Home / CEO / Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda : Chapter 51 - Chapter 60

91 Chapters

CEO 51 Welcome to Korea

Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih tujuh jam lima belas menit, akhirnya pesawat Korean Air yang ditumpangi Alayya, Ibrahim juga Oscar dan Bembi sudah berhasil mendarat di Incheon Airport Seoul, Korea Selatan. “Wuah … akhirnya aku bisa sampai di Korea juga. Makasih banyak ya, Tuan udah mau ajak aku ke sini,” pekik Alayya saat mereka berjalan keluar dari area kedatangan luar negeri. “Baguslah kalau kamu senang. Sekarang kita langsung ke hotel dan istirahat. Besok pagi saya ada meeting, jangan keluar kamar tanpa ada saya, kamu bisa ngerti, Ya?” titah Ibrahim tanpa menghentikan langkah kakinya. Sementara koper mereka Oscar yang mendorong troly-nya bersama Bembi yang Ibrahim ikutkan untuk menjaga Alayya selama berada di Korea. “Siap, Tuan. Aku akan turuti apa pun kemauan Anda, karena aku nggak bisa bahasa inggris,” jujur Alayya diiringi kekehan. Ibrahim mengangguk lalu tersenyum. Perasaannya sangat senang saat ini ka
Read more

CEO 52 Curhat Ayya pada Ghania

Sesuai jadwal yang telah ditentukan, pagi ini Ibrahim sudah berada di ruang meeting hotel untuk menghadiri rapat umum pemegang saham perusahaan ShinTae Group yang mana dirinya termasuk salah satu dari lima pengusaha yang mempunyai saham terbesar di perusahaan ekspor dan impor itu. Berbeda dengan Ibrahim yang akan berkutat dengan laptop dan presentasi para pemegang saham, Alayya yang berada di kamarnya justru sedang menikmati makan paginya. Menu sarapan yang dia pilih pagi ini adalah Dakjuk, sajian berupa bubur nasi yang sehat dengan irisan daging atau sosis juga irisan jamur dan suwiran ayam. Hampir sama dengan bubur ayam di Indonesia, tetapi di dalam Dakjuk ada potongan jahenya. “Rasanya enak, tapi aneh ya? Ada rasa jahenya. Hmm … jadi ingat kata Ghania, dasar lidah ndeso, makanan begini nggak bikin kenyang,” keluhnya setelah menghabiskan satu mangkuk dakjuk hangat. Ingat nama Ghania, wanita itu pun segera mengambil ponsel
Read more

CEO 53 Fakta Mengejutkan

Alayya baru saja keluar dari kamar mandi saat ponselnya berdering. Sempat lupa di mana dia letakkan ponsel itu, Alayya sampai keluar masuk kamar dan ruang tamu hanya untuk mencari benda pintar itu.“Ya Allah, ternyata masih di sofa ya, ponselnya,” celoteh Alayya sembari mengambil ponsel yang masih bernyanyi itu.“Assalamu'alaikum,” sapa Alayya pada si penelepon dengan ramah.“Wa'alaikumsalam. Udah pinter salamnya sekarang, ya?” goda Ibrahim dari balik telepon. Alayya pun berdecak, tetapi tak pelak pipinya memanas seketika mendapat pujian seperti itu. Untung saja Ibrahim tidak ada di hadapannya, kalau tidak dia pasti sudah salah tingkah.“Udahan meeting-nya apa belum? Aku bosan nih, di kamar terus.” Alayya merajuk. “Udah kok makanya saya telepon kamu. Kamu udah solat apa belum?”“Belumlah, kan, aku nggak tahu jamnya. Ini bukan Indonesia, Tuan,” Alayya pun bersungut tak suka.
Read more

