Semua Bab Perjanjian Cinta Om Duda: Bab 11 - Bab 20

72 Bab

Bab11. Janji suci yang ternodai

"Bibi," sapa Eira begitu dia berdiri di depan Wati. Diam-diam dia melirik wanita paruh baya yang selalu bersikap arogan di depannya. Walau begitu, Eira masih berharap jika bibinya akan berubah pikiran dan kembali menerima dirinya dan Gilang sebagai keluarga. "Duduk!" titah Wati sambil menunjuk kursi di depannya menggunakan dagu.Eira mengangguk lalu duduk. "Kenapa kita bertemu di sini, Bi? Apa Bibi gak mau lihat Kak Gilang?" Wati tersenyum sinis. "Kamu pikir aku ke sini untuk menjenguk mayat hidup sepertinya? Jangan harap." "Bibi!" Tanpa sadar, Eira meninggikan suaranya. Dia tak terima jika Gilang disebut sebagai mayat hidup. "Kakakku masih hidup dan sebentar lagi dia akan sadar, tolong ingat itu, Bi!""Benarkah? Lihat saja nanti, sampai kapan dia akan bertahan dan kamu bisa mendapatkan uang untuk membiayainya," ejek Wati sambil terkekeh sinis. Eira mengepalkan tangannya, kini dirinya mulai menyesal karena telah menemui wanita jahat itu dan masih mengharapkan kebaikannya. "Kalau Bi
Baca selengkapnya

Bab.12 Bayangan masalalu

"Bu-bulan madu?" Eira menatap bingung Aryan dan Maheswari secara bergantian. Bukankah ini hanya sebuah pernikahan palsu, tetapi kenapa harus ada bulan madu? Bagaimana dengan pekerjaanya, terlebih dia juga masih harus mengurus Gilang."Iya, sayang. Ini adalah tiket bulan madu selama sebulan."Eira semakin terkejut kala mendengar waktu bulan madu yang sangat panjang. "Ta-tapi, Bu-" Eira semakin merasa prustasi ketika melihat Aryan yang diam saja. Jelas-jelas acara ini tidak ada dalam perjanjian, dia tidak akan mau jika harus meninggalkan Gilang dalam waktu yang lama."Terima kasih untuk hadiahnya, Bu, Papah. Tapi, apa kita bisa membicarakan semua ini nanti saja," pinta Aryan yang akhirnya membuka suara."Baiklah. Tapi, keberangkatan kalian besok pagi, jadi jangan sampai terlambat ya." Maheswari mengelus pelan pundak Eira sambil tersenyum lembut.Eira hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Dia bahkan sudah tidak berselera lagi unt
Baca selengkapnya

Bab.13 Malam pertama

Aryan berdiri di bawah dinginnya tetes air shower yang terus membasahi tubuhnya. Menyugar rambut basahanya, dia mendongak membiarkan wajahnya langsung terkena air sambil terus mengatur napasnya yang masih memburu. Aryan merutuki dirinya sendiri yang hampir saja terbawa oleh amarah bayangan masa lalu. Untung saja asistennnya tiba-tiba menelepon hingga getar ponsel di sakunya mampu menyadarkannya dan mencegahnya melakukan hal yang terkutuk pada Eira.Inilah salah satu alasan dia tidak lagi mau berhubungan dengan mahluk yang bernama perempuan. Dia bahkan belum dapat melupakan bagaimana sakitnya dikhianti oleh kepolosan dan kelembutan yang ternyata menyembunyikan beribu duri dan racun yang sangat mematikan. Bukan hanya dirinya, tetapi juga keluarganya yang hancur. Cukup lama Aryan berada di sana, berteman dengan dinginnya air dan rasa benci akan ketidakberdayaannya. Lelaki itu baru saja ke luar setelah merasa lebih tenang. Matanya sempat menangkap Eira yang masih terl
Baca selengkapnya

