Semua Bab Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda : Bab 41 - Bab 50

91 Bab

CEO 41 Mimpi Buruk

“Apa kamu juga ketularan sama Tante Tika? Kenapa nada suara kamu saat bicara soal Ayya terdengar nggak suka gitu?” Oscar pun terkesiap. Tidak menyangka kalau Ibrahim bisa menilainya seperti itu. “Bukan begitu maksud saya, Tuan. Bagaimana juga Anda orang terpandang, sedangkan Nona Ayya siapa? Bahkan kita nggak tahu asal usul keluarganya,” terang Oscar tanpa bisa fokus menatap Ibrahim. Dia takut kalau justru isi hatinya yang terlihat. Ibrahim terkekeh. “Kamu benar, Oscar. Tenang aja, ya, hati saya masih cuma buat Nisa kok.”Oscar mengangguk puas. Harapannya Semoga saja apa yang baru saja terlintas dipikirannya tidak akan pernah terjadi. ***“Alayya di sini aja sama Tante, ya?”“Nggak mau, Tante. Aku mau ikut ibu.” Alayya kecil menangis untuk kesekian kalinya. Namun, sayangnya bagiamana pun dia merajuk dan meraung tetap tidak bisa membawa wanita yang sudah meninggalkannya di rumah seorang mucikari itu kembali. “Jangan nangis. Nanti cantiknya hilang lho, lebih baik Alayya mandi dan ga
Baca selengkapnya

CEO 42 Misi Ibrahim

Pria paruh baya yang rambutnya sudah beruban itu masuk ke ruang kerja Ibrahim di lantai dua. Ruangan yang khusus ibrahim gunakan sendiri untuk mengerjakan tugas kantornya atau pun saat dirinya tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tempat ini juga ruang kesukaan Nisa sewaktu dia masih hidup karena ruang kerja ini banyak terdapat buku-buku bacaan yang Nisa suka. Belum lagi ada balkon yang bisa melihat pemandangan kota dengan sangat jelas juga karena mengarah pada hutan buatan di belakang rumah besar ini. “Assalamu'alaikum, Tuan Muda,” sapa pria bernama Yakub Gumilar dengan suara tegas. Maklum saja, Yakub adalah pensiunan polisi yang sekarang bekerja sebagai detektif swasta.“Wa'alaikumsalam, Pak Yakub. Silakan duduk.” Ibrahim bangkit dari kursi kerjanya lalu menghampiri pria itu sembari mengulurkan tangannya. Yakub dengan senang hati menyambut tangan Ibrahim, kemudian keduanya menuju sofa yang ada di tengah ruangan. “Maaf, kalau saya malam-malam memanggil Anda ke mari,” ucap Ibrahim m
Baca selengkapnya

CEO 43 Khrisna yang Malang

“Pagi, Ma,” sapa Khrisna sambil mencium pipi ibu kesayangannya saat dirinya tiba di ruang makan rumah utama Devananta.“Tumben muncul pagi-pagi di rumah?” Maura Amerta Devananta bertanya dengan nada sinis pun tangannya tak melepaskan perangkat makan yang sedang dia tata di atas meja makan.Khrisna terkekeh, dia menempati kursi makannya lebih dulu sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Maura. “Aku kangen sama Mama masa nggak boleh? Makanya aku datang. Maaf, ya? Karena baru ke sini lagi,” ucap Khrisna dengan wajah memelas. Maura berdecih. “Seminggu, Khris. Kamu ini kayak udah nggak punya Mama aja, sih?” Sekali lagi Khrisna memasang wajah sangat memelas. Ini semua karena kesibukannya dan juga rencananya membawa kabur Alayya yang membuat dia kehilangan banyak waktu untuk bersama wanita yang telah melahirkannya itu. “Tapi aku telepon ‘kan, Ma. Maaf ya? Aku janji nggak akan ngulangin lagi. Senyum dong ….
Baca selengkapnya

