All Chapters of Ketika Ipar Meminjam Rumah Baruku: Chapter 11 - Chapter 20

54 Chapters

Pulang ke Rumah

“Apa Ibu bilang?”“Kamu gimana sih, Li? Kalau orang tua ngomong didengerin! Capek ibu ngulang berkali-kali. Denger,ya ... rumah kamu dipakai Reno sementara, setidaknya sampai Masmu dapat kerja dan bisa ngontrak rumah sendiri.”Allahu Akbar!Setidaknya sampai Masmu punya kerja? Lalu kapan? Kenapa mereka memakai tanpa izin dariku? Kunci duplikat memang dibawa oleh bapak karena kami jarang pulang kemari. Kami berniat tinggal di sini satu bulan lagi, setidaknya sampai rumah itu selesai 100 %. Namun apa yang aku dapatkan, rumah baruku justru dipakai kakak ipar.“Kenapa ibu tidak bicara sama kami dulu? Harusnya ibu meminta izin pada kami sebelum kunci itu ibu berikan kepada orang lain.”“Orang lain kamu bilang, Za? Reno itu kakak kandungmu. Saat ini dia sedang kesusahan, sudah sepantasnya kamu dan Lili membantunya, bukan justru mengusirnya.” Ibu meletakkan cangkir teh dengan kasar. “Ingat ya, Za kamu berhutang budi pada Reno,” pekik ibu kemudian masuk kamar.Aku terduduk lemas di kursi ka
Read more

Rara Kabur

"Rara kabur, Za!""Kabur, Bu? Kenapa bisa?""Reza mana? Kasih teleponnya ke Reza!" serunya. Aku menghela napas. Sabar ... Sabar, ini ujian pernikahan. Aku mengelus dada kemudian membangunkan Mas Reza dari alam mimpi. "Apa, Li? Nanti Mas cuci piringnya. Mas ngantuk ini.""Ini ibu telepon, katanya Rara kabur.""Kabur?"Mas Reza terperanjat, seketika dia sambar ponsel yang ada di tangan kananku. Aku hanya memperhatikan wajah panik dari lelakiku. Beberapa kali dia mengusap wajah kasar. Dia bingung dan khawatir dengan adik perempuannya. "Reza ke sana sekarang, Bu!"Mas Reza meletakkan ponsel di atas kasur lantai. Dengan cepat ia berlari menuju kamar. Aku pun mengikuti ke mana langkah kakinya. Namun entah kenapa aku tak bersiap, ada perasaan ragu yang membuatku memilih diam terpaku. "Kamu di rumah saja, Li. Aku tahu kamu masih kecewa dengan ibu.""Tapi, Mas.""Nanti aku bilang ada kepentingan lain."Mas Reza segera pergi meninggalkan rumah. Setelah kepergiannya, ada perasaan tak nyaman
Read more

Kedatangan Ibu Mertua

"Benar ini kediaman saudara Reza?""Iya, Pak. Suami saya tidak kenapa-kenapa, kan?" tanyaku cemas, aku tidak bisa membayangkan hal buruk terjadi pada Mas Reza. "Suami ibu?""Bapak ke sini ingin mengatakan jika suami saya kecelakaan, begitu?"Aku perjelas perasaan khawatir yang menyelimuti diri ini. Bukankah kedatangan polisi selalu berkaitan dengan kasus dan kecelakaan. Mas Reza tidak mungkin mengalami sebuah kasus, sehingga kecelakaan seketika terlintas di kepalaku. "Saya tidak tahu menahu tentang Pak Reza, Bu. Kedatangan saya kemari untuk menyampaikan jika adik Pak Reza berada di rumah sakit.""Rara maksud Bapak?""Iya, saudari Rara pingsan di jalan tak jauh dari kantor kami. Tidak ada KTP atau pun ponsel, setelah saudari Rara sadar kami baru bisa mencari informasi."Aku bernapas lega, ternyata bukan kecelakaan yang terjadi pada Mas Reza. Polisi itu justru menemukan orang yang kami cari-cari. "Di mana rumah sakitnya, Pak? Saya akan segera ke sana."Lelaki bertubuh tegap dengan ku
Read more