CEO 54 Rindu untuknya

“Kamu kenapa, Ya? Makanannya nggak enak?” Ibrahim bertanya saat melihat Alayya hanya memainkan sendok di atas piringnya. Tidak juga mendapat jawaban, Ibrahim memberanikan diri menyentuh punggung tangan Alayya. Sontak wanita itu tersentak, “I-iya, Tuan.”Ibrahim berdecak pelan. “Kamu melamun? Ada apa? Katanya bosan di kamar, udah di luar kok kelihatan nggak senang?” Alayya berusaha sekali untuk tersenyum. Namun, ketika netranya melihat Oscar yang duduk di belakang Ibrahim, wajahnya kembali berubah. “Ada apa Ayya? Berapa kali saya harus tanya biar kamu mau jawab?” “Maaf, Tuan. Nggak ada apa-apa kok, aku cuma ngantuk.” Entah apa korelasinya, tetapi Alayya rasa itu alasan paling tepat dirinya yang tidak bersemangat.“Astagfirullah, ya udah habisin makanannya terus kembali ke kamar aja, ya?”“Nggak, nggak. Bisa tambah gila nanti aku, Tuan,” kelakarnya yang malah makin membuat pria rupawan di depannya itu mengerutkan dahinya. “Kenapa begitu?” tanyanya penasaran“Iya, lah. Pasti! Karena
Read more

CEO 55 Aku Mencintaimu, Tuan

Tadinya Alayya pikir bisa mengabaikan rasa kecewa dalam hatinya seperti biasanya. Akan tetapi, ternyata dia salah. Kali ini bukan hanya rasa kecewa juga kesal yang bercokol, melainkan ada perasaan lain yang bernama cemburu hadir di lubuk terdalamnya. “Apaan, sih? Kenapa juga aku harus cemburu sama orang mati, coba? Astaga! Kamu udah gila, ya, Ayya?” Alayya menggerutu sambil berjalan mondar-mandir. Sungguh, apa yang sudah Ibrahim lakukan padanya tadi sore benar-benar melukai hatinya, tetapi Alayya tidak bisa marah karena dia tahu, Ibrahim pasti tidak akan pernah merasa bersalah. Malam malam Alayya lewati. Rasa kesal dalam hatinya sudah sampai ke ubun-ubun. Bisa-bisanya dia dipanggil Nisa? Jelas-jelas kalau dia itu Alayya, sangat berbeda dengan wanita cantik berhijab itu. Alayya memilih masuk ke dalam selimutnya. Malam ini dia ingin tidur lebih awal. Tidak peduli Ibrahim sedang apa dan di mana, yang pasti Alayya ingin hari cepat berganti. Siapa tahu besok pagi saat terbangun, dia sud
Read more

CEO 56 Rahasia Oscar

Derai air mata itu tidak juga mau berhenti. Rasa sakit dan sesak menjadi satu dalam hatinya. Alayya sadar semua kejujurannya akan percuma, tetapi dia harus lakukan itu agar perasaannya bisa lebih lega. Memang dasarnya Ibrahim punya hati yang lembut, mana tega dia melihat seorang wanita yang sedang menangis apalagi di hadapannya ini adalah wanita yang memiliki jantung istrinya. Tanpa pikir panjang. Ibrahim meraih tubuh gemetar Alayya ke dalam pelukannya. Alayya yang sempat tersentak pun tidak menolak saat lengan kekar itu merangkul tubuh rampingnya. Dia justru membalas dekapan itu pun menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Ibrahim. “Tuhan, aku nggak pernah meminta apa pun dalam hidupku. Tapi sekarang, aku ingin memohon agar jangan pernah jauhkan dia dariku. Meski hanya sebatas pengganti, aku rela asalkan bisa ‘ku miliki tubuhnya tanpa pernah berharap jadi penghuni di hatinya,” bisik Alayya dalam hati sambil mengeratkan pelukannya.
Read more

CEO 57 Kejutan untuk Mustika

“Gimana kabar kamu? Semalam tidur nyenyak, kan?” Alayya bergeming. Dia sama sekali tidak bersemangat pagi ini. Tadi subuh dia berhasil menghindari Ibrahim dengan tidak mau solat berjamaah pun tidak ingin melihat pria rupawan itu ada di kamarnya. Akan tetapi, saat waktunya sarapan, pria itu tidak ingin dibantah sama sekali. Mau tidak mau, di sinilah Alayya berada sekarang. Di hadapan Ibrahim yang sudah rapi dengan jas dan dasi merah marunnya. “Mana bisa tidur nyenyak. Yang ada mimpi buruk!” ujarnya ketus. Ibrahim mengulum senyumnya. Tahu benar apa yang dimaksud Alayya itu pasti dirinya. “Pantesan wajah kamu sembab gitu. Kalau boleh tahu, kamu mimpi apa?” tanyanya serius. Alayya berdecak sebal. “Anda adalah mimpi buruk saya, Tuan!” Benar, kan? Ibrahim pun tergelak renyah karena kejujuran wanita yang pagi ini begitu cantik. Dengan atasan sweater ketat hingga menutupi leher jenjangnya dan rok panja
Read more

