Semua Bab Ketika Ipar Meminjam Rumah Baruku: Bab 21 - Bab 30

54 Bab

Risma dan Reno Syok

"Suamiku sudah meninggal, Nad."Nada mendadak bungkam. Dia menunduk, meremas ujung kaos yang ia kenakan. Perempuan itu merasa bersalah. "Maaf, ya, Mbak. Saya tidak tahu.""Tidak apa-apa," jawab Rara datar. Suasana terasa tak nyaman, hingga membuat kami bungkam. Bahkan serial drama yang tadinya menyenangkan mendadak tak menarik. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. "Aku pulang, Mbak. Ini tak bawa, ya. Uangnya besok." Nada beranjak. Tak lama ia menghilang dari ruang keluarga. Aku dan Rara masih membisu. Namun kepala terus berisik, menyuarakan sebuah pertanyaan. Siapa ayah biologis janin yang Rara kandung? "Mbak pasti penasaran siapa ayah kandungnya, kan?" tanya Rara seraya mengelus perut yang sudah membukit itu. Entah dari mana Rara tahu isi hatiku. Mungkin terlalu sering pertanyaan itu keluar dari mulutku atau mulut Mas Reza sehingga ia bisa dengan mudah menebak isi kepalaku. Rara menghela napas. "Dia masih hidup, Mbak.""Siapa orangnya, Ra? Biar Mas Reza yang cari. Lelaki i
Baca selengkapnya

Mengusir Pasangan Tak Tahu Malu

"Siapa yang bilang mereka tidak berhak, Mbak? Mereka lebih berhak dari pada Mbak Risma dan Mas Reno karena rumah ini sudah disewa selama satu tahun kedepan.""Apa!""Gila kamu, Li! Aku ini Masmu lho. Tega-teganya kamu usir kami dari rumah ini!" pekik Mas Reno. "Maaf Mas, kalau mau gratis silakan tinggal di rumah ibu. Toh di sana ada dua kamar kosong. Karena Rara memilih tinggal bersama kami.""Aku gak mau ya, Mas! Aku gak mau!""Mbak Lili bagaimana ini? Kami sudah memberikan DP lho.""Tenang, Mbak. Besok rumah ini sudah dikosongkan." Aku merogoh kunci duplikat yang ada di dalam tas. "Ini Mbak, kunci rumah ini," ucapku seraya memberikan benda berwarna perak tersebut. "Lili, kurang ajar kamu, ya!""Li kita harus bicara," bisik Mas Reza. "Bentar ya, Mas."Aku menoleh ke arah penyewa rumah ini. "Mbak dan Mas mau lihat-lihat rumahnya?" Aku buka pintu utama agar hingga terbuka lebar. "Besok saja, Mbak. Tolong pastikan rumah ini benar-benar sudah bersih, ya!""Siap, Mbak, Mas."Lelaki da
Baca selengkapnya

Tetangga Baru

"Ayo pulang, Mas!" Aku menarik tangan Mas Reza agar beranjak dari tempat duduk. "Kenapa, Li?""Rara ketakutan, Mas!""Ketakutan apa?""Pokoknya pulang sekarang!"Aku terus menarik tangan Mas Reza hingga ia berdiri dan mengikuti langkahku. Namun lelakiku berhenti sesaat. Dia menoleh ke belakang, menatap lekat netra Mas Reno. "Jangan coba-coba masuk ke rumah itu. Jika Mas Reno nekat, bersiaplah untuk berhadapan dengan pihak kepolisian!"Bibir ini melengkung ke atas. Akhirnya Mas Reza dapay bersikap tegas. Kenapa tidak dari dulu, Mas? Kami berjalan menuju kamar bapak dan ibu. Samar terdengar perdebatan di antara keduanya. Ibu berusaha meyakinkan bapak, tapi sayangnya bapak tak percaya lagi. Tok! Tok! Tok! Pintu aku ketuk tiga kali. Mas Reza memanggil ibu dan bapak. NoKami akan berpamitan sebelum pulang ke rumah. "Masuk, Za!" seru bapak. Sedikit ragu aku mengikuti langkah Mas Reza. Kami berdiri berhadapan dengan bapak dan ibu. "Mau apa kamu, Za? Tidak cukup kamu menjelek-jelekkan
Baca selengkapnya