Kejutan Untuk Ibu Mertua

"Sarapan dulu, Mas, Bu?" Aku meneguk air putih hingga tandas tak tersisa. Sedikit aku lirik perempuan paruh baya yang masih berdiri dengan menyilangkan kedua tangan di dada. Apa ibu tidak capek?"Kamu itu harusnya di rumah. Tidak malu keluyuran dengan perut besar begitu, Ra? Ibu malu, Ra! Malu punya anak sepertimu!"Braak!Kursi kayu itu di dorong keras ke belakang, Rara segera pergi menuju kamar. Teriakan Ibu tak mampu mengubah pendirian adik suamiku itu. Tidak lama terdengar pintu dibanting keras. Aku menghela napas melihat sikap perempuan bergelar ibu. Saat anaknya terpuruk, harusnya dia mampu menjadi pelindung, memberi kenyamanan agar Rara tak semakin terluka. Namun ibu hanya mementingkan perasaannya sendiri. Dia lupa, Rara butuh perhatian bukan nasihat apalagi caci dan maki. Rara jelas salah karena telah melakukan perbuatan terlarang. Namun sebagai keluarga, kita harus tetap memberi semangat. Bukan justru menjatuhkan mentalnya yang tinggal lima persen tersebut. Setelah keper
Read more

Kedatangan Orang Tua Lili

Sudah dua hari ibu menginap di sini. Jangan tanya lagi seperti apa mentalku, hancur tak berbentuk. Tiap hari selalu ada drama yang ia ciptakan. "Lili!"Benar, bukan ... baru juga dibicarakan, ibu sudah mengeluarkan ajian maut. Aku menguatkan mental sebelum akhirnya melangkah mendekati ibu. Perempuan yang sudah melahirkan suamiku itu tengah asyik menonton acara televisi. Sinetron dengan ganre drama rumah tangga menjadi serial yang tak pernah terlewatkan. "Ada apa, Bu?" tanyaku pelan. "Ibu pengen selat Solo, buatkan, ya!" pintanya tanpa menoleh ke arahku sedikit pun. Fokusnya masih satu, serial favoritnya. Aku menghela napas, menghilangkan rasa kesal dalam dada. Ingin rasanya menegur, tapi terhalang rasa tak enak. Seperti ini perasaan menantu pada umumnya. Wahai para mertua, mengertilah. Ah, sayangnya ibu tidak pernah peduli. "Beli saja, ya, Bu. Sudah siang, Mas sayurnya juga sudah lewat," rayuku. "Sekali-kali minta tapi tetap gak dikasih. Percuma punya menantu tapi apa-apa bel
Read more

Motor Baruku

"Kenapa-kenapa? Kamu itu yang kenapa? Rumah belum ditempati sudah dipinjamkan orang."Mas Reza diam, susah payah ia menutupi ketegangan yang tercipta. Nah lho, mau jawab apa kamu, Mas? "Maaf, Bun, Yah. Secepatnya Mas Reno akan pindah ke kontrakan."Helaan napas keluar dari mulut bunda dan ayah. Sama sepertiku, mau tak mau mereka menerima keputusan tersebut. Namun mereka meminta Mas Reno segera meninggalkan rumah kami. "Carikan rumah kontrakan, bulan pertama biar ayah yang bayar. Pemilik rumahnya saja ngontrak tapi malah rumahnya dipinjamkan orang."Ayah menatap ibu dan Mas Reza bergantian. Namun mereka hanya mampu membisu. Sudah pasti mereka tak punya nyali untuk menjawab. Aku masih heran, kenapa keluarga Mas Reza tak dapat berpikir panjang. Tindakan mereka bukan hanya merugikan aku dan Mas Reza. Namun menciptakan jarak di antara keluarga, keluargaku dan Mas Reza. "Motor itu untuk hadiah Lili. Tidak ada seorang yang boleh menggunakan tanpa izin darinya," ucap Ayah seraya melirik
Read more

Ibu Minta Pulang

"Maafkan ibu, Li.""Iya, maafkan ibu, Nak."Aku beristighfar sambil mengelus dada. Meski nyatanya amarah masih memenuhi hati. Entah harus aku apakan ibu. Aku marah dan kecewa karena sikap lancangnya mengakibatkan motor baruku rusak. Bukan karena motor itu baru. Namun lebih pada hadiah yang diberikan orang tuaku. Apa tidak cukup rumahku dia pinjamkan pada anak lelakinya yang lain. Haruskah dia merusak hadiah berharga itu? Ya Robb, kenapa aku harus mendapatkan mertua seperti dia? "Maafkan ibu, Li.""Aku gak mau tahu, motor aku harus seperti baru.""Tapi, Li.""Aku gak mau tahu, Mas. Kamu dan ibu harus bertanggung jawab!"Aku pergi sambil menghentak-hentakkan kaki. Mulut ini terus saja menyalahkan atas apa yang ibu lakukan. Aku benar-benar tak rela ibu merusak hadiah dari ayah dan bunda. Ranjang bergetar saat aku menjatuhkan tubuh di atasnya. Tangisku pecah seketika. Tidak bisa lagi kutahan sesak dalam dada. Aku terlanjur kecewa pada perempuan bergelar ibu mertua. Motor matik warna
Read more