Bab.14 Pindah rumah

Eira membeku dengan lidah yang terasa kelu Napasnya bahkan tertahan karena gerakan spontan Aryan. "I-iya, Pak...." Eira mencoba menjawab dengan susah payah setelah beberapa saat. Namun, ternyata Aryan malah kembali menutup matanya dan tertidur dengan wajah tenangnya. 'Apa dia sudah tidur lagi?' Eira menyipitkan matanya, memastikan jika lelaki itu memang hanya mengigau dengan cara mengibaskan tangannya di depan wajah Aryan. "Hah, ngagetin aja. Aku kira dia bangun beneran," gumam Eira yang kini merasa lega, walau tangannya masih terjebak di genggam lelaki itu. Akhirnya, Eira memilih pasrah, dia duduk di lantai sambil bersandar di sisi ranjang. Berada dalam posisi yang sama dengan waktu yang cukup lama, membuat Eira mulai merasa bosan hingga kembali mengantuk. Tanpa sadar kelopak matanya terasa berat dan akhirnya tertutup bersamaan dengan kesadarannya yang menghilang. Eira tertidur.***Eira membuka matanya kala sinar matahir me
Baca selengkapnya

Bab. 15 Bagai terpenjara

"Jadi mereka semua ada di pihak Ibu dan Papah?" tanya Eira, setelah dia mendengar penjelasan Aryan tentang semua pekerja yang ada di rumah itu.Eira menghembuskan napas kasar ketika matanya melihat anggukkan Aryan. "Jadi, sekarang kita harus tidur di satu kamar yang sama?" Aryan kembali mengangguk. "Bagaimana ini," keluh Eira, merutuki keputusannya yang lebih memilih rumah ini daripada berbulan madu.Aryan sempat memeperhatikan Eira yang kini tampak lebih prustasi dibanding dirinya. Sepertinya gadis itu baru mengetahui jika hidup di rumah ini, mungkin akan terasa sama seperti terpenjara, karena mereka tidak akan bisa bebas di depan para pekerja kedua orang tuanya. Merasa tak ada lagi yang harus dibicarakan, Aryan beranjak berdiri bersamaan dengan dering ponsel di sakunya. Setelah melihat nama siapa yang tertera di layar, dia segera melangkahkan kakinya dan masuk ke salah satu ruangan yang ada di sana.Sementara itu, Eira hanya melirik k
Baca selengkapnya

Bab.16 Kejadian memalukan

"Astaga!" Aryan segera membalik tubuhnya hingga kini memunggungi Eira yang bahkan sudah masuk kembali ke kamar mandi. Walau ini bukan pertama kalinya Aryan melihat tubuh wanita, tetapi entah mengapa terasa berbeda ketika itu Eira. "Bapak ngapain masuk ke sini? Bapak mau ngintipin aku mandi ya?!" teriak Eira dari dalam kamar mandi. Dia menyandarkan tubuhnya di balik pintu sambil memegangi dadanya yang terasa sesak akibat debar jantung yang meningkat lebih cepat dalam waktu singkat."Maaf, saya tidak bermaksud." Aryan berujar, masih sambil membelakangi pintu kamar mandi. "Saya kira kamu masih di kamar mandi....""Gak usah banyak alasan! Tetep aja, Bapak gak sopan karena udah masuk ke sini padahal aku lagi mandi!" Teriakan Eira kembali terdengar.Aryan mulai bingung, akibat terkejut dia bahkan sampai melupakan niat awal dirinya masuk ke ruang walk in closet, hingga dering ponsel milik Eira yang berada dalam genggamannya kembali terdengar."
Baca selengkapnya

Bab.17 Kerja lagi

Eira berjalan riang menuju mini market tempatnya bekerja. Setelah kemarin malam dia berusaha terus merayu Aryan agar mengizinkannya bekerja menggantikan temannya, akhirnya lelaki itu luluh juga, walau dia masih tetap harus membersihkan apartemen setelahnya. "Selamat pagi," sapanya pada rekan kerjanya yang sedang bersiap di ruang belakang.Eira menghembuskan napas pelan, dia bersyukur karena semua pekerjaannya berjalan dengan lancar hingga jam sepuluh malam gadis itu baru saja sampai di gedung apartemen Aryan."Dasar gak punya perasaan, masa dia masih aja nyuruh aku ngebersihin apartemen, padahal tau kalau aku pulang malam," gerutu Eira ketika menunggu pintu lift terbuka."Ekhm!"Tubuh Eira menegang kala telinganya mendengar suara deheman dari belakang tubuhnya yang terasa familiar. Perlahan, dia memutar lehernya hingga matanya melebar saat melihat seseorang yang berdiri tepat di belakangnya."Ba-bapak?" gumam Eira sambil meringi
Baca selengkapnya

Bab.18 Terulang lagi?