Bertemu Seseorang

"Siapa Mbak?" tanya Rara ketika aku berjalan melewatinya. Aku terdiam sesaat. Nama Guntur kembali terngiang di telinga. Apa dia lelaki yang Rara maksud atau hanya nama yang sama. Namun bukankah lelaki brengsek itu tinggal di Jakarta? Ah, mungkin hanya namanya yang sama. Ya, kurasa memang begitu. "Kok diam, Mbak? Nada yang di depan tadi, ya?""Bukan pasangan suami istri yang membeli rumah Haji Husein."Rara mengangguk, seolah mengerti ucapanku. Meski aku yakin dia tak mengenal Haji Husein. Karena Rara tak pernah keluar rumah selama di sini. "Besok periksa ya, Ra?""Mbak gak bosen nyuruh Rara periksa terus?" tanyanya sedikit kesal. "Mbak mikirin si utun, bukan kamu. Sekali-kali dengerin orang tua ngomong!"Rara menghela napas. Dengan terpaksa ia menganggukkan kepala. Dia pasti lelah mendengar omelanku yang tak pernah berkurang, apalagi berhenti. Sebagai seorang kakak aku bertanggung jawab penuh atas kesehatan Rara dan calon anaknya. Aku tak ingin mengecewakan bapak. Mengingat bapak
Baca selengkapnya

Benarkan, keluar!

"Kamu kenal Guntur, Ra?"Rara membuang muka sambil mengatakan tidak. Adik kandung Mas Reza berlalu, dia masuk kamar dan menguncinya rapat. Fix, Guntur lelaki brengsek itu. "Kenapa Rara, Li?" tanya Mas Reza yang masih duduk di teras. Ternyata sejak tadi dia mengawasi gerak-gerik kami. "Rara marah, Li?" tanyanya untuk kedua kali. Terdiam, ada kebimbangan yang menyelimuti hatiku. Berkata jujur atau diam membiarkan Rara mengatakan kebenaran pada Mas Reza keluarganya. Ah, aku tidak bisa memutuskan, keduanya memiliki konsekuensi yang besar. Saat ini aku hanya bisa diam. "Kecapekan kayanya Mas. Namanya ibu hamil mudah capek dan mood-nya mudah berubah."Mas Reza menganggukkan kepala. Dia percaya atas kebohongan yang aku ucapkan. Maaf, Mas. Belum saatnya kamu mengetahui kenyataan pahit ini. Biar waktu yang menjawab semuanya. "Sudah makan, Li?" "Belum, Mas. Rara ingin cepat-cepat pulang katanya capek, Mas."Ah, lagi-lagi aku terpaksa berbohong demi menutupi kenyataan pahit. Sampai kapan
Baca selengkapnya

Telepon Mbak Risma

"Sudah selesai BAB-nya?"Aku hanya meringis mendengar pertanyaan bunda. Jangan tanyakan perasaanku saat ini. Kejadian beberapa menit yang lalu sangat memalukan. "Bunda jangan dibahas terus. Malu."Tawa menggema di ruang tamu, mereka kembali mengejek karena aku seperti anak bayi. Sungguh menyebalkan. "Kenapa motornya jadi begitu, Ra?" Pertanyaan ayah membungkam mulut kami. Tawa yang sedari tadi menggema menguap di udara. "Kok diam, Li? Motornya kenapa baret di mana-mana?"Aku dan Mas Reza saling senggol. Namun belum ada yang berani mengeluarkan kata-kata. Tatapan ayah mampu menciutkan nyali kami. "Kamu yang bilang, Mas! Ini gara-gara ibu, kan!"Mas Reza tak menjawab. Dia telan saliva dengan susah payah. Ada ketakutan dari sorot mata lelakiku. "Motor rusak saat dipakai ibu saya, Yah. Saya benar-benar minta maaf."Ayah dan bunda saling pandang. Helaan napas terdengar begitu jelas. Namun tak ada makian yang terlontar dari mulut keduanya. Kedua orang tuaku mampu bersikap bijak sekali
Baca selengkapnya

Rara Pergi ke Syukuran Amira

"Li, pinjam lagi rumahmu, ya. Mbak gak kuat tinggal satu atap bersama ibu."What? Pinjam rumah lagi ... apa aku tidak salah dengar? Bisa-bisanya Mbak Risma meminta itu. Dia benar-benar tak memiliki urat malu."Rumah sudah disewa, Mbak. Mana bisa main usir orang. Mbak sudah enak di rumah ibu tidak mengeluarkan uang untuk bayar kontrakan.""Mending bayar kontrakan, Li. Dari pada kena omel tiap hari."Aku tersenyum mendengar keluhan Mbak Risma. Bukan senang dengan penderitaan kakak iparku itu. Namun puas melihatnya tahu bagaimana watak ibu sebenarnya.Sejak menikah Mbak Risma tak pernah tinggal seatap dengan ibu. Dari dulu keluarga Mas Reno selalu diagungkan karena lebih unggul dari segi finansial. Sekarang semua telah berubah, roda kehidupan telah berputar, tak selamanya yang di atas selalu di atas."Boleh, ya, Li.""Maaf, Mbak. Saya tidak bisa."Sambungan telepon kumatikan seketika. Lelah berlama-lama meladeni mereka. Untuk apa bersusah payah menasihati dan memberi masukan, jika satu
Baca selengkapnya

