Aryan menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Dia baru saja menghentikan langkahnya tepat di depan kamar utama, di mana Eira berada di dalamnya. Aryan menatap pintu di depannya, dia merasakan tangannya mulai berat, seolah ada sesuatu yang menahannya di bawah sana. Namun, Aryan memaksakan kehendaknya dan mulai mengangkat tangannya. Perlahan dia ketuk pintu itu ... sekali, belum ada jawaban apa pun dari dalam sana. Dua kali ... kerutan di kening Aryan mulai terlihat kala dia tak mendengar suara apa pun dari dalam. “Eira....” Aryan mencoba memanggil gadis yang tengah merajuk di dalam sana. Namun, masih tak ada jawaban. Tidak menyerah, Aryan kembali mengetuk pintu dengan lebih kencang. “Oke!” Aryan menelan salivanya, merasa sulit mengucapkan kata selanjutnya. "Aku minta maaf.” Aryan menundukkan kepala hingga ubun-ubunnya menyentuh daun pintu. Tiba-tiba hatinya merasa resah, karena tak juga ada jawaban dari dalam. 'Ke mana sebenarnya dia? Apa dia benar-benar marah padaku hi
Read more