia saja." Indah tetap bersikukuh ingin membantu Gendis.Indah pun meraih tangan Gendis dan hendak membawanya ke dapur, tapi dengan cepat Ayu berjalan menghalangi keduanya."Tunggu dulu!" Ayu berdiri tepat di depa
Read more

Bab 10

"Ini semua kamu yang masak, Ndis?" tanya Karta menatap Gendis.Gendis pun menganggukkan pelan kepalanya. Tampak senyuman di bibir Karta saat mendapat jawaban dari Gendis."Wah, kamu ini benar-benar hebat. Kamu benar-benar istri yang baik," puji Karta pada Gendis. Tangannya mengusap lembut kepala Gendis membuat Ayu kegerahan.Raut wajah Ayu menjadi merengut melihat Gendis yang diperlakukan begitu manja dan mendapatkan pujian dari Karta.Ayu mengeratkan kepalan tangannya menahan amarah yang mulai muncul. Sekuat tenaga Ayu menahan rasa cemburunya pada Gendis saat itu."Sial! Ngapain sih mas Karta muji-muji gadis itu. Nggak penting banget," batin Ayu kesal.Namun, tiba-tiba saja Ayu mengembang senyum tipis saat mengingat kejahatan yang telah ia lakukan pada Gendis."Sekarang kamu seneng dipuji mas Karta tapi kamu lihat saja nanti," batin Ayu lagi.Seketika senyum Ayu pun memudar saat Karta menoleh ke arahnya. Dengan cepat Ayu merapihkan rambutnya yang tergerai lurus, mencoba menarik perha
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status