Luka Rara

"Ayo, Mas!""Ke mana?""Ke rumah Pak Guntur, pakai nanyak lagi!"Aku berjalan cepat menuju rumah Guntur dan Amira. Sepanjang jalan aku berpapasan dengan beberapa tetangga. Namun tak satu pun dari mereka yang aku sapa. Saat ini pikiranku hanya satu, Rara.Kediaman Guntur dipenuhi orang-orang, baik perempuan, laki-laki dan anak-anak. Mereka sudah memenuhi ruang tamu dan teras. Mataku menyapu setiap sudut ruangan, mencari seorang perempuan yang tengah hamil. Namun tak jua kutemukan keberadaannya. Kamu di mana, Ra?"Kenapa berdiri aja, Li? Masuk gih, dah dilihatin orang banyak ini," bisik Mas Reza tepat di telinga kiriku.Aku menoleh sekeliling, benar saja semua mata menatap ke arahku. Karena aku berdiri tepat di mulut pintu. Bukan hanya orang yang ada di ruang tamu, di teras pun semua mata tertuju pada kami.Dengan menahan malu aku duduk tak jauh dari pintu. Aku justru berhadapan langsung dengan pemilik rumah, Guntur dan Amira. Dua pasangan itu tampak begitu bahagia dan aku benci itu.Ak
Baca selengkapnya

Reza Tahu Kebenaran

Pintu terbuka setengah, kepalaku masuk untuk mengintip Rara. Namun mataku membola melihat darah yang menetes di lantai. "Rara!"Pintu yang belum terbuka lebar kudorong kencang. Bahkan terdengar benturan pintu dengan dinding bercat putih tersebut. "Mas Reza! Mas!"Aku menyambar syal yang tergeletak di atas ranjang. Dengan cepat kututup luka sayatan di tangan kiri itu. Aku tekan pergelangan tangan agar tak semakin banyak darah yang keluar. Cara ini mampu menghambat pendaran, itu yang aku tahu dari internet. "Ya Allah, Rara ... kamu kenapa nekat?""Mas Reza! Tolong!"Aku terus menjerit memanggil nama suamiku. Berulang kali aku menjerit meminta tolong hingga terdengar langkah kaki mendekat. "Ada apa sih, Li? Kenapa teriak-teriak sih? Mas masih ngantuk," jawab Mas Reza tapi belum nampak batang hidungnya. "Panggil ambulans, Mas!" teriakku. "Kenapa Rara, Li?" tanya Mas Reza yang sudah berdiri di belakangku. "Ya Allah, kenapa anak itu nekat?""Bukan saatnya mengira-ira, Mas. Cepat telep
Baca selengkapnya

Terpaksa Operasi Caesar

"Kamu akan tetap pergi ... sedang di dalam sana Rara berjuang antara hidup dan mati. Kamu tega meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini, Mas?""Ah!"Mas Reza kembali menjatuhkan bobot di kursi. Dia menunduk, mengusap kasar rambut ikalnya. Mas Reza bener-benar kebingungan dengan situasi saat ini.Aku paham betul apa yang kini dia rasakan. Sama sepertiku tempo hari, ingin kuhajar lelaki kurang ajar seperti Guntur. Namun Rara menghalangiku. Kini aku paham alasan kenapa dia memilih bungkam. Dia tak tak ingin hidupnya semakin hancur karena disebut and perempuan penggoda. Kenyataannya dia hanya korban keegoisan Guntur.Waktu seolah terpaku, tak bergerak sama sekali. Berkali-kali aku menatap ke arah pintu. Namun tak jua terbuka, ruangan itu masih tertutup rapat. Itu pula yang membuatku semakin dilanda kegelisahan dan ketakutan.Lantunan azan subuh terdengar dari ponsel Mas Reza. Namun hingga detik ini operasi belum juga selesai.Tidak lama tangis bayi terdengar hingga di luar ruangan opera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status