Semua Bab Ketika Ipar Meminjam Rumah Baruku: Bab 31 - Bab 40

54 Bab

Seba Salah

"Apa yang terjadi di rumah, Mas? Kamu bertengkar dengan Guntur?""Bagaimana keadaan Rara? Kenapa sampai sekarang dia belum siuman?"Bukan sebuah jawaban yang aku dapatkan. Namun sebuah pertanyaan yang justru keluar dari mulut Mas Reza. Ya, lelaki itu berusaha mengalihkan pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya. "Kamu tidak bisa belajar bahasa Indonesia, Mas? Sebuah pertanyaan harusnya dijawab, bukannya justru di beri sebuah pertanyaan?""Maaf, Li. Mas tidak bisa menahan emosi. Mas kesal melihatnya dapat tertawa lepas sementara Rara merasakan sakit. Bahkan dia berjuang antara hidup dan mati.""Mas bilang ke semua orang jika Rara hamil anaknya begitu?""Tidak, Li. Hanya bicara empat mata dan berakhir cekcok. Dia tidak mengakui jika bayi itu anaknya. Dia kurang ajar, Li!"Mas Reza tertunduk, tangan kanannya mengepal, netranya menatap tajam ke depan. Siapa yang tak marah jika adiknya diperlakukan seperti itu. Aku benci dengan Guntur, dia pecundang. "Mas tahu, saat Mas Reza pergi Rara me
Baca selengkapnya

Rara Mengamuk

"Bangun, Li! Bangun!"Aku terperanjat, seketika terbangun dari ranjang. Namun kembali memejamkan mata saat nyeri terasa di kepala."Bagus ya kamu, Li! Adik masuk rumah sakit, suami capek-capek nungguin tapi kamu enak-enak tidur."Ya Allah ... Drama apa lagi ini?"Apa sih, Bu? Lili tu capek.""Capek dari mana? Kamu saja tiduran begini. Yang capek itu Reza karena udah nungguin Rara. Kalau di rumah harusnya bersih-bersih. Ini malah enak-enakan sementara rumah udah kayak kapal pecah. Istri macam apa kamu ini!"Ya Allah ....Aku mengelus dada yang terasa berdenyut. Ibu dan Mas Reno tidak tahu lelahnya tubuhku tak tidur semalaman. Mereka berbicara tanpa mengetahui kenyataan yang ada. Selalu aku yang salah dan mereka yang benar."Aku baru pulang dari rumah sakit, Bu. Semalaman aku gak tidur karena menunggu Rara. Apa aku salah jika istirahat sebentar sebelum membersihkan rumah dan ke rumah sakit?"Ibu dan Mas Reno terdiam. Mereka membalikkan badan lalu pergi dari kamarku. Tidak ada rasa ber
Baca selengkapnya

Biaya Rumah Sakit Rara

"Cepat kemari, Li. Rara mengamuk lagi.""Ada ibu dan Mas Reno, kan?""Rara ngamuk lihat ibu dan Mas Reno. Kamu atau Reza cepat kemari!"Aku mendongak, menatap benda kotak yang menempel di dinding kamar. Jarum panjang dan pendek berkolaborasi hingga menunjukkan pukul 21.00 WIB."Cepet, Li!" seru ibu dari balik sambungan telepon."Iya, Bu."Segera aku ganti daster dengan gamis berwarna coksu. Tidak lupa hijab instan warna senada aku kenakan. Setalah mengambil kunci dan tas, dengan hati-hati aku keluar kamar. Aku tidak ingin Mas Reza terbangun, dia sudah kelelahan berjaga sendirian di rumah sakit.Semilir angin malam menemani perjalananku. Jalanan masih ramai dengan kendaraan yang melintas. Ada rasa tenang karena aku aman mengendarai sepeda motor malam-malam seorang diri. Ya, di sepanjang jalan bukan hanya aku yang sendirian.Rumah sakit menjadi tujuanku saat ini. Mungkin hingga beberapa hari ke depan. Tergantung kesehatan Rara dan bayinya.Suasana bangunan tingkat lima ini terlihat leng
Baca selengkapnya