CEO 44 Ajakan Ibrahim

“Masuk,” titah Ibrahim dari dalam ruangannya. Pintu bercat hitam itu terbuka, ada Alize, sekretaris cantik Ibrahim masuk dan berjalan anggun mendekati meja kerja sang atasan. “Anda memanggil saya, Tuan?”ibrahim mengangkat pandangannya, dengan wajah datar dia berkata, “Hari ini kamu sibuk?”“Nggak, Tuan. Maksud saya, sampai pukul 2 nanti saya hanya akan bekerja di meja saya saja,” jawab Alize sambil tersenyum. “Ok, kalau begitu sekarang pergilah ke rumah saya dan ajaklah Ayya pergi mengurus paspor.”Perintah Ibrahim membuat kening Alize berkerut. “Ayya? Siapa?” “Astagfirullah. Maaf, Al. Dia teman wanita saya. Nanti saya akan menelponnya dari sini untuk ikut denganmu. Pastikan besok bisa jadi dan belikan juga tiket ke Korea untuknya.” Alize mengerti sekarang. Ternyata wanita itulah yang sering dibicarakan Oscar padanya. “Baik, Tuan. Saya berangkat sekarang.” Ibrahim me
Baca selengkapnya

CEO 45 Keinginan Ibrahim

“Kenapa diam, Nyonya? Apa yang Anda rencanakan sebenarnya?” Alayya mencoba mendesak Mustika. Namun, bukannya takut, wanita setengah tua itu justru tersenyum sinis. “Bukan apa-apa, dan rasanya aku nggak perlu membahasnya denganmu.”Jawaban itu tentu saja membuat Alayya meradang. Belum ketahuan apa yang Mustika bicarakan waktu itu, sekarang wanita itu membuat misteri baru. Coba kalau sama-sama muda, Alayya pasti sudah merobek bibir yang masih menyunggingkan senyum seringai itu. “Ya udah kalau nggak mau ngomong, aku juga udah nggak berminat bicara lagi sama Anda,” ucap Alayya kesal. Dia hentakan kakinya yang memakai sepatu kets kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.“Kurang ajar, kalau aku nggak cepat bertindak, bisa-bisa dia akan melaporkan semuanya pada Ibrahim,” gumam Mustika sambil mengepalkan kedua tangannya. ***“Ini semua yang Anda minta, Tuan.” Alize memberikan print out tiket yang telah
Baca selengkapnya

CEO 46 Keputusan Ibrahim

Dalam kehidupan Alayya, menikah tidak pernah ada dipikirannya. Kehidupan malam yang dia kenal sejak berusia enam belas tahun sudah menempanya menjadi wanita bebas yang tidak perlu bergantung pada seorang pria. Wanita mandiri yang mampu mencukupi segala ingin dan maunya dan wanita single yang dikagumi dan dipuja banyak lelaki.Alayya tidak butuh keterikatan seperti itu karena baginya laki-laki yang datang padanya hanya ingin tubuhnya, tanpa pernah memikirkan bagaimana hatinya saat melakukan semua itu. Namun, apakah wanita berkulit putih ini akan tetap dengan pendiriannya yang tidak butuh laki-laki jika dia harus dihadapkan dengan ucapan Ibrahim barusan? “Jangan gila kamu Ibrahim!” sentak Mustika yang mampu membuat Alayya berjengit di kursinya. Wanita paruh baya itu terlihat begitu marah dengan ucapan Ibrahim yang mengatakan akan menikah Alayya. Ibrahim bukannya terkejut dan takut, dia malah terkekeh lalu menjawab, “Aku nggak
Baca selengkapnya

CEO 47 Biarkan Hati yang Bicara

Sementara Ibrahim masih memandangi foto besar sang istri, Alayya di dalam kamarnya sedang uring-uringan. Dia tidak tahu sama sekali kalau tadi Ibrahim berdiri cukup lama di depan kamarnya. Yang sedang dia pikirkan sekarang ini membuatnya tidak peduli sekitarnya. “Apa-apaan sih orang itu? Main mutusin sesuatu nggak ada diskusi sama sekali. Dia pikir dia siapa? Nggak!” Alayya mendudukkan bokongnya dengan kasar di bibir ranjang. “Aku nggak mau nikah. Aku masih ingin bebas melakukan apa pun yang aku mau. Nggak mungkin aku berada di tempat ini selamanya kan? Astaga!” Perempuan berambut panjang cokelat itu menjatuhkan punggungnya ke atas ranjang empuknya. “Tapi, tadi dia bilang kalau habis dari Korea, kita bicara lagi. Dia serius mau nikahin aku? Karena jantung ini?” gumam Alayya lagi sambil menatap langit-langit dan satu tangannya memegang dadanya. Alayya berdecih lalu mengambil guling di sampingnya. “Aku nggak mau nikah dengannya karena jantung ini. Tapi aku juga nggak mau mati sekara
Baca selengkapnya

CEO 48 Mengalah atau Menyerah?