"Yeah, akhirnya selesai juga." Eira menghela napas puas sambil melihat dua piring spaghetti di depannya. Segera melepas apron dan menyimpannya kembali, lalu mengambil piring spaghetti dan hendak memutar tubuh untuk berjalan menuju meja. Namun, salah satu kakinya tersandung hingga mengganggu keseimbangannya dan mengakibatkan salah satu piring lepas dari tangan.Eira berdiri kaku dengan mata melebar sepenuhnya dan mulut terbuka. Dia tatap seluruh spaghetti yang jatuh berhamburan beserta pecahan piring, lalu bergumam pelan. "Astaga...."Sementara itu, Aryan yang baru saja datang tampak menghentikan langkahnya tiba-tiba, tepat saat melihat kekacauan yang terjadi di dapur. Pandangannya beralih pada Eira. Dia hanya menatapnya dengan alis terangkat, seolah sedang bertanya walau tanpa ada kata yang terucap."Eum, ini ... maaf, saya gak sengaja menjatuhkannya," ujar Eira yang merasa canggung karena sudah melakukan kesalahan. Lagi. 'Kenapa aku ceroboh sekali sih? U
Baca selengkapnya

Bab.19 Kejadian nahas

"Jangan bicara sembarangan!" Aryan menatap Eira tajam. Sebenarnya dia tidak berniat untuk mengejutkan gadis itu, hanya saja dirinya terlupa sesuatu dan tak sengaja mendengar gerutuan Eira tentangnya. Namun, saat Aryan mendengar Eira menyebutnya dingin dan tanpa ekspresi, sontak saja membuat dirinya tidak teriama. Lagi pula, siapa juga yang akan diam saja ketika mengetahuai seorang gadis yang telah mengumpatnya berulang kali. Akhirnya dia tak bisa lagi menahan mulutnya untuk memperingatkan Eira.Aryan bisa melihat wajah pucat Eira dan pandangan mata yang berubah tidak fokus. Saat ini dirinya yakin, jika gadis itu tengah ketakutan atau mungkin merasa bersalah padanya. Namun, Aryan memilih tak menanggapi, dia memilih berbalik dan masuk kembali ke ruang walk in closet. Ujung bibirnya tampak tertarik hingga menunjukan seringai tipis seiring langkah kakinya.Sementara itu, Eira hanya mampu kembali merutuki kecerobohannya yang entah mengapa selalu tak ketahuan oleh Aryan. Dia seolah tak bis
Baca selengkapnya

Bab.20 Bertemu mantan

Beberapa saat kemudian Aryan kembali ke meja makan dengan raut wajah yang semakin kelam. "Ada sesuatu yang harus segera aku urus.""Ada apa, Ar?" Maheswari tanpak ikut khawatir."Gak apa-apa. Ibu gak usah khawatir. Tapi, aku harus segera pergi," ujar Aryan sambil menenggak kembali sisa kopinya. Lalu, beralih pada Eira sebelum melanjutkan ucapannya. "Kamu gak papa kan pergi kerja sendiri hari ini?""Iya, aku gak papa kok, Mas. Mas, gak usah khawatir," angguk Eira. Dia beranjak hendak ikut ke kamar untuk menyiapkan Aryan. Namun, lelaki itu menahannya."Kamu temani saja Ibu, aku bisa melakukannya sendiri," ujar Aryan lalu bergegas menuju ke kamar.Beberapa saat kemudian, Aryan sudah kembali dengan pakaian yang lebih rapih. Dia lebih dulu menghampiri Eira dan Maheswari untuk berpamitan. "Ibu, aku juga mau bersiap-siap dulu," pamit Eira setelah mengantar kepergian suaminya.Maheswari mengangguk sambil tersenyum lembut. Sebenarnya tadi malam dia sudah berbicara dengan Aryan mengenai pekerj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status