Ibu Kabur

"Aku tidak salah dengar kan, Mas? Mas Reno minta rumah kita di jual, Mas? Rumah yang baru kita bangun. Dia benar-benar berkata begitu? Ya Allah ... Entah di mana pikiran saudaramu itu. Masalah bukannya dicari solusi tapi malah nambah perkara baru."Lepas sudah amarah yang aku pendam. Cukup sudah aku diam selama ini. Nyatanya mereka justru semakin menjadi. Kini aku tahu sifat asli keluarga suamiku. Tidak ada lagi topeng yang mampu menutupi bobroknya hati dan pikiran mereka.Selama ini aku selalu mengalah. Berusaha menjadi ipar dan menantu yang baik. Namun tetap tak ada artinya. Lelah, rasanya aku ingin menyerah.Bisa gak sih ganti mertua dan ipar tanpa harus ganti suami?"Mas juga gak ngerti kenapa Mas Reno bisa tega berkata demikian. Padahal dia tahu, tanah sawah yang kita bangun adalah hak Mas. Bapak yang memberikannya.""Tapi aku gak pernah lihat sertifikat rumah kita, Mas. Serifikat rumahnya ada, kan?"Kalimat tanya itu tiba-tiba muncul di kepala. Tiba-tiba ada kekhawatiran yang
Baca selengkapnya

Bapak Meninggal

"Maaf, Li. Ibu dan Mas pulang tanpa pamit. Bapak sedang tidak enak badan. Kasihan bapak jika ditinggal terlalu lama."Kalimat yang keluar dari mulut ibu saat kutanyakan kenapa pulang tanpa berpamitan. Bahkan ia tak menjenguk Rara sebelum pulang ke Salatiga. Aku tak mengerti arah dan pikiran Mas Reno dan ibu. Mereka tua tapi tidak dewasa sama sekali. Di sini yang tua siapa sih? Heran aku. Aku pijit kepala yang terasa berdenyut. Masalah satu belum selesai tapi muncul masalah yang baru. Tuhan, sampai kapan aku harus bersabar? Pantas saja tiket surga mahal harganya. Sabar saja sudah luar biasa, apalagi maaf dan ikhlas. TingSebuah pesan kembali masuk di aplikasi hijau milikku. Aku masih diam di tempat. Perasaan malas dan kesal menahan jemariku untuk menggapai ponsel itu. Aku tidak mau moodku kembali berantakan setelah membaca pesan dari ibu atau Mas Reno. Ponsel itu kembali bergetar dan berbunyi. Lagi-lagi sebuah pesan masuk di aplikasi yang sama. Dengan berat hati aku ambil benda pi
Baca selengkapnya

Rara dipojokkan

"Bapak, Li ... Bapak meninggal."Allah.... Tubuhku lunglai, ambruk di lantai rumah sakit. Tangisku pecah, meski tak sampai menjerit histeris. Namun sikapku memancing semua orang menatap kemari. Terserah mereka mau berkata apa, fokusku hanya satu ... kabar kematian bapak. "Li ... Lili! Kamu masih di situ, kan? Cepat kemari, Li. Nomor Reza tidak bisa dihubungi," ucap Mbak Risma panik. "I-iya, Mbak."Sambungan telepon telah dimatikan Mbak Risma. Namun aku masih terpaku. Kaki terasa lunglai, tak kuat menahan beban tubuh yang tak seberapa ini. Aku masih tak percaya jika bapak telah berpulang. "Ada apa, Mbak?" tanya seorang perempuan paruh baya yang melewatiku. Perempuan itu menatapku lekat, seolah ia kasihan melihat kondisiku saat ini. Mungkin aku terlalu memelas. "Tidak apa-apa, Bu. Terima kasih."Aku beranjak, melangkah perlahan meski tubuh sempoyongan. Kakiku benar-benar tak bertenaga. Kematian bapak adalah pukulan terhebat untukku. "Terima kasih sudah menerima Reza, Li. Maaf ji
Baca selengkapnya

Kabar dari Rumah Sakit

"Pergi kamu, Ra! Bapak gak butuh anak seperti kamu!"Ya Allah ... tega betul Mas Reno mengatakan hal demikian. Bahkan kalimat itu meluncur di hadapan jenazah bapak. "Bapak, maafkan Rara!"Rara kian terisak, merangkul peti mati berwarna putih tersebut. Dia terus memanggil bapak seraya mengucapkan kata maaf. Namun sayang, lelaki itu tak akan terbangun. Sesal tak akan mengubah keadaan, karena sesuatu yang telah pergi tidak mungkin bisa kembali lagi. Tangis dan jerit Rara memancing semua mata menatap ke arah mereka. Bisik-bisik kembali terdengar jelas di telinga. Situasi takziah tak lagi kondusif, jenazah bapak bukan lagi menjadi fokus. Namun tangis dan jerit Rara menjadi topik utama. "Bawa Rara ke kamarnya, Za!" Suara bariton membuatku menoleh ke belakang, tepat ke arah pintu masuk. Mas Raka melangkah mendekat, disusul istri dan kedua anak lelakinya. "Reza, bawa Rara ke kamarnya!" Aku senggol lengan Mas Reza. Untuk sekian detik suamiku terpaku, sehingga sentuhan tanganku membuatnya
Baca selengkapnya