Ibrahim memejamkan matanya sangat erat seakan-akan dia tidak ingin membukanya lagi. Tindakan Ibrahim yang seperti itu sukses membuat Alayya tergelak dengan renyahnya. Tidak tega, akhirnya Alayya mengikat kembali tali kimononya lalu dengan berani dia bingkai wajah Ibrahim menggunakan kedua tangannya. Ibrahim tersentak. Telapak tangan Alayya yang dingin membuat matanya kembali terbuka dan untuk kesekian kalinya membeliak saat wajah cantik dan polos tanpa make up wanita itu berada tepat di depan wajahnya. “Ternyata Anda masih pria yang normal, kalau gitu sekarang lihat aku, Tuan. Lihat baik-baik wajah ini. Aku ini Ayya. Bukan Nisa, jadi berhentilah mengekangku hanya karena aku punya jantung istri Anda.” Alayya menjeda kalimatnya hanya untuk memberi waktu pada Ibrahim untuk berpikir. Sebentar kemudian, dia pun kembali meneruskan ucapannya. “Aku bersedia untuk berubah, tapi aku benar-benar tidak ingin menikah dengan Anda. Aku ….”Mendengar peno
Baca selengkapnya

CEO 49 Bertemu Maura

“Tuan Khrisna? Kenapa Anda ada di sini?” Alayya tak kalah terkejut melihat pria di belakang wanita yang tadi dia tabrak. “Kebetulan sekali kita ketemu di sini,” seru Khrisna tak kalah heboh. “Kalian saling mengenal?” Maura, wanita yang tadi bertubrukan dengan Alayya adalah ibu dari Khrisna. “Oh, iya. Maaf ya, Nyonya. Saya terlalu bersemangat sampai nggak perhatikan jalan,” ujar Alayya sambil menganggukkan kepalanya. Maura menjawab sambil memperhatikan penampilan Alayya. “Nggak masalah. Untung ada anak saya jadi saya tidak jatuh.”“Wah, jadi Anda ibunya Tuan Khrisna?” tanya Alayya yang mencoba mengakrabkan diri. Maura hanya mengangguk, sekali lagi dia perhatikan wajah Alayya pun dengan rambut panjang cokelatnya yang dibiarkan tergerai itu mengingatkannya pada seseorang. “Saya Alayya, Tante. Panggil aja Ayya,” ucap Alayya sembari mengulurkan tangannya. Segera saja Maura menyambut tangan itu. “Maura. Namamu bagus,” puji wanita itu “Nama anda juga,” balas Alayya. “Apa warna rambut
Baca selengkapnya

CEO 50 Jilbab Pertama Ayya

“Anda pembohong, Nyonya!” ucap Khrisna dalam sambungan telepon dengan Mustika. Pria tampan itu langsung menghubungi tantenya Ibrahim untuk mengkonfirmasi kabar yang baru saja dia tahu. “Apa yang kamu bicarakan anak muda?” Di dalam kamarnya Mustika bicara dengan mata memicing tak suka. Dia tidak paham arah pembicaraan Khrisna saat ini. “Nggak usah pura-pura nggak tahu deh, Nyonya. Kenapa Anda nggak bilang kalau Ayya akan menikah dengan Ibrahim? Kenapa Anda memberi harapan sama aku kalau kenyataannya aku nggak bisa dapatkan Ayya lagi?” Khrisna berkata dengan nada suara naik satu oktaf. Dia jelas kecewa atas berita yang dia dengar tadi siang padahal dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut sang pujaan hati. Mustika akhirnya mengerti apa yang Khrisna bicarakan. “Maafkan aku, Khris. Tapi kamu jangan khawatir, aku pasti bisa bawa Ayya kembali sama kamu kok,” bujuk wanita paruh baya itu. “Nggak usah berkhayal deh,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status