Memeriksakan Kandungan

Sudut bibir terangkat ke atas. Senyum kemenangan tergambar jelas di wajahku. Tidak perlu susah-susah mencari maling itu, ternyata Allah sudah menunjukkan dengan sendirinya. Bahkan secepat kilat. Seketika aku beranjak, melangkah menuju kamar tamu. Kamar yang kini digunakan Rara dan ibu. Tidak lupa kubawa kartu debit yang aku temukan di lantai kamar. Setelah mendapatkan barang bukti, seorang maling harus ditangkap, bukan? Pintu kuketuk sebanyak tiga kali. Tak lupa kupanggil nama Rara agar ia terbangun. Pintu terbuka, Rara keluar seraya menutup mulutnya dengan tangan kiri. "Ada apa, Mbak?""Ibu mana, Ra?" "Bukannya di luar, ya?""Gak ada, Ra.""Apanya yang gak ada, Li?" sahut Mas Reza yang berjalan mendekat, sebuah gelas berisi es teh berada di tangan kanannya. Aku mengambil gelas itu kemudian menyeruputnya hingga menyisakan setengahnya. "Ibu hilang.""Ibu hilang gimana, Li?" Seketika wajah Mas Reza menjadi tegang. Dia menatapku tajam. Lagi-lagi aku seperti terdakwa kasus pencur
Read more

Maling Ngaku Maling

"Suaminya di luar, ya? Boleh disuruh masuk."Aku dan Rara saling pandang. Entah kenapa tiba-tiba membeku. Kalimat yang sudah kususun berjatuhan hanya karena sebuah tatapan. Aku kebingungan memberi sebuah jawaban. "Suami saya sudah meninggal, Dok," jawab Rara lirih. Dokter dan suster itu saling pandang kemudian ucapan duka keluar dari mulut mereka. Entah perkataan itu benar atau tidak, aku tak lagi peduli. Satu yang membuatku lega, Rara mampu menutupi aib ini. Dokter memeriksa Rara sambil menjelaskan perkembangan janin dalam perutnya. Aku menatap gambar di layar monitor tersebut. Tanpa sadar bulir demi bulir jatuh membasahi pipi. Aku merindukan momen seperti itu Ya Robb. Jangan minta aku untuk bersabar. Nyatanya menunggu selama dua tahun itu melelahkan. Lelah dengan pertanyaan kapan memiliki momongan? Ke dokter spesialis kandungan belum? Jangan-jangan kamu gak subur. "Silakan duduk, Bu."Aku tersentak, lamunan itu hilang dalam sekejap mata. Pandangan kembali pada ruang praktik dok
Read more

Suami Mbak Rara Seperti Apa?

"Mas Reza tu, Mbak."Aku mengangguk, kemudian beranjak dari depan televisi. Aku tinggalkan beberapa pakaian yang belum dikemas. Menyambut kedatangan suami adalah kewajiban yang tidak bisa diwakilkan. "Assalamualaikum," ucapnya lirih. Aku mencium punggung tangan Mas Reza dengan takzim. Namun suamiku hanya diam. Tak ada senyum yang biasanya nampak. Kekecewaan yang kini terlihat jelas di matanya. Apa yang terjadi di kantor? Apakah ada masalah? Pertanyaan itu terus terlintas di kepala ini. Mas Reza melangkah gontai menuju kamar. Aku mengikuti langkah nya."Aku tidak jadi dipindahkan di cabang Salatiga, Li," ucap Mas Reza saat kami berada di atas pembaringan. Helaan napas keluar sebelum aku menoleh ke arahnya. Lelaki yang menemaniku selama dua tahun itu menatap langit-langit kamar. Kekecewaan nampak jelas di matanya. Sebelum membangun rumah, Mas Reza sudah mendapat kabar akan dipindahkan ke cabang yang ada di Salatiga setelah pembangunan kantor selesai dikerjakan. Itu pula yang memb
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status