Bunuh Diri

Aku mengabaikan ucapan mereka. Fokusku hanya satu, kamar Rara. Pintu kubuka sedikit kencang, pintu otomatis terdorong ke dalam hingga nampak jelas pemandangan di sana. Aku tercengang, mulut terbuka lebar, bahkan tubuhku mendadak luruh di lantai. Ya Allah ... Rara. Perempuan yang baru saja melahirkan itu tertidur di atas ranjang dengan mata melotot dan mulut berbusa putih. "Tolong! Tolong!" teriakku tapi tubuh masih terpaku. Bahkan kaki tak mampu menopang tubuh ini. "Ada apa, Li?""Kenapa teriak-teriak?"Hentakan kaki terdengar begitu jelas, tidak hanya satu tapi tiga atau empat orang. "Kenapa teriak-teriak, Li? Mbak dah pusing tambah pusing dengar suara kamu," pekiknya dengan suara yang kian mendekat. Mas Reza, Mbak Risma, Mas Reno dan Mas Raka menunduk, menatapku penuh tanda tanya. Tanpa menjawab jari telunjuk aku arahkan ke kamar Rara. Seketika mereka menoleh tepat ke arah tatapan mataku. "Rara!"Semua berteriak dan berlari masuk ke kamar adik iparku. Mas Raka memeriksa keada
Baca selengkapnya

Menagih Hutang

"Aa ...," teriak seseorang dari dalam kamar mandi.Seketika aku menoleh ke arah kamar mandi yang letakkan tepat di samping dapur. Pintu berwarna biru muda itu masih tertutup rapat. Tak lama Mbak Risma keluar dengan wajah pucat pasi, dia ketakutan."Ada apa to, Mbak?" tanyaku."A-aku lihat Rara, Li. Di ... di sana!" ucapnya seraya menunjuk kamar mandi."Mana ada orang mati hidup lagi, Mbak. Mbak kebanyakan nonton sinteron sih," jawabku sekenanya.Sebenarnya ada rasa takut yang tiba-tiba hadir. Aku kembali teringat sebuah film horor yang pernah kutonton. Orang yang bunuh diri arwahnya akan gentayangan. Namun aku tidak yakin akan hal itu. Sinetron dan film hanya cerita fiksi yang ditulis seseorang."Lihat saja kalau gak percaya!" ucapnya kesal.Mendadak aku membatu. Tidak ... tidak, nyaliku tidak sekuat itu. Bagaimana kalau bukan Rara, tapi sosok kuntilanak penunggu kamar mandi? Ah, aku bisa mati berdiri."Nah kamu aja takut, Li!""Gak, Mbak!"Dengan menguatkan nyali aku berjalan ke kama
Baca selengkapnya

Siapa yang menjenguk Asyifa

"Lili, kurang ajar kamu ya!"PLAK!Panas menjalar dari pipi hingga dadaku. Amarah kian menjadi karena sikap kakak iparku. Mbak Risma menamparku setelah kenyataan yang terungkap di depan semua orang."Kamu punya hutang sama Rara, Risma? Kenapa gak bilang sama aku?" tanya Mas Reno seraya menatap tajam. Kemarahan tergambar jelas di netra lelaki itu."Bohong, Mas! Mana pernah aku hutang Rara! Lili fitnah!"Ck! Aku tersenyum sinis ke arahnya. Pandai sekali dia tak mengakui hanya karena Rara telah meninggal dan aku tak memiliki bukti. Dia pandai memutar balikkan kenyataan yang ada."Mana buktinya kalau aku punya hutang, Li? Kalau gak bisa kasih bukti tandanya kamu bohong!" serunya seraya tersenyum mengejek padaku.Sudah kuduga Mbak Risma akan mengatakan demikian. Dia pandai mengambil kesempatan atas tidak adanya bukti yang kumiliki."Aku memang tidak memiliki bukti, Mbak. Rara mengatakannya sebelum ia keluar dari rumah sakit. Aku yakin dia tak berbohong. Kalau pun Mbak Risma tidak mengakui
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status