Alenta menarik tangannya perlahan, menjauh dari kaki Julia. Bingung ingin menjawab apa, Alenta termenung dalam kebingungan. “Kenapa kau diam saja, Alenta?” tanya Julia yang menjadi semakin penasaran. Julia ingin bertanya lebih dalam lagi, dia ingin mencecar Alenta. Seperti rasa haus, dia membutuhkan air untuk melepas dahaga. “Alenta, walaupun aku sendiri tahu benar otakku sedang kacau bahkan ingatan juga seperti semu, tapi aku tidak lupa bagaimana biasanya kau berpenampilan. Kau, sekarang seperti seorang pelacur, Alenta!” Terkejut sekali, sampai rasanya Alenta kehilangan detak jantungnya. Pelacur? Sungguh, Alenta benar-benar tidak menyangka kalau mulut kakaknya dapat menyebut dirinya dengan sebutan yang amat kotor seperti itu. Diremasnya kain dress rumahan yang dia gunakan, Alenta sedang berusaha dengan susah payah menahan suara tangisnya yang ingin pecah. Matanya sudah memerah, bibirnya mulai gemetar. Tapi, Alent
Read more