CEO 58 Oscar yang Terkejut

“Halo? Ibrahim?” Mustika akhirnya memutuskan untuk menelepon Ibrahim yang masih ada di Korea. “Bukan, Nyonya. Saya Oscar. Tuan masih rapat di dalam ruangan.” Ternyata Oscar yang menjawab ponselnya Ibrahim. “Kalau dia udah selesai, suruh telepon aku, Oscar. Penting!” seru mustika tanpa basa-basi. Oscar mengerutkan dahinya lalu bertanya, “Kalau boleh saya tahu, ada masalah apa, Nyonya? Sepertinya serius sekali?” Mustika agak ragu menjawab. Matanya dia arahkan pada kedua karyawan WO yang sedang mengobrol dengan Christy di ruang tengah lalu kembali fokus pada sambungan telepon internasionalnya. “Apa Ibrahim bilang ke kamu soal rencana pernikahannya?” tanya Mustika pada akhirnya. Oscar yang sedang duduk bersama para asisten CEO yang lain memilih sedikit menyingkir agar bisa mengobrol lebih leluasa dengan mustika. “Nggak ada Nyonya. Terakhir Tuan hanya bilang kalau sepulang dari sini baru bahas perni
Read more

CEO 59 Pesta Makan malam

“Kenapa wajahmu terkejut seperti itu, Ayya?” Senyum Ibrahim seakan tak bisa luntur sedikit pun saat melangkahkan kaki panjangnya mendekati wanita kesayangannya itu. Tangan kanan yang di masukkan ke kantong celana adalah ciri khas seorang Ibrahim yang Alayya hafal dan kalau sudah bergaya seperti itu, mata Alayya pun enggan berpaling darinya. Akan tetapi, sekarang entah mengapa pesona Ibrahim membuatnya gemetaran. Mendadak Alayya merasa malu karena laki-laki itu sudah melihatnya saat sedang berganti pakaian. “Kenapa juga tanganmu menyilang di depan dada gitu?” Sekali lagi Ibrahim bertanya dengan tampang serius padahal dalam hati dia sedang tertawa senang melihat Alayya yang salah tingkah. “Astaga Tuan, stop di situ. Jangan mendekat lagi!” pinta Alayya dengan wajah yang sudah memerah. Ibrahim pun menurut. “Baiklah. Sekarang katakan, kamu kenapa seperti maling yang ketahuan mencuri gitu?”“Apanya yang kenapa? Harusnya aku yang tanya sama Tuan. Kenapa ngintip aku ganti baju, coba?”Peca
Read more

CEO 60 Godaan Alayya

“Memangnya kamu siapa berani mencampuri urusanku dengannya?” Robert Sigara, pria berdarah Batak itu terlihat emosi saat tahu Ibrahim sudah merebut gelas wine miliknya dan sekarang berdiri melindungi Alayya di belakang punggungnya. Teriakannya sempat menarik perhatian tamu-tamu di sekitar ketiga orang itu, tetapi Oscar berhasil menenangkan mereka. Maka Ibrahim pun bisa leluasa menghadapi pria paruh baya di depannya ini. Pria itu tersenyum menyeringai menjawab pertanyaan Robert. “Saya Ibrahim, calon suami wanita ini. Kamu mau apa?” Robert membelalakkan matanya tak percaya dengan pendengarannya. “Ini nggak mungkin, bagaimana bisa? Sejak dulu Ayya nggak pernah mau aku ajak nikah, kenapa sama kamu dia mau?”Sekarang Ibrahim yang terbelalak. Tanpa memutar kepalanya, pria itu pun memastikan ucapan pria yang usianya jauh di atas dirinya itu. “Apa benar yang dikatakan olehnya, Ya?”Alayya sempat terkejut karena Robert membahas masalah
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status